Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat;
Abdurrahman An-Nahlawi
Dalam kerangka pendidikan, perkembangan sosial meliputi aspek-aspek berikut ini:
1. Perkembangan perasaan kemasyarakatan, seperti perasaan terikat, kecenderungan untuk berkelompok, dan kegandrungan untuk saling mengikuti.
2. Perkembangan pengalaman kemasyarakatan dan hal-hal yang dihasilkannya, seperti pola-pola interaksi kelompok, pengetahuan aturan-aturan, pola-pola perilaku bermasyarakat, serta norma-norma kehidupan berkelompok
3. Perkembangan imajinasi kemasyarakatan serta tujuan bersama yang tercermin dalam diri setiap individu sebagai hasil pendidikan masyarakat yang mereka terima. Pendidikan masyarakat ini bisa tercipta melalui partisipasi dalam pesta-pesta, upacara keagamaan, pengenalan berbagai fenomena kelompok, atau melalui bidang ekonomi dan militer.
Pada dasarnya, pendidikan yang bertujuan mewujudkan ketundukan, ketaatan, dan ibadah kepada Allah akan berakhir pada pengembangan perasaan kemasyarakatan yang lebih mulia dan terbuka pada kebaikan. Hal yang pertama kali ditetapkan oleh para sosiolog adalah konsepsi tentang masyarakat. Para sosiolong sepakat mengatakan bahwa masyarakat terbentuk akibat berkumpulnya sekelompok individu yang memiliki gambaran, tujuan, atau kepentingan yang sama, dan semuanya bekerja sama untuk kepentingan tersebut. Kesamaan tersebut mempersatukan mereka dalam berbagai ikatan yang mengikat seluruh individu. Sebagian membantu sebagian yang lain. Mereka membiasakan diri untuk menyukai kehidupan bersama, tolong menolong, dan tanggung jawab.
Dalam pendidikan Islam, tujuan kemasyarakatan didefinisikan sebagai upaya mempersatukan individu yang tercerai berai serta mengikat hati dan perasaan mereka dalam ikatan yang kuat, kokoh, dan tidak berubah-ubah. Realisasi tujuan tersebut memerlukan konsistensi individu dalam berfikir, beribadah, dan mempraktikkan syariat pada konsepsi Islam tentang alam semesta. Konsistensi terhadap syariat Islam serta realisasi syariat itu dalam kehidupan sehari-hari harus menjadi rangkaian konsepsi masyarakat muslim yang menjanjikan kedalaman, kesadaran, kejelasan, keteguhan, kemurnian, dan kelogisan. Itulah yang membedakan masyarakat muslim dari masyarakat lainnya.
Pada masyarakat yang tidak Islami, kita akan menemukan individu yang menerima konvensi kemasyarakatan secara membabi buta melalui peniruan-peniruan. Jika kita melihat pendidikan Islam, kita akan menemukan individu-individu yang merasa puas jika telah diberi kebebasan berfikir, kejelasan atas tujuan bersama, dan perasaan bangga atas tujuan tersebut. Selain itu, masyarakat muslim pun akan merasakan kebersamaan yang direalisasikan melalui Idul Adha, atau melalui shalat berjamaah. Demikian kita menemukan gambaran kolektif islami ini membentuk kebudayaan dan pemikiran seorang muslim, menjadi kontrol utama dalam perilaku bermasyarakat, dan menjadi tendensi psikologis yang mendalam tanpa kepura-puraan.
Melalui pendidikan islami, masyarakat akan memiliki otoritas dalam pelaksanaan syariat dan akidah Islam dengan tetap berpedoman pada konsepsi saling berpesan dalam kebenaran, saling menasehati, dan saling melarang dalam kemunkaran. Dengan tujuan yang bersifat kolektif, pendidikan Islam telah memurnikan penghambaan murni hanya kepada Allah serta menyatukan ide dan fikiran dalam tujuan yang sama. Dengan demikian, seluruh umat Islam akan terikat pada tauhid yang memegang amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana difirmankan Allah ini:
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah kepada yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (Ali Imran: 110)
Al-Qur’an pun menjelaskan kewajiban berwali kepada Allah:
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak [pula] mereka bersedih hati. [yaitu] orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (Yunus: 62-63)
Sebagian mukmin pun merupakan wali bagi sebagian yang lain. Mereka dilarang mengambil wali selain mukmin untuk dirinya. Yang harus mengikat mereka hanyalah persaudaraan dalam keimanan.
Demikianlah, melalui penempatan anak dengan konsep pendidikan Islam, kita telah mempersiapkan anak-anak dalam pengembangan ikatan sosialnya sehingga dalam praktiknya, anak-anak akan terhindar dari praktik diskriminasi, kedhaliman, invasi, dan kejahatan-kejahatan lainnya. Dengan demikian, keterkaitan pendidikan Islam terwujud hanya karena agama yang satu, bukan hanya karena kesamaan bahasa atau nasionalisme.
&