Tag Archives: Cara Sejarawan Mendistorsi Sejarah

Cara Sejarawan Mendistorsi Sejarah

25 Mei

Fakta Sejarah Islam;
Dr. Utsman bin Muhammad al-Khamis; Pustaka Imam Syafi’i

1. Membuat-buat cerita dan berbohong.
Para sejarawan mengarang kisah yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Contohnya, mereka menceritakan perihal ‘Aisyah yang bersujud syukur kepada Allah ketika menerima kabar tentang terbunuhnya ‘Ali bin Abu Thalib. Penuturuan peristiwa ini bohong belaka.

2. Menambah atau mengurangi suatu kisah.
Yang berbeda dalam hal ini adalah kisah yang disampaikan shahih, seperti peristiwa Saqifah. Cerita tentang Saqifah in memang benar: bahwasannya terjadi pertemuan antara Abu Bakar, ‘Umar, dan Abu ‘Ubaidah dari kalangan Muhajirin di satu sisi; dan al-Hubab bin al-Mundzir, Sa’ad bin ‘Ubaidah, serta shahabat dari kalangan Anshar lainnya di sisi yang lain. Para sejarawan menambahkan atau mengurangi banyak hal dengan tujuan mendistorsi kejadian yang sebenarnya, sebagaimana akan dipaparkan di tulisan lain nanti, insya Allah.

3. Menginterpretasi suatu kejadian secara tidak benar.
Yakni para sejarawan serampangan dalam menginterpretasi suatu peristiwa yang terjadi secara tidak benar. Interpretasi ini disesuaikan dengan hawa nafsu, keyakinan sesat, dan bid’ah yang mereka anut.

4. Menampakkan kesalahan dan kekeliruan suatu riwayat.
Kisah yang diriwayatkan shahih, tetapi para sejarawan menampakkan dan memfokuskan pada kesalahan-kesalahan yang disebutkan di dalamnya. Sampai-sampai, semua kebaikannya tertutupi.

5. Membuat syair sebagai penguat peristiwa bersejarah.
Para sejarawan menggubah syair yang berisi celaan terhadap salah seorang shahabat dan menisbatkannya kepada Amirul Mukminin ‘Ali bin Abu Thalib, atau menisbatkannya kepada Ummul Mukminin ‘Aisyah atau menisbatkannya kepada az-Zubair bin al-Awwam, atau menisbatkannya kepada Thalhah bin ‘Ubaidullah. Cara yang sama mereka lakukan pada syair yang dinisbatkan kepada ‘Abdullah bin ‘Abbas berikut; di dalamnya dinyatakan bahwa dia berkata tentang ‘Aisyah ra:

Engkau menunggang baghal kemudian unta
Dan jika ingin, engkau bisa menunggang gajah

Maksudnya, ‘Aisyah menunggangi baghal lau unta untuk berperang dan menimbulkan fitnah, bahkan jika menghendakinya bisa saja dia menunggangi gajah.

6. Mengarang kitab serta risalah palsu.
Pembahasannya akan disampaikan –insya Allah- dalam uraian peristiwa terbunuhnya Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Ketika itu terjadi pemalsuan kitab-kitab (surat) atas nama ‘Utsman, ‘Aisyah, ‘Ali, Thalhah, dan az-Zubair. Ini di luar karangan-karangan palsu lainnya, seperti Nahjul Balaaghah yang dinisbatkan kepada ‘Ali bin Abu Thalib dan al-Imaamah was Siyaasah yang dinisbatkan kepada Ibnu Qutaibah.

7. Memanfaatkan kesamaan nama.
Sebagai contoh, perihal dua orang yang sama-sama bernama [mempunyai kun-yah] Ibnu Jarir: 1) Muhammad bin Jarir bin Yazid Abu Ja’far ath-Thabari, salah seorang Ahus Sunnah (Sunni); dan 2) Muhammad bin Jarir bin Rustum Abu Ja’far ath-Thabari, salah seorang imam Syi’ah. Para sejarawan menisbatkan kitab-kitab Ibnu Jarir yang beraliran Syi’ah kepada Ibnu Jarir yang berpaham Sunni, seperti Dalaa-ilul Imaamah al-Waadhihah wa Nuurul Mu’jizaat. Terlebih lagi, dua orang ini hidup pada tahun yang sama, yakni 310 H.

Nama [kun-yah] Ibnu Hajar juga dimiliki oleh dua orang: 1) Ahmad bin Hajar al-‘Asqalani, salah seorang imam dalam ilmu hadits; dan 2) Ahmad bin Hajar al-Haitami, salah seorang imam dalam ilmu fiqih tetapi tidak mempunyai keahlian dalam ilmu hadits. Maka tidak jarang mereka mengambil penshahihan Ibnu Hajar al-Haitami terhadap suatu riwayat, kemudian menisbatkannya kepada Ibnu Hajar al-‘Asqalani.

&