Tag Archives: al munaafiquun

Mewarnai Gambar Kaligrafi Nama Surah Al-Munaafiquun

25 Okt

Mewarnai Gambar Kaligrafi
Nama-Nama Surah Al-Qur’an Anak Muslim

mewarnai gambar kaligrafi nama surah al-munaafiquun

63. Surah Al-Munaafiquun

29 Nov

Pembahasan Tentang Surat-Surat Al-Qur’an (Klik di sini)
Tafsir Ibnu Katsir (Klik di sini)

Surat ini terdiri atas 11 ayat, termasuk golongan surat-surat Madaniyyah, diturunkan sesudah surat Al Hajj. Surat ini dinamai Al-Munaafiquun yang artinya orang-orang munafik, karena surat ini mengungkapkan sifat-sifat orang-orang munafik.

Pokok-pokok isinya :

Keterangan tentang orang-orang munafik dan sifat-sifat mereka yang buruk diantaranya ialah pendusta, suka bersumpah palsu, sombong, kikir dan tidak menepati janji, peringatan kepada orang-orang mukmin supaya harta benda dan anak-anaknya tidak melalaikan mereka, insyaf kepada Allah, dan anjuran supaya menafkahkan sebahagian rezki yang diperoleh.
Surat Al Munaafiquun menerangkan sifat-sifat orang munafik dan mengandung anjuran untuk berkorban dengan harta benda.

HUBUNGAN SURAT AL MUNAAFIQUUN DENGAN SURAT AT TAGHAABUN

1. Dalam surat Al Munaafiquun diterangkan sifat-sifat orang munafik sedang pada surat At Taghaabun diterangkan sifat-sifat orang kafir.

2. Dalam surat Al Munaafiquun Allah memperingatkan bahwa harta benda dan anak-anak jangan sampai melalaikan seseorang dari mengingat Allah, dan pada surat At Taghaabun ditegaskan bahwa harta benda dan anak-anak itu adalah cobaan dan ujian bagi keimanan seseorang.

3. Kedua surat ini sama-sama mengajak agar menafkahkan harta untuk menegakkan agama Allah.

&

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Munaafiquun (3)

7 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Munaafiquun (Orang-orang Munafik)
Surah Madaniyyah; surah ke 63: 11 ayat

Firman-Nya: ka annaHum khusyubum musannadatun (“Seakan-akan mereka itu seperti kayu yang tersandar.”) dia berkata: “Mereka itu adalah orang-orang yang tampan.” Telah diriwayatkan dari Imam al-Bukhari, Muslim, dan an-Nasa-i, dari hadits Zuhair. Juga diriwayatkan oleh al-Bukhari dan at-Tirmidzi dari hadits Israil, keduanya dari Abu Ishaq ‘Amr bin ‘Abdullah as-Subai’i al-Hamdani al-Kufi, dari Zaid.

tulisan arab alquran surat al munaafiquun ayat 9-11“9. Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi. 10. dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?” 11. dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (al-Munaafiquun: 9-11)

Allah telah berfirman seraya memberitahukan hamba-hamba-Nya yang beriman supaya berdzikir kepada-Nya sekaligus melarang mereka supaya tidak melupakan dzikir hanya karena disibukkan oleh harta kekayaan dan anak. Selain itu, Dia juga memberitahukan bahwa barangsiapa yang terpedaya dengan kenikmatan dunia dan perhiasannya dengan melupakan diri untuk berbuat taat dan berdzikir kepada-Nya, maka dia termasuk orang-orang yang benar-benar merugi, yang merugikan dirinya sendiri dan juga keluarganya pada hari kiamat kelak.

Selanjutnya Allah Ta’ala memerintahkan mereka untuk berinfak di jalan-Nya, dimana Dia berfirman: wa anfiquu mimmaa razaqnaakum ming qabli ay ya’tia ahadakumul mautu fayaquula rabbi lau laa akhkhartanii ilaa ajaling qariib (“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata: ‘Ya Rabbku, mengapat Engkau tidak menangguhkan [kematian]ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?’”) dengan demikian, setiap orang yang berlebih-lebihan akan menyesal kelak pada saat menghadapi kematian [sakaratul maut], dan dia akan meminta supaya usianya diperpanjang lagi meski hanya sebentar. Padahal sesuatu yang akan terjadi pasti akan terjadi, dan apa yang akan datang itu pasti datang. Dan semua itu tergantung pada tindakannya yang berlebihan. Sedangkan orang-orang kafir, maka mereka adalah seperti yang difirmankan Allah Ta’ala yang artinya: “Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara mereka, maka dia berkata: ‘Ya Rabb-ku, kembalikanlah aku [ke dunia]. Agar aku berbuat amal yang shalih terhadap apa yang telah aku tinggalkan. Sekali-sekali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai mereka dibangkitkan.” (al-Mu’minuun: 99-100)

Kemudian Allah berfirman: wa lay yu-akhkhirallaaHu nafsan idzaa jaa-a ajaluHaa wallaaHu khabiirum bimaa ta’maluun (“Dan Allah sekali-sekali tidak akan menangguhkan [kematian] seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan.”) maksudnya Allah swt. tidak akan memberikan tangguh kepada seseorang jika telah datang waktu kematiannya. Dan hanya Allah Ta’ala Yang Mahamengetahui orang yang jujur dalam perkataan dan permintaannya supaya ditangguhkan, dari orang yang kalau saja dikembalikan, pastilah dia akan kembali mengerjakan keburukan yang sama.

Oleh karen itu, Allah Ta’ala berfirman: wallaaHu khabiirum bimaa ta’maluun (“Dan Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan.”) wallaaHu a’lam.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abud Darda’, dia berkata: Kami pernah menyebutkan di hadapan Rasulullah saw. mengenai tambahan umur, maka beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengakhirkan satu jiwa pun jika telah datang ajalnya. Dan sesungguhnya penambahan dalam umur adalah Allah akan mengaruniai keturunan yang shalih kepada seorang hamba, dan mereka akan mendoakannya kelak setelah ia berada di dalam kubur.”

alhamdulillaaHi rabbil ‘aalamiin.
Sekian.

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Munaafiquun (2)

7 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Munaafiquun (Orang-orang Munafik)
Surah Madaniyyah; surah ke 63: 11 ayat

tulisan arab alquran surat al munaafiquun ayat 5-8“5. dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu Lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri. 6. sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. 7. mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): “Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).” Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. 8. mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya.” Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (al-Munaafiquun: 5-8)

Allah berfirman seraya mengabarkan tentang orang-orang munafik, semoga laknat Allah menimpa mereka, dimana mereka berkata: wa idzaa qiila laHum ta’aalau yastaghfirlakum rasuulullaaHi lawwa ru-uusaHum (“Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Marilah [beriman], agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu.’ Mereka membuang muka.”) maksudnya menghalang-halangi dan berpaling dari apa yang dikatakan kepada mereka karena sombong terhadap hal tersebut dan meremehkan sesuatu yang dikatakan kepada mereka. Itulah sebabnya Allah berfirman: wa ra-aitaHum yashudduuna wa Hum mustakbiruun (“Dan kamu melihat mereka berpaling sedang mereka cenderung menyombongkan diri.”)

Kemudian Allah memberikan balasan kepada mereka atas tindakan mereka itu, Dia berfirman: sawaa-un ‘alaiHim astaghfarta laHum am lam yastaghfir laHum lay yaghfirallaaHu laHum innallaaHa laa yaHdil qaumal faasiqiin (“Sama saja bagi mereka, kamu memintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”) sebagaimana yang Dia firmankan dalam surah at-Taubah, dan telah dibahas sebelumnya.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan, ayahku memberitahuku, Ibnu Abi ‘Umar al-Adani memberitahu kami, dia berkata bahwa Sufyan berkata tentang firman-Nya: lawwaw ru-uusaHum (“Mereka membuang muka.”) Ibnu Abi ‘Umar mengatakan: “Sufyan memalingkan wajahnya ke sebelah kanan dan memandang dengan mata merah. Kemudian dia berkata: “Seperti inilah dia.”

Beberapa ulama salaf menyebutkan bahwa siyaq [redaksi] secara keseluruhan turun berkenaan dengan ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, yang akan dikemukakan kemudian.

Al-Hafizh Abu bakar al-Baihaqi meriwayatkan, Abu ‘Abdillah al-Hafizh memberitahu kami, Abu Bakarbin Ishaq memberitahu kami, Bisyir bin Musa memberitahu kami, al-Humaidi memberitahu kami, Sufyan memberitahu kami, ‘Amr bin Dinar memberitahu kami, aku mendengar Jabir bin Abdullah berkata: Kami pernah bersama Rasulullah saw. dalam suatu peperangan, kemudian salah seorang dari kaum Muhajirin memukul dan mendorong orang Anshar ke belakang. Maka orang Anshar itu berujar: “Hidup orang-orang Anshar.” Sedangkan yang Muhajirin berujar: “Hidup orang-orang Muhajirin.” Maka Rasulullah saw. bersabda: “Mengapa terjadi seruan jahiliyyah? Tinggalkanlah hal itu, sesungguhnya seruannya itu busuk.”
‘Abdullah bin Ubay bin Salul mengatakan: “Mereka sungguh telah melakukannya. Demi Allah, jika saja kita kembali ke kota Madinah, pastilah orang-orang yang lebih kuat dan mulia akan mengusir orang yang lemah dan terhina.”
Jabir bin ‘Abdillah mengatakan: “Orang-orang Anshar yang ada di kota Madinah lebih banyak jumlahnya daripada orang-orang Muhajirin ketika Rasulullah saw. sampai di kota Madinah. Setelah beberapa waktu, kaum Muhajirin pun semakin banyak.” Kemudian ‘Umar berkata : “Biarkan aku memenggal leher orang munafik ini.” Maka Nabi saw. bersabda: “Biarkan saja dia, agar orang-orang tidak membicarakan bahwa Muhammad telah membunuh para shahabatnya.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Husain bin Muhammad al-Marwazi dari Sufyan bin ‘Uyainah. Dan juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari al-Humaidi. Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, dan lain-lain dari Sufyan.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Zaid bin Arqam, dia berkata: “Aku pernah bersama Rasulullah saw. dalam perang Tabuk [cerita ini masyhur di kalangan ahli perang dan ahli sejarah bahwa masalah ini terjadi pada saat perang bani Mushthaliq dan Ubay bin Salul tidak muncul dalam perang Tabuk], lalu ‘Abdullah bin Ubay berkata: “Jika saja kita kembali ke kota Madinah, pasti orang-orang yang mulia akan mengusir orang-orang yang hina.” Kemudian dia berkata: kemudian aku mendatangi Nabi saw. dan kuberitahu mengenai hal tersebut. Tetapi ‘Abdullah bin Ubay malah bersumpah bahwa dia tidak pernah mengatakan hal tersebut. Sehingga kaumku mencelaku dan berkata: “Apa yang kamu inginkan dari semua ini?” aku pun pergi lalu tidur dengan perasaan sedih dan berduka. Kemudian Rasulullah saw. mengirimkan utusan kepadaku dan mengatakan: “Sesungguhnya Allah telah menurunkan [ayat] perihal alasanmu dan kebenaranmu.” Kemudian dia berkata: maka turunlah ayat ini:
Humul ladziina yaquuluuna laa tungfiquu ‘alaa man ‘inda rasuulillaaHi hattaa yangfadl-dluu wa lillaaHi khazaa-inus samaawaati wal ardli wa laa kil munaafiqiina laa yafqaHun. Yaquuluuna lair raja’naa ilal madiinati layukhrijannal a’azzu minHal adzall (“mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): “Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).” Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya.” Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (al-Munaafiquun: 7-8)

Demikian hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari tentang ayat ini dari Adam bin Abi Iyas, dari Syu’bah. Kemudian dia mengatakan, Ibnu Abi Zaidah mengatakan dari al-A’masy, dari ‘Amr, dari Ibnu Abi Laila, dari Zaid, dari Nabi saw. Dan diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dan an-Nasa-i, juga tentang penafsiran ayat di atas, dari hadits Syu’bah.

Imam Ahmad meriwayatkan, Hasan bin Musa memberitahu kami, Zuhair memberitahu kami, Abu Ishaq memberitahu kami, bahwa dia pernah mendengar Zaid bin Arqam berkata: “Kami pernah pergi bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan, lalu orang-orang merasa kepayahan, lalu ‘Abdullah bin Ubay berkata kepada para shahabatnya: “Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka pergi meninggalkan beliau.” Lebih lanjut dia berkata: “Andai saja kita kembali ke Madinah, niscaya orang-orang kuat akan dapat mengusir orang-orang lemah.” Kemudian aku mendatangi Nabi saw. dan memberitahukan hal itu kepada beliau. Lalu beliau mengirimkan utusan untuk menanyakan hal tersebut kepadanya. Kemudian ia mengucapkan sumpah untuk menginkari ucapan tersebut. Kemudian orang-orang berkata: “Zaid telah berbohong, wahai Rasulallah.” Maka apa yang mereka katakan itu sangat menyakitkan hatiku. Kemudian Allah Ta’ala menurunkan ayat yang membenarkan keyakinanku itu: idzaa jaa-akal munaafiquuna (“Jika orang-orang munafik itu datang kepadamu”) dia berkata: kemudian Rasulullah saw. memanggil mereka untuk memohonkan ampunan bagi mereka, tetapi mereka justru memalingkan muka.

Bersambung ke bagian 3

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Munaafiquun (1)

7 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Munaafiquun (Orang-orang Munafik)
Surah Madaniyyah; surah ke 63: 11 ayat

tulisan arab alquran surat al munaafiquun ayat 1-4bismillaaHir rahmaanir rahiim
(“Dengan menyebut Nama Allah Yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang.”)
“1. Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. 2. mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. 3. yang demikian itu adalah karena bahwa Sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti. 4. dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. dan jika mereka berkata kamu mendengarkan Perkataan mereka. mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. mereka Itulah musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (al-Munaafiquun: 1-4)

Allah berfirman seraya mengabarkan orang-orang munafik. Mereka selalu memuliakan agama Islam jika menghadap Nabi saw. Padahal dalam batin mereka tidak demikian, bahkan sebaliknya. Oleh karena itu Allah berfirman: idzaa jaa-akal munaafiquuna qaaluu nasyHadu innaka larasuulullaaHi (“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.’”) maksudnya orang-orang munafik itu mendatangimu dan menghadapkan wajahnya kepadamu, serta menampakkan diri seperti itu, padahal keadaannya bukanlah seperti yang mereka katakan. Oleh karena itu disertai kalimat bantahan yang mengabarkan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, dimana Dia berfirman: wallaaHu ya’lamu innaka larasuuluHu (“Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya.”) setelah itu Dia berfirman: wallaaHu yasyHadu innal munaafiqiina lakaadzibiin (“Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”) yakni mereka bedusta dalam berita yang mereka sampaikan, meskipun sesuai dengan keadaan luar [lahiriyah] nya. karena mereka tidak meyakini kebenaran ucapan mereka dan tidak juga membenarkannya. Oleh karena itu Allah Ta’ala mendustakan apa yang menjadi keyakinan mereka.

Dan firman Allah: ittakhadzuu aimaanaHum junnatan fashadduu ‘an sabiilillaaHi (“Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi [manusia] dari jalan Allah.”) maksudnya mereka menjaga diri dari orang-orang dengan supah palsu agar kaum muslimin percaya terhadap apa yang mereka ucapkan sehingga orang-orang yang tidak tahu tentang hakekat mereka tertipu dan mengira bahwa mereka benar-benar sebagai orang-orang muslim. Bahkan tidak jarang orang-orang yang tertipu itu akan ikut mengerjakan apa yang mereka kerjakan tersebut serta membenarkan semua ucapakan mereka. Yang menjadi sifat mereka adalah secara bathi mereka sama sekali tidak condong dan tidak berpihak kepada Islam. Keadaan itulah yang menimbulkan bahaya yang sangat besar bagi ummat manusia. Oleh karena itu Allah Ta’la berfirman: fashadduu ‘an sabiilillaaHi innaHum saa-a maa kaanuu ya’maluun (“Lalu mereka menghalangi [manusia dari jalan Allah. Sesungguhnay sangat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.”

Dan firman Allah lebih lanjut: dzaalika bi annaHum aamanuu tsumma kafaruu fathubi’a ‘alaa quluubiHim faHum laa yafqaHuun (“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir [lagi] lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti.”) maksudnya ditetapkan kemunafikan sebagai sifat mereka, karena mereka berpaling dari keimanan kepada kekufuran, dan tindakan mereka merubah petunjuk menjadi kesesatan. Sehingga Allah mengunci mati hati mereka, sehingga mereka menjadi tidak mengerti sama sekali. Akhirnya tidak ada satu pun petunjuk yang masuk ke dalam hati mereka dan tidak juga ada kebaikan yang dapat diterimanya, sehingga tidak pernah menyadari dan mendapatkan petunjuk.

Firman Allah Ta’ala: wa idzaa ra-aitaHum tu’jibuka ajsaamuHum wa iy yaquuluu tasma’ liqauliHim (“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikanmu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan.”) maksudnya mereka mempunyai penampilan yang bagus dan fasih bicara, sehingga apabila ada orang yang mendengar mereka, dia akan tertarik pada ucapannya itu karena unsur sastranya yang tinggi. Dengan demikian sebenarnya mereka berada di puncak kelemahan, kegelisahan, kekhawatiran, dan menjadi pengecut.

Oleh karena itu Allah befirman: yahsabuuna kulla shaihatan ‘alaiHim (“Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka.”) maksudnya setiap kali terjadi peristiwa, perkara, atau ketakutan, mereka mengira dengan rasa pengecut bahwa perkara itu ditujukan kepada mereka. Mereka ini sebenarnya adalah tubuh-tubuh dan bentuk rupa yang tidak mempunyai makna. Oleh karena itu Allah berfirman: Humul ‘aduwwu rahdzaruuHum qaatalaHumullaaHu annaa yu’fakuun (“Mereka itulah musuh [yang sebenarnya] maka waspadalah terhadap mereka. Semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan [dari kebenaran]?”) bagaimana mungkin mereka berpaling dari petunjuk kepada kesesatan? Padahal Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya orang-orang munafik mempunyai beberapa tanda yang dapat digunakan untuk mengenali mereka; penghormatan mereka adalah laknat, makanan mereka adalah hasil rampasan, ghanimah [harta rampasan perang] mereka adalah kecurangan, mereka tidak mendekati masjid kecuali berhijrah darinya, tidak mendatangi shalat kecuali telah selesai, sombong dan congkak, tidak mau bersahabat dan tidak mau diajak bersahabat, berkumpul pada malam hari dan gaduh pada siang hari.”
Yazid bin Murrah mengatakan: “Artinya, hiruk pikuk di siang hari.”

Bersambung ke bagian 2