Masak Nasi di Gunung
Opini dan Dakwah
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala telah menciptakan alam dan tumbuh-tumbuhan dengan berbagai aneka ragam. Semua itu akan menjadi pemandangan indah. Dan biasanya kita akan menemukan itu semua di daerah pegunungan. Kemudian dalam rangka dzikir kepada Allah Yang Maha Esa, manusia akan melakukan rekreasi berkunjung ke daerah-daerah tersebut. Bahkan mendirikan tenda untuk menginap beberapa hari. Dan duduk di depan tenda sambil membaca al-Qur’an dan sesekali melepaskan pandangan menyapu lukisan alam yang ada.
Sebuah rekreasi memang melelahkan. Namun kepuasan jiwa akan mengobati semua itu. Apalagi ketika menyalakan api unggun yang sekaligus dijadikan sebagai sarana memasak nasi. Dan di sini kita akan mendapatkan fakta bahwa nasi yang sudah siap makan itu ternyata kurang enak jika dibanding dimasak di rumah.
Jika diingat pengetahuan yang diperoleh dalam pelajaran IPA, kita akan tahu bahwa tekanan udara di gunung lebih rendah daripada dataran rendah sehingga air akan matang sebelum suhu mencapai 100 derajat Celcius. Karena itu, nasi yang dimasak di gunung akan kurang matang karena airnya matang lebih dulu. Tetapi mudah-mudahan karunia Allah berupa suasana yang menyenangkan selama rekreasi itu tidak ternoda oleh masakan nasi yang kurang tanak itu. Apalagi sebenarnya bisa disiasati dengan cara menaruh batu di atas tutup panci saat memasak di gunung guna menaikkan tekanan udara sehingga hasil yang diperoleh tetap maksimal. Subhaanallaah, inna ma’al ‘usri yusran (Maha suci Allah, sesungguhnya di balik kesulitan itu ada kemudahan).