Tag Archives: Hawa

Peranan Hawa dalam Pengusiran Adam dari Surga

13 Mar

Peranan Hawa dalam Pengusiran Adam dari Surga
Dr. Yusuf Qardhawy; Fatwa Kontemporer; Fiqih Kontemporer

Pertanyaan:
Ada pendapat yang mengatakan bahwa ibu kita, Hawa, merupakan penyebab diusirnya bapak kita, Adam, dari surga. Dialah yang mendorong Adam untuk memakan buah terlarang, sehingga mereka terusir dari surga dan menyebabkan penderitaan bagi kita (anak cucunya) di dunia.

Pendapat ini dijadikan sandaran untuk merendahkan kedudukan kaum wanita. Berlandaskan peristiwa tersebut, wanita sering dituding sebagai cikal bakal datangnya segala musibah yang terjadi di dunia, baik pada orang-orang dahulu maupun sekarang.

Pertanyaan saya, apakah benar semua pendapat di atas? Adakah dalam Islam dalil yang menunjukkan hal itu, atau kebalikannya?

Kami harap Ustadz berkenan menjelaskannya. Semoga Allah memberikan pahala kepada Ustadz dan menolong Ustadz.

Jawaban:
Pendapat yang ditanyakan saudara penanya, tentang kaum wanita -seperti ibu kita Hawa – yang harus bertanggung jawab atas kesengsaraan hidup manusia, dengan mengatakan bahwa Hawa yang menjerurnuskan Adam untuk memakan buah terlarang … dan seterusnya, tidak diragukan lagi adalah pendapat yang tidak islami.

Sumber pendapat ini ialah Kitabb Taurat dengan segala bagian dan tambahannya. Ini merupakan pendapat yang diimani oleh kaum Yahudi dan Nasrani, serta sering menjadi bahan referensi bagi para pemikir, penyair, dan penulis mereka. Bahkan tidak sedikit (dan ini sangat disayangkan) penulis muslim yang bertaklid buta dengan pendapat tersebut.

Namun, bagi orang yang membaca kisah Adam dalam Al-Qur’an yang ayat-ayatnya (mengenai kisah tersebut) terhimpun dalam beberapa surat, tidak akan bertaklid buta seperti itu. Ia akan menangkap secara jelas fakta-fakta seperti berikut ini.

1. Taklif ilahi untuk tidak memakan buah terlarang itu ditujukan kepada Adam dan Hawa (bukan Adam saja). Allah berfirman: “Dan Kami berfirman, ‘Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang zalim.'” (al-Baqarah: 35)

2. Bahwa yang mendorong keduanya dan menyesatkan keduanya dengan tipu daya, bujuk rayu, dan sumpah palsu ialah setan, sebagaimana difirmankan Allah: “Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula …” (al-Baqarah: 36)
Dalam surat lain terdapat keterangan yang rinci mengenai tipu daya dan bujuk rayu setan: “Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup bagi mereka yaitu auratnya, dan setan berkata, Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orangyang kekal (dalam surga).’ Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya, ‘Sesungguhnya saya termasuk orangyang memberi nasihat kepada kamu berdua.’ Maka setan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasakan buah kayu itu, tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan rnereka menyeru mereka, ‘Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?’ Keduanya berkata, ‘Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orangyang merugi.'” (al-A’raf: 20-23)

Dalam surat Thaha diceritakan bahwa Adam a.s. yang pertama kali diminta pertanggungjawaban tentang pelanggaran itu, bukan Hawa. Karena itu, peringatan dari Allah tersebut ditujukan kepada Adam, sebagai prinsip dan secara khusus. Kekurangan itu dinisbatkan kepada Adam, dan yang dipersalahkan – karena pelanggaran itu – pun adalah Adam. Meskipun istrinya bersama-sama dengannya ikut melakukan pelanggaran, namun petunjuk ayat-ayat itu mengatakan bahwa peranan Hawa tidak seperti peranan Adam, dan seakan-akan Hawa makan dan melanggar itu karena mengikuti Adam.

Allah berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang. Maka kami berkata, ‘Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagõ istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan didalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari didalamnya. ‘Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya (Adam) dengan berkata, ‘Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?’ Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesalah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya. Maka dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk.” (Thaha: 115-122)

3. Al-Qur’an telah menegaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah untuk suatu tugas yang sudah ditentukan sebelum diciptakannya. Para malaikat pada waktu itu sangat ingin mengetahui tugas tersebut, bahkan mereka mengira bahwa mereka lebih layak mengemban itu daripada Adam. Hal ini telah disebutkan dalam beberapa ayat surat al-Baqarah yang disebutkan Allah SWT sebelum menyebutkan ayat-ayat yang membicarakan bertempat tinggalnya Adam dalam surga dan memakan buah terlarang.

Firman Allah: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan befirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar?’ Mereka menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.’ Allah berfirman, ‘Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.’ Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, ‘Bukankah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?'” (al-Baqarah: 30-33)

Disebutkan pula dalam hadits sahih bahwa Adam dan Musa a.s. bertemu di alam gaib. Musa hendak menimpakan kesalahan kepada Adam berkenaan dengan beban yang ditanggung manusia karena kesalahan Adam yang memakan buah terlarang itu (lantas dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi sehingga menanggung beban kehidupan seperti yang mereka alami; penj.) . Kemudian Adam membantah Musa dan mematahkan argumentasinya dengan mengatakan bahwa apa yang terjadi itu sudah merupakan ketentuan ilahi sebelum ia diciptakan, untuk memakmurkan bumi, dan bahwa Musa juga mendapati ketentuan ini tercantum dalam Taurat.

Hadits ini memberikan dua pengertian kepada kita. Pertama, bahwa Musa menghadapkan celaan itu kepada Adam, bukan kepada Hawa. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang disebutkan dalam Taurat (sekarang) bahwa Hawa yang merayu Adam untuk memakan buah terlarang itu tidak benar. Itu adalah perubahan yang dimasukkan orang ke dalam Taurat.

Kedua, bahwa diturunkannya Adam dan anak cucunya ke bumi sudah merupakan ketentuan ilahi dalam takdir-Nya yang luhur dan telah ditulis oleh kalam ilahi dalam Ummul Kitab (Lauh
al-Mahfuzh), untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan melalui risalah-Nya di atas planet ini, sebagaimana yang dikehendaki Allah, sedangkan apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi.

4. Bahwa surga (jannah), tempat Adam diperintahkan untuk berdiam di dalamnya dan memakan buah-buahannya, kecuali satu pohon, dan disuruh hengkang dari sana karena melanggar larangan (memakan buah tersebut), tidak dapat dipastikan bahwa surga tersebut adalah surga yang disediakan Allah untuk orang-orang muttaqin di akhirat kelak. Surga yang
dimaksud belum tentu surga yang di dalamnya Allah menciptakan sesuatu (kenikmatan-kenikmatan) yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan tidak seperti yang terlintas dalam hati manusia.

Para ulama berbeda pendapat mengenai “surga” Adam ini, apakah merupakan surga yang dijanjikan kepada orang-orang mukmin sebagai pahala mereka, ataukah sebuah “jannah” (taman/kebun) dari kebun-kebun dunia, seperti firman Allah: “Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun
(jannah), ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)-nya di pagi hari.” (al-Qalam: 17)

Dalam surat lain Allah berfirman: “Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki. Kami jadikan bagi seorang diantara keduanya (yang kafir) dua buah kebun (jannatain) anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan diantara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu.” (al-Kahfi: 32-33)

Ibnul Qayyim menyebutkan kedua pendapat tersebut dengan dalil-dalilnya masing-masing dalam kitabnya Miftahu Daaris Sa’adah. Silakan membacanya siapa yang ingin mengetahui lebih jauh masalah ini. Wallahu a’lam.

&

DOSA HAWA ?

20 Feb

Wanita Dalam Pandangan Islam
Karya: Dr. Syarief Muhammad abdul adhim;
Penerjemah: Ibrahim Qamaruddin, Lc.

Sesungguhnya ketiga Agama tersebut sepakat terhadap satu kebenaran, yaitu: bahwasanya Allah Swt. yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan dan Dia-lah pencipta alam semesta ini dengan segala isinya. Namun muncul pertentangan di antara ke tiga Agama tersebut setelah diciptakannya lelaki pertama (Adam as.) dan perempuan pertama (Hawa).

Pada akidah orang-orang Yahudi dan Masihi, Allah mengharamkan kepada Adam dan Hawa untuk makan buah dari pohon yang diharamkan, akan tetapi ular membisikkan kepada Hawa agar memakan buah dari pohon tersebut dan Hawa membisikkan kepada Adam agar makan bersamanya. Dan ketika Allah mencela Adam terhadap apa yang dia perbuat, Adam melimpahkan semua dosa kepada Hawa.

Lalu Adam berkata: “Sesungguhnya dia adalah wanita yang Engkau jadikan bersamaku, dia yang telah memberiku buah dari pohon itu maka aku memakannya”, (Bagian Kitab “Perjanjian Lama” penciptaan 12:3). Dan Tuhan berfirman terhadap wanita tersebut: “Banyak, kebanyakan susahmu ketika kamu hamil, dan akan merasakan sakit ketika melahirkan. Dan Dia berfirman kepada Adam karena kau mendengarkan perkataan isterimu dan kau telah memakan buah pohon tersebut yang Aku telah wasiatkan kepadamu dengan perkataan jangan kau makan dari buah pohon tersebut, bumi dilaknat karena perbuatanmu. Dengan susah payah kau akan makan darinya setiap hari di kehidupanmu”. (Bagian Kitab “Perjanjian Lama” penciptaan).

Sedangkan dalam pandangan Islam telah disebutkan kisah permulaan penciptaan beberapa kali dalam al-Qur`an, misalnya:

Allah Swt.berfirman: “Wahai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga, serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, sehingga kamu berdua menjadi orang-orang yang zalim. Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)”. Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. “Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua”. Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua”. Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Al-A`raaf: 19-23).

Dengan mengamati dua kisah tersebut tentang permulaan penciptaan, kita mendapati perbedaan yang sangat inti, sebab al-Qur`an bertolak belakang dengan Injil. Al-Qur`an menjadikan dosa tersebut untuk Adam dan Hawa berdua. Dan tidak terdapat di bagian manapun dalam al-Qur`an yang mengatakan bahwasanya Hawa yang merayu (memberi) Adam untuk memakan buah dari pohon tersebut, atau bahwasanya Hawalah yang pertama memakan buah tersebut sebelum Adam.

Maka Hawa dalam al-Qur`an tidak mengkhianati Adam atau menipunya. Dan rasa sakit ketika melahirkan bukan hukuman dari Allah Swt., karena Allah (sebagaimana disebutkan dalam al-Qur`an) tidak menghukum seseorang dengan dosa orang lain. Maka Adam dan Hawa as. melakukan maksiat dan keduanya meminta ampunan kepada Allah Swt. dan Allah-pun telah mengampuni keduanya.

&

Warisan Dosa Hawa

20 Feb

Wanita Dalam Pandangan Islam
Karya: Dr. Syarief Muhammad abdul adhim;
Penerjemah: Ibrahim Qamaruddin, Lc.

Sesungguhnya gambaran Hawa dalam Injil bahwasanya dialah yang telah menggoda Adam mempunyai dampak yang negatif terhadap gambaran perempuan dalam akidah orang-orang Yahudi dan Masihi, perempuan diyakini bahwasanya dia mewarisi dosa dari ibunya (Hawa dalam Injil). Kemudian dari pada itu, perempuan tidak dapat dipercaya dan tidak berakhlak. Dan diyakini juga bahwa haid, hamil, melahirkan adalah hukuman untuk perempuan terhadap dosa Hawa yang abadi.

Agar kita bisa melihat lebih jauh dampak negatif ini terhadap posisi perempuan, seyogyanya bagi kita untuk melihat kepada sebagian kitab-kitab penting orang-orang Yahudi dan Masihi. Pertama kita melihat pada Kitab Perjanjian Lama sebagai kitab yang disucikan dan kita mengambil bagian-bagian dari bab Hikmah, yang berbunyi: “Maka aku mendapati lebih pahit dari kematian yaitu perempuan tukang pemasang perangkap (penipu), hatinya berjaring dan di kedua tangannya terdapat tali. Orang yang saleh di depan Allah akan diselamatkan darinya, adapun orang yang pendosa akan terperangkap olehnya. Lihatlah! Ini aku telah mendapatinya, ucapan al-jaami`ah. Sedikit demi sedikit saya akan mendapatkan hasil yang senantiasa jiwaku mencarinya lalu aku tidak mendapatkannya. Satu laki-laki di antara seribu aku telah mendapatinya, sedangkan perempuan diantara mereka semua aku tidak menemukannya”. (Jaamiah 7: 26-28).

Dan di dalam Injil orang-orang Katolik, yang berbunyi: “Tidak ada satupun kesalahan yang sebanding dengan kesalahan perempuan, karena setiap kesalahan disebabkan oleh perempuan, dan dengan sebab perempuan kita semua akan mati”. (Ecclesiasticus 25: 19,24). Seorang pendeta Yahudi telah menghitung bahwa ada sembilan laknat bagi perempuan disebabkan jatuh dari Firdaus “Bagi perempuan sembilan laknat kemudian mati: haid, darah keperawanan, letih karena hamil, melahirkan, mendidik anak, menutup kepalanya seolah-olah dia berada di tukang besi, dilubangi telinganya seperti budak perempuan, tidak diperhitungkan kesaksiannya, dan setelah ini semua mati”.

Dan sampai sekarang Yahudi Ortodok mereka mengatakan dalam sembahyang mereka: “Kami memuji Allah karena kami tidak diciptakan sebagai perempuan”, sedangkan para perempuan mengatakan: “Kami memuji Allah karena Dia telah menciptakan kami sebagaimana yang Dia kehendaki “.

Dan doa yang lain terdapat dalam kitab sembahyang di sisi orang Yahudi: “Segala puji bagi Allah karena Dia tidak menciptakanku sebagai patung, segala puji bagi Allah karena Dia tidak menciptakanku sebagai perempuan dan segala puji bagi Allah karena Dia tidak menciptakanku sebagai orang bodoh“.

Akan tetapi, dibandingkan dengan agama orang-orang Yahudi pengaruh ini lebih banyak terjadi dalam agama orang-orang Masihi, karena kesalahan Hawa berpengaruh besar pada akidah orang-orang Masihi. Oleh sebab itu, periode Isa as. di bumi berasal dari maksiat Hawa terhadap Tuhan. Hawa adalah orang yang pertama kali melakukan maksiat kemudian merayu Adam untuk melakukan maksiat yang dia lakukan, maka Allah mengusir keduanya dari surga dan keduanya turun ke bumi, dan bumi mendapatkan laknat karena perbuatan keduanya. Allah tidak akan mengampuni keduanya karena kesalahan ini, dan kesalahan ini akan terus berpindah ke seluruh manusia.

Oleh karena itu, seluruh manusia terlahir dalam keadaan berdosa, agar Allah memberikan ampun kepada mereka atas kesalahan yang pertama Isa as. pun dikorbankan (sebagai tebusan) karena dia dianggap sebagai anak Tuhan, dan mati disalib. Berdasarkan hal itu, maka Hawa bertanggung jawab atas kesalahannya, kesalahan suaminya dan kesalahan yang pertama untuk setiap manusia serta bertanggungjawab atas meninggalnya anak Tuhan. Dengan kata lain, disebabkan perbuatan seorang perempuan seluruh manusia jatuh dari Surga Firdaus.

Akan tetapi, bagaimana dengan anak-anak perempuannya? Semuanya berdosa juga seperti dia, dan wajib bagi mereka untuk difonis bahwasanya mereka berdosa, dan ini yang di katakan oleh Pendeta Paul dalam Kitab Perjanjian Baru: “Perempuan diajarkan diam dengan penuh kerendahan, akan tetapi aku tidak mengizinkan bagi perempuan untuk belajar dan berkuasa atas laki-laki. Akan tetapi dia harus diam, karena Adam yang pertama kemudian Hawa, dan Adam tidak merayu akan tetapi isterinyalah yang merayu lantas terjadi pelanggaran tersebut”. (1 Timautsaus 2: 11-14).

Lain lagi dengan Pendeta Tartulian, dia lebih keras dibanding Pendeta Paul. Dia berkata sambil bercerita: “kepada saudari-saudarinya seiman“ , ”apakah kalian tahu bahwasanya setiap dari kalian adalah Hawa? Maka apa yang telah digariskan oleh Allah kepada kalian senantiasa berlangsung sampai masa kita sekarang ini, begitu juga dengan kesalahan berlangsung terus menerus. Dan kalian adalah pintu yang mana syaitan masuk darinya. Dan kalian adalah sebab pada kesalahan memakan buah pohon yang diharamkan. Kalian adalah orang yang paling pertama berbuat maksiat, dan kalian adalah orang-orang yang merayu Adam yang mana syaitan tidak mampu untuk merayunya, maka kalian adalah orang-orang yang menghancurkan hubungan antara manusia dan Tuhan, dan disebabkan maksiat kalianlah anak Tuhan terbunuh”.

Demikian juga Ogestin mengikuti para pendahulunya, maka dia menulis untuk (shiddieq): “Di sana tidak ada perbedaan antara isteri dan ibu, karena kedua keadaan tersebut adalah Hawa yang merayu Adam, dan wajib bagi kita untuk berhati-hati darinya…Aku tidak mengetahui apa faidah perempuan terhadap laki-laki selain dia hanya melahirkan anak-anak”. Dan setelah beberapa abad, seorang Santo (orang suci) yang bernama Thomas Aquainas masih meyakini bahwasanya perempuan itu tidak mempunyai faidah: “Sesungguhnya perempuan tidak ada faidahnya, adapun laki-laki dilahirkan sebagai orang soleh, dan sifat ini diwariskan oleh anak laki-laki sejenisnya, akan tetapi perempuan hina dengan kesalahan sejak dia lahir”.

Dan terakhir, seorang yang diberi gelar sebagai juru damai atau pembaharu yang terkenal Martin Lautser, dia tidak melihat ada faidah pada perempuan kecuali hanya untuk melahirkan banyak anak. “Jika mereka sudah letih dan mulai tua, mereka tidak diperhatikan lagi. Dan mereka akan mati setelah melahirkan, maka ini adalah pekerjaan mereka”. Oleh karena itu, perempuan menjadi makhluk yang sangat hina disebabkan adanya keyakinan bahwasanya Hawalah yang telah merayu Adam sebagaimana yang telah disebutkan dalam bagian Kitab Perjanjian Lama “Penciptaan” pada kitab yang disucikan.

Ringkasnya, bahwa akidah orang Yahudi dan Masihi memandang bahwasanya Hawa berdosa, begitu pula para anak perempuan sejenisnya. Sekarang mari kita perhatikan bagaimana konsep al-Qur`an terhadap perempuan, dan akan kita lihat perbedaan yang cukup jauh mengenai gambaran perempuan menerut versi al-Qur`an dan versi akidah orang-orang Yahudi dan Masihi.

Allah Swt berfirman dalam al-Qur`an al-Karim: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keadaannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yag banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS. Al-Ahzab: 35).

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah: 71).

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain, maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka kedalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik”. (QS. Ali `Imran: 195).

“Barangsiapa berbuat kejahatan maka tidak dibalas kecuali seperti perbuatannya, dan barangsiapa berbuat kebaikan baik dari laki-laki atau perempuan dan dia mukmin, maka mereka akan masuk surga mereka akan diberikan rizki di dalamnya tanpa terhitung”. (QS. Ghafir: 40).

“Barangsiapa yang mengerjakan amal soleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. An-Nahl: 97).

Sangat jelas bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam al-Qur`an. Allah Swt. menciptakan mereka agar mereka menyembah-Nya dan agar mereka melaksanakan amal-amal yang soleh dan agar mereka berhenti (menjauhi) kemunkaran, dan mereka keduanya akan dihisab akan perbuatannya masing-masing. Dan tidak disebutkan dalam al-Qur`an sedikitpun bahwasanya perempuan adalah ibarat pintu yang mana syaitan masuk melalui pintu tersebut, atau bahwasanya perempuan dilahirkan sebagai penipu.

Dan tidak disebutkan sedikitpun dalam al-Qur`an bahwasanya laki-laki adalah gambaran terhadap Tuhan, akan tetapi laki-laki dan perempuan keduanya adalah termasuk ciptaan Allah Swt.. Ayat-ayat al-Qur`an telah menjelaskan bahwasanya fungsi (orientasi) perempuan di bumi bukan hanya sebatas untuk melahirkan anak saja.

Bahkan dia juga harus mengerjakan amal-amal soleh seperti yang diharuskan bagi kaum laki-laki. Al-Qur`an pun tidak mengatakan bahwasanya tidak ada perempuan soleh, akan tetapi sebaliknya al-Qur`an memerintahkan orang-orang mukmin baik laki-laki atau perempuan, agar mereka mencontohi perempuan-perempuan yang soleh seperti Siti Maryam (yang perawan) dan Isteri Fir`aun `alaihimaa as-salaam, karena Allah berfirman dalam Surat At-Tahrim:

“Dan Allah membuat isteri Fir`aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir`aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim. Dan Maryam putri `Imran yang memelihara kehormatannya, maka kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan dia termasuk orang-orang yang ta`at”. (QS. At-Tahriim: 11-12).

&

Peranan Hawa dalam Pengusiran Adam dari Surga

24 Jun

Dr. Yusuf Qardhawy; Fatwa Kontemporer; Fiqih Kontemporer

Pertanyaan:
Ada pendapat yang mengatakan bahwa ibu kita, Hawa, merupakan penyebab diusirnya bapak kita, Adam, dari surga. Dialah yang mendorong Adam untuk memakan buah terlarang, sehingga mereka terusir dari surga dan menyebabkan penderitaan bagi kita (anak cucunya) di dunia.

Pendapat ini dijadikan sandaran untuk merendahkan kedudukan kaum wanita. Berlandaskan peristiwa tersebut, wanita sering dituding sebagai cikal bakal datangnya segala musibah yang terjadi di dunia, baik pada orang-orang dahulu maupun sekarang.

Pertanyaan saya, apakah benar semua pendapat di atas? Adakah dalam Islam dalil yang menunjukkan hal itu, atau kebalikannya?

Kami harap Ustadz berkenan menjelaskannya. Semoga Allah memberikan pahala kepada Ustadz dan menolong Ustadz.

Jawaban:
Pendapat yang ditanyakan saudara penanya, tentang kaum wanita -seperti ibu kita Hawa – yang harus bertanggung jawab atas kesengsaraan hidup manusia, dengan mengatakan bahwa Hawa yang menjerurnuskan Adam untuk memakan buah terlarang … dan seterusnya, tidak diragukan lagi adalah pendapat yang tidak islami.

Sumber pendapat ini ialah Kitabb Taurat dengan segala bagian dan tambahannya. Ini merupakan pendapat yang diimani oleh kaum Yahudi dan Nasrani, serta sering menjadi bahan referensi bagi para pemikir, penyair, dan penulis mereka. Bahkan tidak sedikit (dan ini sangat disayangkan) penulis muslim yang bertaklid buta dengan pendapat tersebut.

Namun, bagi orang yang membaca kisah Adam dalam Al-Qur’an yang ayat-ayatnya (mengenai kisah tersebut) terhimpun dalam beberapa surat, tidak akan bertaklid buta seperti itu. Ia akan menangkap secara jelas fakta-fakta seperti berikut ini.

1. Taklif ilahi untuk tidak memakan buah terlarang itu ditujukan kepada Adam dan Hawa (bukan Adam saja). Allah berfirman: “Dan Kami berfirman, ‘Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang zalim.'” (al-Baqarah: 35)

2. Bahwa yang mendorong keduanya dan menyesatkan keduanya dengan tipu daya, bujuk rayu, dan sumpah palsu ialah setan, sebagaimana difirmankan Allah: “Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula …” (al-Baqarah: 36)
Dalam surat lain terdapat keterangan yang rinci mengenai tipu daya dan bujuk rayu setan: “Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup bagi mereka yaitu auratnya, dan setan berkata, Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orangyang kekal (dalam surga).’ Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya, ‘Sesungguhnya saya termasuk orangyang memberi nasihat kepada kamu berdua.’ Maka setan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasakan buah kayu itu, tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan rnereka menyeru mereka, ‘Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?’ Keduanya berkata, ‘Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orangyang merugi.'” (al-A’raf: 20-23)

Dalam surat Thaha diceritakan bahwa Adam a.s. yang pertama kali diminta pertanggungjawaban tentang pelanggaran itu, bukan Hawa. Karena itu, peringatan dari Allah tersebut ditujukan kepada Adam, sebagai prinsip dan secara khusus. Kekurangan itu dinisbatkan kepada Adam, dan yang dipersalahkan – karena pelanggaran itu – pun adalah Adam. Meskipun istrinya bersama-sama dengannya ikut melakukan pelanggaran, namun petunjuk ayat-ayat itu mengatakan bahwa peranan Hawa tidak seperti peranan Adam, dan seakan-akan Hawa makan dan melanggar itu karena mengikuti Adam.

Allah berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang. Maka kami berkata, ‘Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagõ istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan didalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari didalamnya. ‘Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya (Adam) dengan berkata, ‘Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?’ Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesalah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya. Maka dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk.” (Thaha: 115-122)

3. Al-Qur’an telah menegaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah untuk suatu tugas yang sudah ditentukan sebelum diciptakannya. Para malaikat pada waktu itu sangat ingin mengetahui tugas tersebut, bahkan mereka mengira bahwa mereka lebih layak mengemban itu daripada Adam. Hal ini telah disebutkan dalam beberapa ayat surat al-Baqarah yang disebutkan Allah SWT sebelum menyebutkan ayat-ayat yang membicarakan bertempat tinggalnya Adam dalam surga dan memakan buah terlarang.

Firman Allah: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan befirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar?’ Mereka menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.’ Allah berfirman, ‘Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.’ Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, ‘Bukankah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?'” (al-Baqarah: 30-33)

Disebutkan pula dalam hadits sahih bahwa Adam dan Musa a.s. bertemu di alam gaib. Musa hendak menimpakan kesalahan kepada Adam berkenaan dengan beban yang ditanggung manusia karena kesalahan Adam yang memakan buah terlarang itu (lantas dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi sehingga menanggung beban kehidupan seperti yang mereka alami; penj.) . Kemudian Adam membantah Musa dan mematahkan argumentasinya dengan mengatakan bahwa apa yang terjadi itu sudah merupakan ketentuan ilahi sebelum ia diciptakan, untuk memakmurkan bumi, dan bahwa Musa juga mendapati ketentuan ini tercantum dalam Taurat.

Hadits ini memberikan dua pengertian kepada kita. Pertama, bahwa Musa menghadapkan celaan itu kepada Adam, bukan kepada Hawa. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang disebutkan dalam Taurat (sekarang) bahwa Hawa yang merayu Adam untuk memakan buah terlarang itu tidak benar. Itu adalah perubahan yang dimasukkan orang ke dalam Taurat.

Kedua, bahwa diturunkannya Adam dan anak cucunya ke bumi sudah merupakan ketentuan ilahi dalam takdir-Nya yang luhur dan telah ditulis oleh kalam ilahi dalam Ummul Kitab (Lauh
al-Mahfuzh), untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan melalui risalah-Nya di atas planet ini, sebagaimana yang dikehendaki Allah, sedangkan apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi.

4. Bahwa surga (jannah), tempat Adam diperintahkan untuk berdiam di dalamnya dan memakan buah-buahannya, kecuali satu pohon, dan disuruh hengkang dari sana karena melanggar larangan (memakan buah tersebut), tidak dapat dipastikan bahwa surga tersebut adalah surga yang disediakan Allah untuk orang-orang muttaqin di akhirat kelak. Surga yang
dimaksud belum tentu surga yang di dalamnya Allah menciptakan sesuatu (kenikmatan-kenikmatan) yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan tidak seperti yang terlintas dalam hati manusia.

Para ulama berbeda pendapat mengenai “surga” Adam ini, apakah merupakan surga yang dijanjikan kepada orang-orang mukmin sebagai pahala mereka, ataukah sebuah “jannah” (taman/kebun) dari kebun-kebun dunia, seperti firman Allah: “Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun
(jannah), ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)-nya di pagi hari.” (al-Qalam: 17)

Dalam surat lain Allah berfirman: “Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki. Kami jadikan bagi seorang diantara keduanya (yang kafir) dua buah kebun (jannatain) anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan diantara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu.” (al-Kahfi: 32-33)

Ibnul Qayyim menyebutkan kedua pendapat tersebut dengan dalil-dalilnya masing-masing dalam kitabnya Miftahu Daaris Sa’adah. Silakan membacanya siapa yang ingin mengetahui lebih jauh masalah ini. Wallahu a’lam.

&