Ilmu Al-Qur’an (‘Ulumul Qur’an)
Studi Ilmu-ilmu Al-qur’an; Mannaa’ Khaliil al-Qattaan
Kelahiran ilmu kalam di dalam Islam mempunyai implikasi yang lebih tepat untuk dikatakan sebagai kalam di dalam kalam. Percikan pemikiran yang ada di dalamnya menarik pengikutnya ke dalam kerancuan pemikiran yang tumpang tindih, sebagaimana berada di atas sebagian yang lain. Tragedi tokoh-tokoh ilmu kalam ini mulai tampak ketika membicarakan kemakhlukan al-Qur’an. Maka pendapat dan pandangan mereka tentang kemukjizatan al-Qur’an pun berbeda-beda dan beragam.
1. Abu Ishaq Ibrahim an-Nizaam dan pengikutnya dari kaum Syi’ah seperti al-Murtada berpendapat, kemukjizatan al-Qur’an adalah dengan cara sirfah [pemalingan]. Arti sirfah dalam pandangan an-Nizam ialah, bahwa Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menantang al-Qur’an. Padahal, sebenarnya mereka mampu menghadapinya. Maka pemalingan inilah yang luar biasa [mukjizat]. Sedang sirfah menurut pandangan al-Murtada ialah bahwa Allah telah mencabut dari mereka ilmu-ilmu yang diperlukan untuk menghadapi al-Qur’an agar mereka tidak mampu membuat seperti al-Qur’an.
Pendapat ini menunjukkan kelemahan pemiliknya itu sendiri. Sebab tidak akan dikatakan terhadap orang yang dicabut kemampuannya untuk berbuat sesuatu, bahwa sesuatu itu telah membuatnya lemah selama ia masih mempunyai kesanggupan untuk melakukannya pada suatu waktu. Akan tetapi yang melemahkan [mu’jiz] adalah kekuasaan Allah, dan dengan demikian al-Qur’an bukan mukjizat. Padahal pembicaraan kita tentang kemukjizatan al-Qur’an, bukan kemukjizatan Allah, akan tetap ada sepanjang masa.
Berkata Qadi Abu Bakar al-Baqalani: “Salah satu hal yang membatalkan pendapat sirfah ialah, kalaulah menandingi al-Qur’an itu mungkin tetapi mereka dihalangi oleh sirfah, maka kalam Allah itu tidak mukjizat, melainkan sirfah itulah yang mukjizat. Dengan demikian, kalam tersebut tidak mempunyai kelebihan apa pun atas kalam yang lain.”
Pendapat tentang sirfah ini batil dan ditolak oleh al-Qur’an sendiri dalam firman-Nya yang artinya:
“Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”.” (al-Israa’: 88)
Ayat ini menunjukkan kelemahan mereka meskipun mereka masih mempunyai kemampuan. Dan seandainya kemampuan mereka telah dicabut, maka berkumpulnya jin dan manusia tidak lagi berguna karena perkumpulan itu sama halnya dengan perkumpulan orang-orang mati. Sedang kelemahan orang mati bukanlah sesuatu yang patut disebut-sebut.
2. Satu golongan ulama berpendapat, al-Qur’an itu mukjizat dengan balaghahnya, yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya. Ini adalah pendapat ahli bahasa Arab yang gemar akan bentuk-bentuk makna yang hidup dalam untaian kata-kata yang terjalin kokoh dan retorika yang menarik.
3. Sebagian mereka berpendapat, segi kemukjizatan al-Qur’an itu ialah karena ia mengandung badi’ yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang telah dikenal perkataan orang Arab, seperti faasilah dan maqta.
4. Golongan lain berpendapat, kemukjizatan al-Qur’an itu terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal ghaib yang akan datang yang tidak dapat diketahui kecuali dengan wahyu, dan pada pemberitaannya tentang hal-hal yang sudah terjadi sejak masa penciptaan makhluk, yang tidak mungkin dapat diterangkan oleh seorang ummi yang tidak pernah berhubungan dengan ahli kitab. Misalnya firman Allah tentang penduduk Badar:
“Golongan itu pasti dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” (al-Qamar: 45)
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya.” (al-Fath: 27)
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi.” (an-Nuur: 55)
“Alif laam miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi. Di negeri terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang.” (ar-Ruum: 1-3)
“Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadanya [Muhammad]; tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak [pula] kaummu sebelum ini.” (Huud: 49) dan kisah-kisah orang-orang terdahulu lainnya.
Pendapat golongan ini tidak dapat diterima [mardud], sebab ia menuntut ayat-ayat yang tidak mengandung berita tentang hal-hal ghaib yang akan datang dan yang telah lalu, tidak mengandung mukjizat. Dan ini adalah bathil, sebab Allah telah menjadikan setiap surah sebagai mukjizat tersendiri.
5. Satu golongan berpendapat, al-Qur’an itu mukjizat karena ia mengandung bermacam-macam ilmu dan hikmah sangat dalam. Dan masih banyak lagi aspek-aspek kemukjizatan lainnya yang berkisar pada sekitar tema-tema di atas, sebagaimana telah dihimpun oleh sebagian ulama, mencapai sepuluh aspek atau lebih. Padalah hakekatnya al-Qur’an itu mukjizat dengan segala makna yang dibawakan dan dikandung oleh lafadz-lafadznya.
Ia mukjizat dalam lafadz-lafadz dan uslubnya. Satu huruf daripadanya yang berada di tempatnya merupakan suatu mukjizat yang diperlukan oleh lainnya dalam ikatan kata. Satu kata yang berada di tempatnya juga merupakan mukjizat dalam ikatan kalimat. Dan satu kalimat yang ada di tempatnya pun merupakan mukjizat dalam jalinan surahl
Ia mukjizat dalam hal bayaan [penjelasan, retorika] dan nazam [jalinan]-nya. Di dalamnya seorang pembaca akan menemukan gambaran hidup bagi kehidupan, alam dan manusia. Ia adalah mukjizat dalam makna-maknanya yang telah menyingkapkan tabir hakekat kemanusiaan dan misinya di dalam kosmos ini.
Ia mukjizat dengan segala ilmu dan pengetahuan yang sebagian besar hakekatnya yang ghaib telah diakui dan dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern.
Ia adalah mukjizat dalam tasyri’ dan pemeliharaannya terhadap hak-hak asasi manusia serta dalam pembentukan masyarakat teladan yang di tangannya dunia akan berbahagia.
Al-Qur’an, seluruhnya, itulah yang membuat orang Arab yang semula hanya penggembala domba dan kambing, menjadi pemimpin bangsa-bangsa dan panutan umat. Dan ini saja cukup menjadi bukti mukjizat.
Berkata al-Khattabi dalam kitabnya:
Maka dapat disimpulkan dari keterangan tersebut bahwa al-Qur’an itu mukjizat karena ia datang dengan lafadz-lafadz yang paling fasih, dalam susunan yang paling indah dan mengandung makna-makna yang paling valid, sahih, seperti peng-Esa-an Allah, penyucian sifat-sifat-Nya, ajakan taat kepada-Nya, penjelasan cara ibadah kepada-Nya, dengan menerangkan hal yang dihalalkan dan diharamkan, dilarang dan dibolehkan. Juga seperti nasehat dan bimbingan, amar makruf, nahi munkar, serta bimbingan akhlak yang baik dan larangan dari akhlak buruk.
Semua hal di atas diletakkan pada tempatnya masing-masing sehingga tidak tampak ada sesuatu lain yang lebih baik daripadanya, dan tidak bisa dibayangkan dalam imajinasi akal ada sesuatu lain yang lebih pantas daripadanya.
Di samping itu, ia juga memuat berita tentang sejarah manusia di abad-abad silam dan azab yang diturunkan Allah kepada orang-orang yang durhaka dan menentangnya di antara mereka.
Juga ia menceritakan tentang realitas-realitas yang akan terjadi jauh sebelum terjadi, mengemukakan secara lengkap argumentasi dan hal yang diberi argumentasi, dalil atau bukti dan hal yang dibuktikannya, agar dengan demikian ia lebih kuat, mantap, dalam menetapkan kewajiban dan diperintahkannya dan larangan yang dicegahnya, sebagaimana diserukan dan diberitakannya.
Jelaslah bahwa mendatangkan hal-hal seperti itu lengkap dengan berbagai ragamnya hingga tersusun rapi dan teratur, merupakan sesuatu yang tidak ditanggapi kekuatan manusia dan di luar jangkauan kemampuannya. Dengan demikian, sia-sialah makhluk di hadapannya dan menjadi lemah, tidak mampu, untuk mendatangkan sesuatu yang serupa dengannya.
&
Tag:agama, Al-qur'an, alquran, Aspek-Aspek Kemukjizatan al-Qur’an, ‘Ulumul Qur’an, bahasa indonesia, ilmu, Ilmu Al-Qur’an, info islam, kemukjizatan, Mannaa’ Kahlil al-Qattaan, mukjizat, religion, riwayat