Ilmu Al-Qur’an (‘Ulumul Qur’an)
Studi Ilmu-ilmu Al-qur’an; Mannaa’ Khaliil al-Qattaan
Amtsaal dalam al-Qur’an ada tiga macam: amtsaal musarrahah, amtsaal kaaminah dan amtsaal mursalah.
1. Amtsaal Musarrahah, ialah yang di dalamnya dijelaskan dengan lafaz masal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih. Amtsaal seperti ini banyak ditemukan dalam al-Qur’an dan berikut ini di antaranya:
a. Firman Allah mengenai orang munafik:
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (al-Baqarah: 17-20)
Di dalam ayat ini Allah membuat dua perumpamaan [matsaal] bagi orang munafik: matsaal yang berkenaan dengan api [naar] dalam firman-Nya: “adalah seperti orang yang menyalakan api…” karena di dalam api terdapat unsur cahaya. Dan matsaal yang berkenaan dengan air [maa’]: “…atau seperti [orang-orang yang ditimpa] hujan lebat dari langit…” karena di dalam air terdapat materi kehidupan.
Dan wahyu yang turun dari langit pun bermaksud untuk menerangi hati dan menghidupkannya. Allah menyebutkan juga kedudukan dan fasilitas orang munafik dalam dua keadaan. Di satu sisi mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan; mengingat mereka memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk Islam.
Namun di sisi lain Islam tidak memberikan pengaruh “nur”-nya terhadap hati mereka [munafik] karena Allah menghilangkan cahaya [nur] yang ada dalam api tersebut: “Allah menghilangkan cahaya [yang menyinari] mereka,” dan membiarkan unsur “membakar” yang ada padanya. Inilah perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api.
Mereka matsaal mereka yang berkenaan dengan air [maa’], Allah menyerupakan mereka dengan keadaan orang yang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakkan jari-jemari untuk menyumbat telinga serta memejamkan mata karena takut petir menimpanya. Ini mengingat bahwa al-Qur’an dengan segala peringatan, perintah, larangan, dan khitabnya bagi mereka tidak ubahnya seperti petir yang turun sambar menyambar.
b. Allah menyebutkan pula dua macam matsaal, maa’i dan naari, dalam surah ar-Ra’d, bagi yang hak dan yang batil:
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” (ar-Ra’d: 17)
Wahyu yang diturunkan Allah dari langit untuk kehidupan hati diserupakan dengan air hujan yang diturunkan-Nya untuk kehidupan bumi dan tumbuh-tumbuhan. Dan hati diserupakan dengan lembah. Arus air yang mengalir di lembah membawa buih dan sampah. Begitu pula hidayah dan ilmu bila mengalir di hati akan berpengaruh terhadap nafsu dan syahwat, dengan menghilangkannya. Inilah matsaal maa’i dalam firman-Nya yang artinya: “Dia telah menurunkan air [hujan] dari langit…” demikianlah Allah membuat matsaal bagi yang hak dan yang batil.
Mengenai matsaal naari, dikemukakan dalam firman-Nya: “Dan dari apa [logam] yang mereka lebur dalam api…” Logam, baik emas, perak, tembaga maupun besi, ketika dituangkan ke dalam api, maka api akan menghilangkan kotoran, karat yang melekat padanya, dan memisahkannya dari substansi yang dapat dimanfaatkan sehingga hilanglah karat itu dengan sia-sia. Begitu pula syahwat akan dilemparkan dan dibuang dengan sia-sia oleh hati orang mukmin sebagaimana arus air menghanyutkan sampah atau api melemparkan karat logam.
2. Amtsaal kaaminah, yaitu yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil [pemisalan] tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksinya, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan pada orang yang serupa dengannya. Untuk matsaal ini mereka mengajukan beberapa contoh, di antaranya:
# Ayat-ayat yang senada dengan perkataan: “Sebaik-baik urusan adalah pertengahannya”, yaitu:
a. Firman Allah tentang sapi betina:
“Sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan di antara kedua itu…” (al-Baqarah: 68)
b. Firman-Nya tentang Nafkah:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (al-Furqaan: 67)
“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (al-Israa’: 110)
d. Firman-Nya mengenai infaq:
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya.” (al-Israa’: 29)
# Ayat yang senada dengan perkataan: “Kabar itu tidak sama dengan menyaksikan sendiri.” Misalnya frman Allah tentang Ibrahim as.:
“Allah berfirman: ‘Belum yakinkah kamu ?’ Ibrahim menjawab: ‘Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar bertambah mantap hatiku.” (al-Baqarah: 260)
# Ayat yang senada dengna perkataan: “Sebagaimana kamu telah menghutangkan, maka kamu akan dibayar.” Misalnya:
“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu..” (an-Nisaa’: 123)
# Ayat yang senada dengan perkataan: “Orang mukmin tidak akan disengat dua kali pada lubang yang sama.” Misalnya pada firman-Nya melalui lisan Ya’qub:
“Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?” (Yusuf: 64)
3. Amtsaal Mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsaal. Berikut ini contoh-contohnya:
a. “Sekarang ini jelaslah kebenaran itu.” (Yusuf: 51)
b. “Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain dari Allah.” (an-Najm: 58)
c. “Telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya [kepadaku].” (Yusuf: 41)
d. “Bukankah subuh itu sudah dekat?” (Huud: 81)
e. “Untuk tiap-tiap berita [yang dibawa oleh rasul-rasul] ada [waktu] terjadinya.” (al-An’am: 67)
f. “Dan rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.” (Fathir: 43)
g. “Katakanlah: ‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” (al-Israa’: 84)
h. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu amat baik bagi kamu.” (al-Baqarah: 216)
i. “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (al-Muddatstsir: 38)
j. “Adakah balasan kebaikan selain dari kebaikan [pula]?” (ar-Rahmaan: 60)
k. “Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka [masing-masing].” (al-Mu’minuun: 53)
l. “Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah [pulalah] yang disembah.” (al-Hajj: 73)
m. “Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja!” (ash-Shaffat: 61)
n. “Tidak sama yang buruk dengan yang baik.” (al-Ma’idah: 100)
o. “Betapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.” (al-Baqarah: 249)
p. “Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah.” (al-Hasyr: 14)
Para ulama berbeda pendapat tentang ayat-ayat yang mereka namakan amtsaal mursalah ini, apa atau bagaimana hukum mempergunakannya sebagai matsaal?
Sebagian ahli ilmu memandang hal demikian sebagai telah keluar dari adab al-Qur’an. Berkata ar-Razi ketika menafsirkan ayat: “Untukmu-lah agamamu, dan untukku-lah agamaku.” (al-Kaafiruun: 6): “Sudah menjadi tradisi orang, menjadikan ayat ini sebagai matsaal [untuk membela, membenarkan perbuatannya] ketika ia meninggalkan agama, padahal hal demikian tidak dibenarkan. Sebab Allah menurunkan al-Qur’an bukan untuk dijadikan matsaal, tetapi untuk direnungkan lalu diamalkan kandungannya.”
Golongan lain berpendapat, tak ada halangan apabila seseorang mempergunakan al-Qur’an sebagai matsal dalam keadaan sungguh-sungguh. Misalnya ia merasa sedih dan berduka karena tertimpa bencana, sedangkan sebab-sebab tersingkapnya bencana itu telah terputus dari manusia, lalu ia mengatakan: “Tidak ada yang menyingkapnya selain Allah.” (an-Najm: 58)
Atau ia diajak bicara oleh penganut ajaran sesat yang berusaha membujuknya agar mengikuti ajarannya itu, maka ia menjawab: “Untukmu-lah agamamu dan untukku-lah agamaku.” (al-Kaafiruun: 6). Tetapi berdosa besarlah seseorang yang dengan sengaja pura-pura pandai lalu ia menggunakan al-Qur’an sebagai matsal, sampai-sampai ia terlihat bagai sedang bersenda-gurau. (Balaaghatul Qur-aan, hal. 33)
&