Tag Archives: mukjizat

Kemukjizatan Bahasa al-Qur’an

13 Mar

Ilmu Al-Qur’an (‘Ulumul Qur’an)
Studi Ilmu-ilmu Al-qur’an; Mannaa’ Khaliil al-Qattaan

Para ahli bahasa telah menekuni ilmu bahasa ini dengan segala variasinya sejak bahasa itu tumbuh sampai remaja dan mekar dan menjadi raksasa perkasa yang tegar dalam masa kemudaannya. Mereka menggubah puisi dan prosa, kata-kata bijak dan masal yang tunduk pada aturan bayan dan diekspresikan dalam uslub-uslubnya yang memukau, dalam gaya hakiki dan majaazi [metafora], itnaab dan ijaz, serta tutur dan ucapannya.

Meskipun bahasa itu telah meningkat dan tinggi, tetapi di hadapan al-Qur’an, dengan kemukjizatan bahasanya, ia menjadi pecahan-pecahan kecil yang tunduk menghormat dan takut terhadap uslub al-Qur’an.

Sejarah Arab yang tidak pernah mengenal suatu masa di mana bahasa berkembang sedemikian pesatnya melainkan tokoh-tokoh dan guru-gurunya bertekuk lutut di hadapan bayaan qur’ani, sebagai manifestasi pengakuan akan ketinggiannya dan mengenali misteri-misterinya.

Hal ini tidaklah mengherankan, sebab “itulah sunnah Allah dalam ayat-ayat yang dibuat dengan kedua tangan-Nya. Semakin anda mengenali dan mengetahui rahasia-rahasianya, akan semakin akan semakin tunduk pula kepada kebesarannya dan semakin yakin akan kemukjizatannya. Ini sangat berbeda dengan karya-karya makhluk. Pengetahuan tentang rahasia-rahasianya akan menjadikan anda menguasainya dan membukakan bagi anda jalan untuk menambahnya. Atas dasar itulah tukang-tukang sihir Fir’aun adalah orang yang pertama-tama beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun.

Dalam pada itu mereka yang dirasuki ketertipuan dan ditimpa noda kesombongan serta berusaha menandingi uslub al-Qur’an, menirunya dengan dengan bualan kosong yang lebih menyerupai kata-kata hina, rendah, igauan dan kesia-siaan. Dan akhirnya mereka kembali dalam keadaan rugi, seperti mereka yang mengaku menjadi nabi, para dajjal, pendusta dan sebangsanya.

Sejarah menyaksikan, ahli-ahli bahasa telah terjun ke dalam medan festifal bahasa dan mereka memperoleh kemenangan. Tapi tidak seorangpun di antara mereka yang berani memproklamirkan dirinya menantang al-Qur’an, melainkan ia hanya mendapatkan kehinaan dan kekalahan.

Bahkan sejarah mencatat, kelemahan bahasa ini terjadi justru pada masa kejayaan dan kemajuannya ketiak al-Qur’an diturunkan. Saat itu bahasa Arab telah mencapai puncaknya dan memiliki unsur-unsur kesempurnaan dan kehalusan di lembaga-lembaga dan pasar bahasa.

Dan al-Qur’an berdiri tegak di hadapan para ahli bahasa dengan sikap menantang, dengan berbagai bentuk tantangan. Volume tantangan ini kemudian secara berangsur-angsur diturunkan menjadi lebih ringan, dari sepuluh surah menjadi satu surah, dan bahkan menjadi satu pembicaraan yang serupa dengannya.

Namun demikian tidak seorangpun dari mereka sanggup menandingi dan mengimbanginya, padahal mereka adalah orang-orang sombong, tinggi hati dan pantang dikalahkan. Seandainya mereka punya kemampuan untuk meniru sedikit saja daripadanya atau mendapatkan celah-celah kelemahan di dalamnya, tentu mereka tidak akan repot-repot menghunus pedang dalam menghadapi tantangan tersebut, sesudah kemampuan retorika mereka lemah dan pena mereka pecah.

Kurun waktu terus silih berganti melewati ahli-ahli bahasa Arab, tetapi kemukjizatan al-Qur’an tetap tegar bagai gunung yang menjulang tinggi. Di hadapannya semua kepala bertekuk lutut dan tunduk, tidak terpikirkan untuk mengimbanginya, apalagi mengunggulinya, karena terlalu lemah dan tidak bergairah menghadapi tantangan berat ini. Dan senantiasa akan tetap demikian keadaannya sampai hari kiamat.

Tidak seorangpun dapat mendakwakan bahwa menandingi al-Qur’an itu tidak perlu, meskipun hal demikian itu sesuatu yang mungkin. Sebab sejarah mencatat bahwa telah terpenuhi faktor-faktor kuat yang mendorong mereka untuk menandingi al-Qur’an. Yaitu di saat mereka bersikap ingkar, menolak risalah dan pembawanya, juga di saat al-Qur’an mengobarkan fanatisme mereka, menganggap dungu fikirannya serta menantang mereka secara terbuka yang dapat membangkitkan dendam para pengecut licik, padahal mereka orang-orang sombong dan tinggi hati.

Maka mereka melakukan berbagai tindakan terhadap Rasulullah saw., menawarkan kepadanya harta dan kerajaan agar beliau berhenti dari aktifitas dakwahnya di samping melakukan blokade terhadapnya dan orang-orang yang bersamanya agar mati kelaparan; juga mereka menuduhnya sebagai tukang sihir yang gila, lalu berkomplot untuk menangkap, membunuh atau mengusirnya.

Akhirnya menemukan jalan satu-satunya untuk membungkam Rasulullah saw. yaitu dengan cara mendatangkan kehadapannya kalam yang serupa dengan apa yang dibawanya kepada mereka. “Bukankah yang demikian itu lebih mudah bagi mereka dan lebih kekal jika persoalannya ada di tangan mereka? akan tetapi, mereka menempuh segala cara kecuali cara ini. Dan adalah pembunuhan, penawanan, kemiskinan dan kehinaan, semua itu dirasa lebih ringan bagi mereka daripada menempuh jalan rumit yang mereka temukan itu. Adakah kelemahan lain jika yang demikian itu bukan kelemahan?”

Al-Qur’an di mana orang Arab tidak mampu menandinginya itu, sebenarnya tidak keluar dari aturan-aturan kalam mereka, baik lafadz dan huruf-hurufnya maupun susunan dan uslubnya. Akan tetapi al-Qur’an jalinan huruf-hurufnya serasi, ungkapannya indah, uslubnya manis, ayat-ayatnya teratur, serta memperhatikan situasi dan kondisi dalam berbagai macam bayannya, baik dalam jumlah ismiah dan fi’liah-nya, dalam nafi’ dan isbat-nay, dalam dzikr dan hazf-nya, dalam tankir dan ta’rif-nya, dalam taqdim dan ta’khir-nya, dalam itnab dan ijaz-nya, dalam umum dan khususnya, dalam mutlaq dan muqayyad-nya, dalam nass dan fahwa-nya, maupun dalam hal lainnya. Dalam hal-hal tersebut dan yang serupa al-Qur’an telah mencapai puncak tertinggi yang tidak sanggup kemampuan bahasa manusia untuk menghadapinya.

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Walid bin Mughirah datang kepada Nabi saw. lalu Nabi membacakan al-Qur’an kepadanya, maka hati Walid menjadi lunak karenanya. Berita ini sampai kepada Abu Jahal. Lalu ia mendatanginya seraya berkata, “Wahai pamanku, Walid, sesungguhnya kaummu hendak mengumpulkan harta benda untuk diberikan kepadamu, tetapi kamu malah datang kepada Muhammad untuk mendapatkan anugerahnya.”

Walid menjawab, “Sungguh kaum Quraisy telah mengetahui bahwa aku adalah orang yang paling banyak hartanya.” Abu Jahal berkata, “Kalau begitu katakanlah tentang dia, kata-kata yang akan kau sampaikan kepada kaummu bahwa kamu mengingkari dan membenci Muhammad.” Walid menjawab, “Apa yang harus kukatakan? Demi Allah, di antara kamu tidak ada seorangpun yang lebih tahu daripada aku tentang syair-syair tersebut. Demi Allah, kata-kata yang diucapkannya sungguh manis; bagian atasnya berbuah dan bagian bawahnya mengalirkan air segar. Ucapannya itu sungguh tinggi, tak dapat diungguli, bahkan dapat menghancurkan apa yang ada di bawahnya.”

Abu Jahal menimpali: “Demi Allah, kaummu tidak akan senang sampai kamu mengatakan sesuatu tentang dia.” Walid menjawab, “Biarlah aku berfikir sebentar.” Maka setelah berfikir, ia berkata, “Ini adalah sihir yang dipelajari. Ia mempelajarinya dari orang lain.” Lalu turunlah firman Allah: ‘Biarlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendiri.’ (al-Muddatstsir: 11)”

(Hadits dikeluarkan dan dinyatakan shahih oleh Hakim, dan Baihaqi dalam ad-Dalaa’il)

Setiap manusia memusatkan perhatiannya pada al-Qur’an, ia tentu akan mendapatkan rahasia-rahasia kemukjizatan aspek bahasanya tersebut. Ia dapatkan kemukjizatan itu dalam keteraturan bunyinya yang indah melalui nada huruf-hurufnya ketika ia mendengar harakat dan sukun-nya, madd dan ghunnahnya, faasilah dan maqta’nya, sehingga telinga tidak pernah merasa bosan, bahkan ingin senantiasa terus mendengarnya.

Kemukjizatan itu pun dapat ia temukan dalam lafadz-lafadznya yang memenuhi hak setiap makna pada tempatnya. Tidak satupun di antara lafadz-lafadz itu yang dikatakan sebagai kelebihan. Juga tidak ada seorang peneliti terhadap suatu tempat [dalam al-Qur’an] menyatakan bahwa pada tempat itu perlu ditambahkan suatu lafadz karena ada kekurangan.

Kemukjizatan didapatkan pula dalam macam-macam khitab di mana berbagai golongan manusia yang berbeda tingkat intelektualitas dapat memahami khitab itu sesuai dengan tingkat akalnya, sehingga masing-masing dari mereka memandangnya cocok dengan tingkatan akalnya dan sesuai dengan keperluannya, baik mereka orang awam maupun kalangan ahli. “Dan sesungguhnya Kami telah memudahkan al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (al-Qamar: 17)

Demikian pula kemukjizatan ditemukan dalam sifatnya yang dapat memuaskan akal dan menyenangkan perasaan. Al-Qur’an dapat memenuhi kebutuhan jiwa manusia, pemikiran maupun perasaan, secara sama dan berimbang. Kekuatan pikir tidak akan menindas kekuatan rasa dan kekuatan rasa pun tidak akan menindas kekuatan pikir.

Demikianlah, setiap perhatian difokuskan maka akan tegaklah di hadapannya hujjah-hujjah al-Qur’an dalam sikap menantang dan memperlihatkan kemukjizatan.

Qadi Abu Bakar al-Baqalani berkata: Keindahan susunan Al-Qur’an mengandung beberapa aspek kemukjizatan. Di antaranya ada yang kembali kepada kalimat, yaitu bahwa susunan al-Qur’an, dengan berbagai wajah dan madzhabnya berbeda dengan sistem dan tata urutan yang telah umum dan dikenal luas dalam perkataan mereka. Ia mempunyai uslub yang khas dan berbeda dengan uslub-uslub kalam biasa.

Dalam hubungan ini perlu dijelaskan, cara-cara membuat dan menentukan kalam yang indah dan teratur terbagi atas ‘aruud-‘aruud syair dengan berbagai macamnya; terbagi lagi atas macam-macam kalam berwazan tanpa memperhatikan qaafiyah [kata terakhir dalam bait]; kemudian atas macam-macam kalam yang berimbang dan bersajak; kalam berimbang dan berwazan tanpa sajak; prosa yang di dalamnya dituntut ketepatan, kemanfaatan dan pemberian makna yang dikemukakan dalam bentuk yang indah dan susunan yang halus sekalipun wazannya tidak seimbang.

Dan itu serupa dengan sejumlah kalam yang direka-reka tanpa fungsi. Kita tahu bahwa al-Qur’an berlainan dengan cara-cara seperti itu dan berbeda dengan semua ragamnya. Al-Qur’an tidak termasuk sajak dan tidak pula termasuk golongan syair. Oleh karena berbeda dengan semua macam kalam dan uslub khitab mereka, maka jelaslah bahwa al-Qur’an keluar dari kebiasaan dan ia adalah mukjizat. Inilah sifat-sifat khas yang kembali kepada al-Qur’an secara global dan berbeda dengan semuanya itu..

Orang Arab tidak mempunyai kalam yang mencakup fasaahah, gharaabah [keanehan], rekayasa yang indah, makna yang halus, faedah yang melimpah, hikmah yang meruah, keserasian balaghah dan ketrampilan baraa’ah sebanyak dan dalam kadar seperti itu. Kata-kata hikmah [bijak] mereka hanyalah beberapa patah kata dan sejumlah lafaz.

Dan para penyairnya pun hanya mampu menggubah beberapa buah qasidah. Itupun mengandung kerancuan dan kontradiksi serta pemaksaan dan kekaburan. Sedangkan al-Qur’an, yang sedemikian banyak dan panjang, ke-fasaahah-annya senantiasa indah dan serasi, sesuai dengan apa yang digambarkan Allah:

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik [yaitu] al-Qur’an yang serupa [mutu ayat-ayatnya] lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.” (az-Zumar: 23)

“Dan sekiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.” (an-Nisaa’: 82) dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa perkataan manusia itu jika banyak, maka akan terjadi kontradiksi di dalamnya dan akan nampak pula kekacauannya.

Betapa menakjubkan rangkaian al-Qur’an dan betapa indah susunannya. Tidak ada kontradiksi dan perbedaan di dalamnya, padahal ia membeberkan banyak segi yang dicakupnya, seperti kisah dan nasehat, argumentasi, hikmah dan hukum, tuntutan dan peringatan, janji dan ancaman, kabar gembira dan berita duka, serta akhlak mulia, pekerti tinggi, perilaku baik dan lain sebagainya.

Sementara itu kita dapatkan kalam pujangga pentolan, penyair ulung dan orator agitator akan berbeda-beda dan berlainan sesuai dengan perbedaan hal-hal tersebut. Di antara penyair ada yang hanya pandai memuji tetapi tidak pandai mencela. Ada yang unggul dalam kelalaian tetapi tidak pandai dalam peringatan. Ada juga yang hanya pandai melukiskan unta dan kuda, memerikan perjalanan malam, menggambarkan peperangan, taman, khamar, senda gurau, cumbuan dan lain-lainnya yang dapat dicakup dalam syair dan dituangkan dalam kalam.

Oleh karena itu maka dijadikanlah Umru’ul Qais sebagai contoh dalam berkendaraan, an-Nabighah sebagai contoh dalam mengancam dan Zuhair dalam membujuk. Dan yang demikian ini pun berbeda-beda pula dalam hal pidato, surat-menyurat dan jenis-jenis kalam lainnya…

Setelah merenungkan sistem jalinan dan susunan al-Qur’an, kita akan mendapatkan bahwa semua aspek dan segi yang ditangani dan dikandungnya, sebagaimana telah kita sebutkan, berada dalam satu batas keindahan sistem dan keelokan susunan dan pemerian, tanpa perbedaan dan penurunan dari tingkat yang tinggi. Dan dengan demikian kita yakin, al-Qur’an adalah sesuatu hal di luar kemampuan manusia.

&

Aspek-Aspek Kemukjizatan al-Qur’an

9 Mar

Ilmu Al-Qur’an (‘Ulumul Qur’an)
Studi Ilmu-ilmu Al-qur’an; Mannaa’ Khaliil al-Qattaan

Kelahiran ilmu kalam di dalam Islam mempunyai implikasi yang lebih tepat untuk dikatakan sebagai kalam di dalam kalam. Percikan pemikiran yang ada di dalamnya menarik pengikutnya ke dalam kerancuan pemikiran yang tumpang tindih, sebagaimana berada di atas sebagian yang lain. Tragedi tokoh-tokoh ilmu kalam ini mulai tampak ketika membicarakan kemakhlukan al-Qur’an. Maka pendapat dan pandangan mereka tentang kemukjizatan al-Qur’an pun berbeda-beda dan beragam.

1. Abu Ishaq Ibrahim an-Nizaam dan pengikutnya dari kaum Syi’ah seperti al-Murtada berpendapat, kemukjizatan al-Qur’an adalah dengan cara sirfah [pemalingan]. Arti sirfah dalam pandangan an-Nizam ialah, bahwa Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menantang al-Qur’an. Padahal, sebenarnya mereka mampu menghadapinya. Maka pemalingan inilah yang luar biasa [mukjizat]. Sedang sirfah menurut pandangan al-Murtada ialah bahwa Allah telah mencabut dari mereka ilmu-ilmu yang diperlukan untuk menghadapi al-Qur’an agar mereka tidak mampu membuat seperti al-Qur’an.

Pendapat ini menunjukkan kelemahan pemiliknya itu sendiri. Sebab tidak akan dikatakan terhadap orang yang dicabut kemampuannya untuk berbuat sesuatu, bahwa sesuatu itu telah membuatnya lemah selama ia masih mempunyai kesanggupan untuk melakukannya pada suatu waktu. Akan tetapi yang melemahkan [mu’jiz] adalah kekuasaan Allah, dan dengan demikian al-Qur’an bukan mukjizat. Padahal pembicaraan kita tentang kemukjizatan al-Qur’an, bukan kemukjizatan Allah, akan tetap ada sepanjang masa.

Berkata Qadi Abu Bakar al-Baqalani: “Salah satu hal yang membatalkan pendapat sirfah ialah, kalaulah menandingi al-Qur’an itu mungkin tetapi mereka dihalangi oleh sirfah, maka kalam Allah itu tidak mukjizat, melainkan sirfah itulah yang mukjizat. Dengan demikian, kalam tersebut tidak mempunyai kelebihan apa pun atas kalam yang lain.”

Pendapat tentang sirfah ini batil dan ditolak oleh al-Qur’an sendiri dalam firman-Nya yang artinya:

“Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”.” (al-Israa’: 88)

Ayat ini menunjukkan kelemahan mereka meskipun mereka masih mempunyai kemampuan. Dan seandainya kemampuan mereka telah dicabut, maka berkumpulnya jin dan manusia tidak lagi berguna karena perkumpulan itu sama halnya dengan perkumpulan orang-orang mati. Sedang kelemahan orang mati bukanlah sesuatu yang patut disebut-sebut.

2. Satu golongan ulama berpendapat, al-Qur’an itu mukjizat dengan balaghahnya, yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya. Ini adalah pendapat ahli bahasa Arab yang gemar akan bentuk-bentuk makna yang hidup dalam untaian kata-kata yang terjalin kokoh dan retorika yang menarik.

3. Sebagian mereka berpendapat, segi kemukjizatan al-Qur’an itu ialah karena ia mengandung badi’ yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang telah dikenal perkataan orang Arab, seperti faasilah dan maqta.

4. Golongan lain berpendapat, kemukjizatan al-Qur’an itu terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal ghaib yang akan datang yang tidak dapat diketahui kecuali dengan wahyu, dan pada pemberitaannya tentang hal-hal yang sudah terjadi sejak masa penciptaan makhluk, yang tidak mungkin dapat diterangkan oleh seorang ummi yang tidak pernah berhubungan dengan ahli kitab. Misalnya firman Allah tentang penduduk Badar:

“Golongan itu pasti dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” (al-Qamar: 45)

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya.” (al-Fath: 27)

“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi.” (an-Nuur: 55)

“Alif laam miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi. Di negeri terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang.” (ar-Ruum: 1-3)

“Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadanya [Muhammad]; tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak [pula] kaummu sebelum ini.” (Huud: 49) dan kisah-kisah orang-orang terdahulu lainnya.

Pendapat golongan ini tidak dapat diterima [mardud], sebab ia menuntut ayat-ayat yang tidak mengandung berita tentang hal-hal ghaib yang akan datang dan yang telah lalu, tidak mengandung mukjizat. Dan ini adalah bathil, sebab Allah telah menjadikan setiap surah sebagai mukjizat tersendiri.

5. Satu golongan berpendapat, al-Qur’an itu mukjizat karena ia mengandung bermacam-macam ilmu dan hikmah sangat dalam. Dan masih banyak lagi aspek-aspek kemukjizatan lainnya yang berkisar pada sekitar tema-tema di atas, sebagaimana telah dihimpun oleh sebagian ulama, mencapai sepuluh aspek atau lebih. Padalah hakekatnya al-Qur’an itu mukjizat dengan segala makna yang dibawakan dan dikandung oleh lafadz-lafadznya.

Ia mukjizat dalam lafadz-lafadz dan uslubnya. Satu huruf daripadanya yang berada di tempatnya merupakan suatu mukjizat yang diperlukan oleh lainnya dalam ikatan kata. Satu kata yang berada di tempatnya juga merupakan mukjizat dalam ikatan kalimat. Dan satu kalimat yang ada di tempatnya pun merupakan mukjizat dalam jalinan surahl

Ia mukjizat dalam hal bayaan [penjelasan, retorika] dan nazam [jalinan]-nya. Di dalamnya seorang pembaca akan menemukan gambaran hidup bagi kehidupan, alam dan manusia. Ia adalah mukjizat dalam makna-maknanya yang telah menyingkapkan tabir hakekat kemanusiaan dan misinya di dalam kosmos ini.

Ia mukjizat dengan segala ilmu dan pengetahuan yang sebagian besar hakekatnya yang ghaib telah diakui dan dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern.

Ia adalah mukjizat dalam tasyri’ dan pemeliharaannya terhadap hak-hak asasi manusia serta dalam pembentukan masyarakat teladan yang di tangannya dunia akan berbahagia.

Al-Qur’an, seluruhnya, itulah yang membuat orang Arab yang semula hanya penggembala domba dan kambing, menjadi pemimpin bangsa-bangsa dan panutan umat. Dan ini saja cukup menjadi bukti mukjizat.

Berkata al-Khattabi dalam kitabnya:

Maka dapat disimpulkan dari keterangan tersebut bahwa al-Qur’an itu mukjizat karena ia datang dengan lafadz-lafadz yang paling fasih, dalam susunan yang paling indah dan mengandung makna-makna yang paling valid, sahih, seperti peng-Esa-an Allah, penyucian sifat-sifat-Nya, ajakan taat kepada-Nya, penjelasan cara ibadah kepada-Nya, dengan menerangkan hal yang dihalalkan dan diharamkan, dilarang dan dibolehkan. Juga seperti nasehat dan bimbingan, amar makruf, nahi munkar, serta bimbingan akhlak yang baik dan larangan dari akhlak buruk.

Semua hal di atas diletakkan pada tempatnya masing-masing sehingga tidak tampak ada sesuatu lain yang lebih baik daripadanya, dan tidak bisa dibayangkan dalam imajinasi akal ada sesuatu lain yang lebih pantas daripadanya.

Di samping itu, ia juga memuat berita tentang sejarah manusia di abad-abad silam dan azab yang diturunkan Allah kepada orang-orang yang durhaka dan menentangnya di antara mereka.

Juga ia menceritakan tentang realitas-realitas yang akan terjadi jauh sebelum terjadi, mengemukakan secara lengkap argumentasi dan hal yang diberi argumentasi, dalil atau bukti dan hal yang dibuktikannya, agar dengan demikian ia lebih kuat, mantap, dalam menetapkan kewajiban dan diperintahkannya dan larangan yang dicegahnya, sebagaimana diserukan dan diberitakannya.

Jelaslah bahwa mendatangkan hal-hal seperti itu lengkap dengan berbagai ragamnya hingga tersusun rapi dan teratur, merupakan sesuatu yang tidak ditanggapi kekuatan manusia dan di luar jangkauan kemampuannya. Dengan demikian, sia-sialah makhluk di hadapannya dan menjadi lemah, tidak mampu, untuk mendatangkan sesuatu yang serupa dengannya.

&

Mukjizat-Mukjizat Rasulullah SAW

13 Mei

Sejarah Rasulullah saw.
Al-Hafiz Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al-Maqdisy
Penerjemah: Team Indonesia; Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah; IslamHouse.com

-Mukjizat teragung dan kejelasannya telah terbukti adalah al-Qu’ar al-Karim; yang tidak datang padanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji; yang menjadikan para ahli Bahasa dan orang-orang yang fasih harus bertekuk lutut; mereka tidak mampu membuat kalimat-kalimat serupa dengan alQur’an walau hanya 10 surat, atau 1 surat, bahkan hanya 1 ayat. Orang-orang musyrik pun mengakui kemukjizatannya, bahkan para penentang Islam orang-orang atheis pun meyakini kebenarannya.

-Orang-orang musyrik pernah meminta Rasulullah SAW untuk menunjukkan satu mukjizat, maka beliau pun menunjukkan dengan terbelahnya bulan hingga hampir terpisah menjadi dua bagian.itulah maksud ayat Allah di surat alQomar ayat 1: Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan.

-Rasulullah saw berkata:“Sesungguhnya Allah Ta’ala menghimpun bumi untukku, hingga aku melihat bagian timur dan baratnya. Dan kekuasaan umatku akan mencapai apa yang telah dihimpun Allah itu“. Dan Allah membuktikan kebenaran perkataan Rasulullah SAW tersebut, dengan tercapainya kekuasaan umatnya yang meliputi ujung timur dan ujung barat, dan tidak tersebar ke utara dan selatan.

-Rasulullah saw terbiasa berkhutbah di atas potongan batang kurma, suatu ketika beliau membuat mimbar, dan berdiri di atasnya, maka terdengarlah tangisan dari batang kurma seperti tangisan…..

-Diantara mukjizat yang lain adalah terpancarnya air dari sela-sela jemarinya, terjadi tidak hanya sekali.

-Bertasbihnya kerikil di telapak tangannya, lalu beliau menaruhnya di telapak Abu Bakar, lalu Umar, lalu Usman, dan kerikil itu tetap bertasbih.

-Para Sahabat mendengar makanan bertasbih pada saat Rasulullah saw bersama mereka, sementara makanan tersebut sedang disantap.

-Bebatuan dan pepohonan mengucapkan salam pada Rasulullah saw pada malam beliau diangkat jadi Rasul.

-Paha kambing yang beracun berbicara pada Rasulullah saw. Orang-orang yang makan kambing beracun bersamanya meninggal dunia, sementara beliau meninggal 4 tahun kemudian.

-Serigala bersaksi atas kenabian Rasulullah saw.

-Suatu ketika, beliau dalam perjalanan, dan melewati seekor unta yang kehausan dan minta minum padanya. Maka tatkala melihat onta tersebut berjalan dengan menyeret kaki dan meletakkan leher depannya, beliau bersabda: “sesungguhnya dia mengeluh karena terlalu banyak kerja dan diberi makan sedikit”

-Di saat yang lain beliau masuk sebuah tembok yang dibalik tembok itu terdapat onta. Tatkala onta tersebut dilihat Rasulullah saw, ia merintih dan menangis. Maka beliau pun berkata pada pemiliknya:”Sesungguhnya ia mengadu padaku, bahwa engkau membuatnya kelaparan, dan menjadikannya letih (karena banyak kerja).

-Suatu saat beliau masuk sebuah tembok yang lain, dan dibalik tembok itu terdapat 2 ekor onta jantan. Sementara pemiliknya kesulitan untuk menggiring keduanya (karena berontak). Ketika salah satu onta tersebut melihat Rasulullah saw, tiba-tiba duduk menderum di hadapannya. Maka Rasulullah saw pun menenangkannya dan membawanya pada pemiliknya. Onta kedua pun melakukan hal yang sama.

-Suatu saat beliau tidur dalam sebuah perjalanan, tiba tiba datanglah sebuah pohon, membelah bumi dan tegak menaungi Rasulullah saw. Tatkala beliau bangun, diceritakanlah kejadian tersebut padanya. Maka beliau pun bersabda: “Pohon tersebut telah minta ijin pada Tuhannya untuk mengucapkan salam pada Rasulullah saw, lalu Tuhan pun mengijinkannya.

-Beliau menyuruh 2 batang pohon untuk berkumpul, maka keduanya pun berkumpul. dan menyuruh keduanya untuk berpisah kembali, maka keduanya pun berpisah.

-Seorang Arab Badui minta pada Rasulullah saw untuk menunjukkan sebuah mukjizat, maka beliau pun memanggol sebatang pohon. Pohon tersebut langsung memotong akarnya dan datang kehadapan Rasulullah saw. Tatkala beliau menyuruhnya untuk kembali, kembalilah pohon tersebut ke tempatnya semula.

-Beliau ingin memotong 6 ekor onta gemuk. Tiba-tiba keenam ekor onta tersebut mendekat padanya, hingga beliau dapat dengan mudah menyembelihnya satu demi satu.

-Beliau mengusap tetek kambing betina yang tidak hamil, dan tidak dikawini pejantan, maka mengalir deraslah susu dari tetek kambing tersebut. Beliau pun meminumnya dan memberikannya juga pada Abu Bakar.Kisah semacam ini juga terjadi di kemah Umi Ma’bad al Khuzaiyah.

-Salah satu bola mata Abu Qotadah bin Nu’man adz Dzofari keluar hingga jatuh di tangannya, lalu Rasulullah saw pun mengembalikannya. Maka mata tersebut menjadi paling bagus dan tajam dibanding mata yang sebelahnya. Diriwayatkan????…

-Kedua mata Ali bin Abi Thalib ra pernah sakit , lalu Rasulullah saw pun meludahinya. Maka sembuhlah saat itu juga. Dan tidak pernah sakit mata lagi. Dia juga didoakan Rasulullah saw saat sakit, lalu sembuhlah ia. Dan setelah itu tidak pernah lagi mengeluh kesakitan.

-Kaki Abdullah bin Atik al Anshari pernah sakit, lalu diusaplah oleh Rasulullah saw. Saat itu juga kakinya sembuh.

-Kematian Ubay bin Khalaf al Jumahi pada perang Uhud
telah dikabarkan sebelumnya oleh Rasulullah saw. Beliau hanya menggoresnya sedikit, lantas meninggal

-Sa’ad bin Muadz berkata pada Umayyah bin Khalaf, saudara Ubay bin Khalaf: “Saya mendengar Muhammad sesumbar bahwa dia yang akan membunuhmu.”
Maka pada Perang Badar terbunuhlah dia dalam keadaan kafir.

– Sebelum terjadi perang Badar beliau mengkabarkan tempat-tempat yang akan menjadi letak tewasnya orang-orang musyrik. Beliau berkata: “Ini tempat tewasnya Fulan besok insya Allah, ini tempat tewasnya Fulan besok insya Allah.“ Hal itu pun terbukti

– Beliau mengkabarkan bahwa, ada beberapa kelompok umatnya yang akan berjihad mengarungi lautan, dan Umi Haram binti Milhan termasuk diantara mereka. Dan terbuktilah perkataan Beliau

– Beliau berkata pada Usman:“Engkau akan ditimpa musibah besar. Ternyata Usman mati terbunuh.

– Dan beliau berkata pada Hasan bin Ali: “Sesungguhnya cucuku ini seorang tokoh, semoga Allah mendamaikan 2 kelompok orang-orang mukmin yang bertikai melalui perantaraannya.“ Dan terbuktilah perkataan beliau.

– Kematian al Aswadal Ansi al Kadzdzab dikabarkan pada Malam ia terbunuh, dan siapa pembunuhnya, padahal ia di San’a Yaman. Demikian pula kematian Kisra.

– Beliau memberitahukan tentang Syaima’ binti Buqailah al Azadiyah, bahwasanya ia diangkat dengan mengenakan kerudung hitam di atas bagal kelabu, kemudian hal ini terbukti pada zaman Abu Bakar asSiddik ra pada tentara Khalid bin Walid.

– Perkataan Beliau pada Tsabit bin Qois bin Syimas: “Engkau akan hidup mulia dan mati syahid.“ Maka hal itu terbukti, dia hidup mulia dan mati syahid dalam perang Yamamah.

– Perkataan beliau tentang seseorang yang mengaku dirinya Islam, dan ikut terjun di medan perang:“Sesungguhnya ia termasuk ahli neraka“. Maka Allah pun membuktikan perkataannya, orang tersebut mati bunuh diri.

– Doa beliau untuk Umar bin Khatab sebelum islamnya. Maka keesokan harinya, ia pun masuk Islam.

– Doa beliau untuk Ali bin Abi Thalib agar Allah menghilangkan panas dan dingin darinya. Maka Ali pun tidak merasa panas dan dingin lagi setelah itu.

– Doa beliau untuk Abdullah bin Abbas agar dipahamkan oleh Allah ilmu-ilmu agama dan tafsir. Hal itu terbukti hingga dijuluki Lautan Ilmu karena banyaknya ilmu yang ia kuasai.

– Doa beliau untuk Anas bin Malik agar panjang umur, banyak anak dan harta, serta diberkahi Allah. Terbukti dengan lahirnya 120 anak kandungnya, memiliki kebun kurma yang berbuah 2 kali dalam setahun, dan hidup hingga mencapai usia 120 tahun atau sekitar angka itu.

– Utaibah bin Abu Lahab merobek baju dan menyakiti beliau. Maka berdoalah beliau memohon pada Allah agar ia mendapat bencana dengan ulah seekor anjing diantara anjing-anjingnya. Dia pun dibunuh oleh singa di Zarqa, daerah Syam.

– Beliau mendapat pengaduan atas kemarau yang berkepanjangan, dan tiada turun hujan, sementara saat itu beliau berkhutbah jum’at di atas mimbar. Maka beliau pun berdoa, sementara di langit tak ada gumpalan awan. Secara tiba-tiba datanglah mendung yang bergulung-gulung sebesar gunung, dan turunlah hujan yang berkepanjangan hingga hari jum’at berikutnya. Dan muncullah pengaduan pada beliau atas banyaknya hujan tersebut, sehingga beliau pun berdoa kembali. Dan hujan pun terhenti, hingga orang-orang keluar dari rumah mereka berjalan di bawah terik matahari.

– Beliau memberi makan pasukan perang Khandak yang berjumlah ribuan, juga hewan ternak dari sebuah wadah kecil yang biasa untuk menakar gandum atau lebih kecil dari itu. Mereka pun kenyang dan ketika beranjak pergi, sisa makanan pun masih seperti semula.

– Dan beliau memberi makan pasukan perang Khandak juga dengan sedikit kurma yang dibawa oleh putri Basir bin Sa’ad. Sebenarnya kurma tersebut untuk ayah dan pamannya, Abdullah bin Rawahah.

– Beliau menyuruh Umar bin Khatab untuk memberikan bekal pada 400 orang pasukan berkuda dengan sedikit kurma. Setelah hal tersebut dilaksanakan, sisa kurma tetap seperti semula, seakan tidak berkurang sedikitpun.

– Beliau memberi makan 80 orang di rumah Abu Thalhah dengan beberapa potong roti dari gandum yang jumlahnya sangat sedikit, bahkan Anas yang menghidangkannya, membawa roti yang sedikit tersebut cukup diapit dibawah ketiaknya. Namun mereka merasa kenyang seluruhnya.

– Beliau memberi makan para pasukan dengan makanan dari sebuah wadah milik Abu Hurairah hingga mereka kenyang seluruhnya. Lalu beliau mengembalikannya dan masih ada sisa. Beliau pun mendoakannya. Maka Abu Hurairah pun senantiasa makan makanan dari wadah itu selama hidup Rasulullah, Abu Bakar, Umar dan Usman. Tatkala Usman terbunuh, wadah tersebut ia hadiahkan pada seseorang. Dan dalam riwayat darinya(Abu Hurairah), wadah tersebut mampu menampung 3000 gantang makanan tatkala dibawa jihad fi sabilillah.

– Ketika menikah dengan Zaenab, beliau memberi makan para tamu dari sebuah mangkuk buatan yang merupakan hadiah dari Ummu Sulaim untuk Zaenab. Makanan yang diambil dari mangkuk tersebut senantiasa tetap, tak berkurang.

– Pada saat Perang Hunain, beliau melempar pasukan musuh dengan segenggam pasir. Dengan pertolongan Allah, musuh dapat dikalahkan. Diantara mereka ada yang berkata:“tak seorang pun diantara kami yang luput dari siraman pasir, semua mata terkena siraman tersebut. Allah berfirman dalam peristiwa ini: Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (surat al Anfal:17)

– Seratus orang kafir Qurais menunggu beliau di luar rumah, dan bermaksud membunuhnya. Namun begitu beliau keluar, dan menyiramkan pasir ke kepala mereka, mereka tak sanggup melihat Rasulullah yang berlalu di hadapan mereka.

– Suraqah bin Malik bin Ju’sam mengejar beliau saat perjalanan hijrah ke Madinah. Pengejaran itu dia lakukan karena ingin membunuh atau menawannya. Tatkala jarak antara dia dan Rasulullah telah dekat, Rasulullah pun berdoa dan Allah mengabulkan dengan terperosoknya kaki kuda Suraqah ke dalam tanah. Dia pun berteriak minta tolong pada Rasulullah. Maka tatkala Rasulullah berdoa kembali, kaki kuda Suraqah pun dapat keluar dari himpitan tanah kembali.
Mukjizat-mukjizat beliau yang lain masih banyak, sebagai bukti kenabian dan akhlaq beliau yang suci tetapi kami cukup menyebutkan sebagiannya saja.

&

Mukjizat Isra’ Mi’raj

21 Apr

DR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah saw.

Isra’ adalah perjalanan Nabi saw. dari Masjid haram di Makkah ke Masjid Aqsha di al-Quds. Mi’raj ialah kenaikan Rasulullah saw. menembus langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, malaikat, manusia, dan jin. Semua itu ditempuh dalam semalam.

Terjadi silang pendapat tentang terjadinya mukjizat ini. Apakah pada tahun kesepuluh kenabian ataukah sesudahnya? Menurut riwayat Ibnu Sa’ad di dalam Thabaqat-nya peristiwa ini terjadi delapan belas bulan sebelum Hijrah.
Jumhur ulama sepakat bahwa perjalanan ini dilakukan Rasulullah saw. dengan jasad dan ruh. Karena itu, ia merupakan salah satu mukjizatnya yang mengagumkan yang dikarunikan Allah kepadanya.

Kisah perjalanan ini disebutkan oleh Bukhari dan Muslim secara lengkap di dalam shahihnya. Disebutkan bahwa dalam perjalanan ini, Rasulullah saw. mengendarai buraq, yakni satu jenis binatang yang lebih besar sedikit dari keledai dan lebih kecil sedikit dari unta. Binatang ini berjalan dengan langkah sejauh mata memandang. Disebutkan pula bahwa Nabi saw. memasuki masjidil Aqsha lalu shalat dua rakaat di dalamnya. Jibril kemudian datang kepadanya seraya membawa segelas khamr dan segelas susu. Nabi saw. lalu memilih susu. Setelah itu Jibril berkomentar: “Engkau telah memilih fitrah.”
Dalam perjalanan ini Rasulullah saw. naik ke langit pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai di sidratul muntaha. Di sinilah kemudian Allah mewahyukan kepadanya apa yang telah diwahyukan, diantaranya kewajiban shalat lima waktu atas kaum Muslim, dimana pada awalnya sebanyak lima puluh kali sehari semalam.

Keesokan harinya Rasulullah saw. menyampaikan apa yang disaksikannya kepada penduduk Makkah. Akan tetapi oleh kaum musyrik, berita ini ditertawakan dan didustakan. Sebagian mereka menantang Rasulullah saw. untuk mengambbarkan Baitul Maqdis jika benar ia pergi dan melakukan shalat di dalamnya. Padahal ketika menziarahinya tidak pernah terlintas dalam fikiran Rasulullah saw. untuk menghafal bentuknya dan menghitung tiang-tiangnya. Allah kemudian memperlihatkan bentuk dan gambar Baitul Maqdis di hadapan Rasulullah sehingga dengan mudah beliau menjelaskan secara rinci sebagaimana yang mereka minta.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Ketika kaum Quraisy mendustakan aku, aku berdiri di Hijr [Ismail], lalu Allah memperlihatkan Baitul Maqdis kepadaku. Kemudian aku kabarkan kepada mereka tentang tiang-tiangnya dari apa yang aku lihat.”

Berita ini oleh kaum musyrikin disampaikan kepada Abu Bakar dengan harapan dia akan menolaknya. Ternyata Abu Bakar menjawab: “Jika benar Muhammad yang mengatakannya, dia telah berkata benar dan sungguh aku akan membenarkannya lebih dari itu.””

Pada pagi hari dari malam Isra’ itu, Jibril datang kepada Rasulullah saw. mengajarkan cara shalat dan menjelaskan waktu-waktunya. Sebelum disyariatkannya shalat lima waktu, Rasulullah saw. melakukan shalat dua rakaat di pagi hari dan dua rakaat di sore hari sebagaimana dilakukan oleh Ibrahim as.

BEBERAPA IBRAH

1. Pertama, penjelasan tentang Rasul dan mukjizat.
Banyak penulis yang begitu gemar menggambarkan kehidupan Rasulullah saw. sebagai manusia biasa, jauh dari hal-hal yang luar biasa dan mukjizat, bahkan tidak memperhatikan samasekali kemukjizatan dalam kehidupan Rasulullah saw. Mereka mengingkari hal-hal luar biasa dan kemukjizatan dalam kehidupan Nabi saw. dengan berdalil: “….katakanlah: ‘Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah…” (al-An’am: 109)

Gambaran seperti ini akan memberikan kesan kepada para pembaca bahwa sirah Rasulullah saw. sama sekali jauh dari mukjizat dan bukti-bukti yang biasanya digunakan Allah untuk mendukung Nabi-nya yang jujur dan benar.

Jika kita telusuri sumber “teori” tentang Rasulullah saw. ini, ternyata kita dapati berasal dari pemikiran sebagian orientalis dan peneliti asing, seperti Gustav Labon, August Comte, Goldzhier, dan teman-temannya. Timbulnya teori ini disebabkan oleh tidak adanya keimanan kepada Pencipta mukjizat. Sebab, jika keimanan kepada Allah telah menghujam di dalam hati, akan mudah untuk meyakini segala sesuatu yang berhak disebut mukjizat.

Ironisnya teori ini telah disambut baik oleh sebagian pemikir kaum Muslim, seperti Syekh Muhammad Abduh, Muhammad Farid Wajdi, dan Husain Haekal. Mereka menyebarkan pemikiran-pemikiran asing ini hanya karena mereka tertipu oleh kelicikan tipu daya musuh dan fenomena kemajuan ilmu pengetahuan di Eropa dan Barat.

Selanjutnya pemikiran-pemikiran asing yang dikemukakan oleh sebagian pemikir kaum Muslimin ini oleh para musuh Islam, khususnya orientalis, dijadikan alat untuk membuka medan-medan dan ladang-ladang baru untuk melakukan ghazwul fikri dan menimbulkan keraguan kaum muslimin terhadap agamanya, senjata bagi serbuan langsung aqidah Islamiyah dan penanaman pemikiran-pemikiran sekuler di benak kaum Muslim.

Demikianlah mereka mulai memberikan sifat-sifat tertentu kepada Rasulullah saw. seperti heroik, jenius, pahlawan, dan pemimpin dalam arti yang serba menakjubkan. Pada waktu yang sama mereka menggambarkan kehidupan umum Rasulullah saw. jauh dari mukjizat dan hal-hal luar biasa yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran. Dengan demikian akan tercipta suatu gambaran baru tentang Nabi Muhammad saw. di dalam benak kaum Muslim. Kadang mereka menamakan Rasulullah saw. sebagai jenius atau seorang komandan atau seorang pahlawan. Akan tetapi sesuatu yang tidak boleh muncul sama sekali adalah gambaran Muhammad saw. sebagai seorang Nabi dan Rasul. Sebab semua hakekat kenabian dan segala yang berkaitan dengannya seperti wahyu, mukjizat, dan hal-hal luar biasa telah dibuang –melalui penonjolan isilah-istilah tertentu, seperti jenius dan pahlawan yang jauh dari kemukjizatan- ke dalam keranjang mitologi atau dongeng-dongeng yang sudah usang. Ini karena mereka menyadari bahwa fenomena wahyu dan kenabian merupakan puncak kemukjizatan.

Pada saat itulah akan muncul anggapan bahwa sebab kemajuan dakwah Rasulullah saw. dan banyaknya pengikut yang setia kepadanya adalah karena faktor kejeniusan dan kepahlawanannya. Perhatikanlah! Sesungguhnya, sasaran yang ingin mereka capai ini tampak jelas ketika memasarkan istilah “Muhammadenist” sebagai ganti dari “Muslimin”.
Akan tetapi, sejauh manakah kebenaran gambaran tentang diri Muhammad saw. ini dalam kacamata kajian objektif dan logis?

Pertama, jika kita perhatikan fenomena wahyu yang tampak dengan jelas pada kehidupan Rasulullah saw. (pada bab terdahulu telah dijelaskan secara rinci), nyatalah bagi kita bahwa sifat yang paling menonjol dalam kehidupannya ialah sifat “kenabian”. Kenabian adalah termasuk nilai-nilai keghaiban yang tidak mengikuti kriteria-kriteria yang bersifat empirik. Dengan demikian, arti mukjizat yang di luar kebiasaan itu tetap ada pangkal keberadaan Nabi Muhammad saw. Tidak mungkin menolak mukjizat dan hal-hal luar biasa dari kehidupan Rasulullah saw. kecuali dengan menghancurkan makna kenabian itu sendiri dari kehidupannya. Ini berarti juga penolakan terhadap agama itu sendiri kendatipun “kesimpulan” ini disebutkan secara eksplisit oleh sebagian orientalis dan cukup dengan menjelaskan kejeniusan dan keberanian Rasulullah saw. Mereka tidak perlu lagi menjelaskan “kesimpulan” karena telah cukup dengan “Muqaddimah”. Kesimpullan akan terbentuk secara otomatis setelah diterima muqaddimahnya.

Akan tetapi banyak juga di antara mereka yang secara terus terang menyebutkan “kesimpulan” karena kebencian yang tidak tertahankan lagi, seperti Syibli Syamil ketika menamakan keimanan kepada agama dengan “keimanan kepada mukjizat yang mustahil.” (Dr.Syibli Syamil mengatakannya di dalam pengantarnya untuk terjemahan ke dalam Bahasa Arab buku Boekinz ketika menjelaskan teori evolusi Darwin)

Dengan demikian, tidak ada gunanya lagi membahas keingkaran atau keimanan mereka terhadap mukjizat. Sejak awal, mereka sudah meragukan atau menolak dasar agama itu sendiri.

Kedua, jika kita perhatikan sirah kehidupan Rasulullah saw., akan kita dapati bahwa Allah telah memberikan banyak mukjizat kepada Nabi Muhammad saw. Keberadaan dan kebenaran mukjizat-mukjizat ini tidak dapat kita tolak begitu saja karena peristiwa-peristiwa mukjizat itu disampaikan kepada kita dengan sanad-sanad yang shahih dan mutawatir yang mencapai tingkat pasti dan yakin.

Di antara mukjizat-mukjizat tersebut adalah peristiwa memancarnya air dari jari-jari Rasulullah saw. yang mulia. Peristiwa ini diriwayatkan oleh Bukhari di dalam bab “wudlu”, Muslim di dalam bab “al-Fadha’il” (keutamaan), Malik di dalam al-Muwaththa’, dan Imam-imam hadits lainnya dengan beberapa jalan yang berlainan. Kemudian az-Zarqani meriwayatkan perkataan al-Qurthubi, “Sesungguhnya, peristiwa memancarnya air dari jari-jari Rasulullah saw. berulang-ulang di beberapa tempat.”
Peristiwa ini juga diriwayatkan dari jalan yang banyak. Semuanya mencapai tingkatan yang pasti, bahkan dapat dikatakan mutawathir ma’nawi. (lihat az-Zarqani ‘Alal Muwatha’ 1/65)

Mukjizat Rasulullah saw. lainnya ialah peristiwa terbelahnya bulan pada masa Nabi Saw. ketika orang-orang musyrik memintanya. Peristiwa ini diriwayatkan oleh Bukhari di dalam bab “Ahaditsul Anbiya’”. Muslim di dalam bab “Shifatul Qiyamah” dan imam-imam hadits lainnya. Berkata Ibnu Katsir, “Peristiwa ini diriwayatkan oleh hadits-hadits yang mutawatir dengan sanad-sanad yang shahih.” Para ulama telah sepakat bahwa peristiwa ini terjadi pada masa Nabi saw. dan merupakan salah satu mukjizat yang mengabumkan. (lihat tafsir Ibnu Katsir 4/261)

Peristiwa isra’ mi’raj yang sedang kita bahas ini merupakan salah satu mukjizat Nabi saw. Sebagian besar kaum Muslimin bahkan telah sepakat bahwa Isra’ dan Mi’raj ini termasuk mukjizat Nabi saw yang terbesar.
Akan tetapi anehnya, orang-orang yang memberikan sifat jenius kepada Rasulullah saw. dan menolak apa yang disebut mukjizat dari kehidupannya, berpura-pura tidak mengetahui hadits-hadits mutawatir yang mencapai derajat qath’i [pasti] ini. Mereka tidak pernah mau menyinggungnya sama sekali, baik dalam konteks positif maupun negatif, seolah-olah kitab-kitab hadits tidak pernah memuatnya, padahal setiap mukjizat diriwayatkan lebih dari sepuluh jalan [sanad].

Penyebab utama dari sikap “tidak mau tahu” ini adalah karena mereka ingin menghindari kemusykilan yang akan mereka hadapi manakala membaca hadits-hadits tentang mukjizat ini karena hadits-hadits ini bertentangan diametral dengan “teori” yang ada di kepala mereka. (Diantaranya penulis Hayatu Muhammad. Penulis buku ini secara sengaja menghindari hadits-hadits mukjizat agar “teori”nya bisa terselamatkan.)

Ketiga, mukjizat ialah sebuah kata yang jika direnungkan tidak memiliki definisi yang berdiri sendiri. Ia hanya suatu makna yang nisbi. Menurut istilah yang sudah berkembang, mukjizat ialah setiap perkara yang luar biasa. Sementara itu kebiasaan pasti akan berkembang mengikuti zaman dan berlainan sesuai dengan perbedaan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Mungkin sesuatu pada masa tertentu dianggap sebagai suatu mukjizat, tetapi pada masa sekarang sudah menjadi hal biasa. Mungkin juga sesuatu yang biasa di lingkungan orang-orang yang sudah maju, masih dianggap mukjizat di kalangan orang-orang primitif.

Yang benar adalah sesuatu yangt biasa dan yang luar biasa itu pada dasarnya dalah mukjizat. Galaksi adalah mukjizat, planet adalah mukjizat, hukum gaya tarik, peredaran darah, ruh dan manusia itu sendiri adalah mukjizat. Sungguh tepat ketika seorang ilmuwan Perancis, Chatubriant, menamakan manusia dengan “makhluk metafisika” yaitu makhluk ghaib yang misterius.

Hanya saja, manusia telah melupakan –karena terlalu lama dan sering menghadapi dan merasakannya- segi mukjizat dan nilainya, kemudian mengira, -karena kebodohannya- bahwa mukjizat ialah sesuatu yang “mengejutkan” dan di luar biasa ini dijadikan ukuran keimanan dan penolakannya terhadap sesuatu. Ini adalah kebodohan manusia yang aneh pada abad ilmu pengetahuan dan teknologi.

Seandainya manusia mau berfikir lebih jauh sedikit, niscaya akan tampak baginya bahwa Allah yang menciptakan mukjizat seluruh alam semesta ini tidak pernah kesulitan untuk menambahkan mukjizat lainnya atau menggantikan sebagian sistem yang telah berjalan di alam semesta ini. Seorang orientalis, Wiliam Johns, sempat sampai pada pemikiran seperti ini ketika mengatakan: “Kekuatan yang telah menciptakan alam semesta ini tidak pernah kesulitan untuk membuang atau menambahkan sesuatu padanya. Adalah mudah untuk dikatakan bahwa masalah ini tidak dapat digambarkan dengan akal. Akan tetapi yang harus dikatakan bahwa masalah ini tidak tergambarkan, bukan untuk tidak dapat digambarkan sampai ke tingkat adanya alam.”

Maksudnya, seandainya alam ini tidak ada, kemudian dikatakan kepada seseorang yang mengingkari mukjizat dan hal-hal luar biasa serta tidak dapat menggambarkan keberadaannya. “akan alam semesta,” niscaya dia akan menjawab: “Ini tidak mungkin dapat digambarkan.” Penolakannya terhadap gambaran seperti ini akan lebih keras ketimbang penolakannya terhadap gambaran adanya mukjizat.
Inilah yang harus dipahami oleh setiap muslim, baik mengenai Rasulullah saw. maupun mukjizat-mukjizat yang dikarunikan oleh Allah kepadanya.

2. Kedua, kedudukan mukjizat Isra’ dan Mi’raj di antara peristiwa-peristiwa yang dialami Rasulullah saw. pada waktu itu.
Rasulullah saw. telah merasakan berbagai penyiksaan dan gangguan yang dilancarkan kaum Quraisy kepadanya. Di antara penderitaan terakhir [sampai terjadinya Isra’ dan Mi’raj] ialah apa yang dialami ketika hijrah ke Thaif yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Perasaan tak bedaya sebagai manusia dan betapa perlunya pembelaan terungkap seluruhnya dalam doa Nabi saw. yang diucapkan setelah tiba di kebun kedua anak Rabi’ah. Suatu anggapan yang menggambarkan ‘ubudiyah kepada Allah. Dalam munajatnya ini pula terungkap makna pengaduan kepada Allah dan keinginannya untuk mendapatkan penjagaan dan pertolongan-Nya. Bahkan beliau khawatir jangan-jangan apa yang dialaminya itu karena murka Allah kepadanya. Karena itu di antara doanya terucap kalimat: “Jika Engkau tidak murka padaku, maka semua itu tidak aku hiraukan.”

Kemudian setelah itu datanglah “undangan” Isra dan Mi’raj sebagai penghormatan dari Allah dan penyegaran semangat dan ketabahannya. Di samping sebagai bukti bahwa apa yang baru saja dialaminya dalam perjalanan ke Tha’if bukan karena Allah murka atau melepaskannya, melainkan hanya merupakan sunnatulallah yang harus berlaku pada para kekasih-Nya. Sunnah dakwah Islamiyah pada setiap masa dan waktu.

3. Ketiga, makna yang terkandung dalam perjalanan Isra’ ke Baitul Maqdis.
Berlangsungnya perjalanan Isra’ ke Baitul Maqdis dan mi’raj ke langit tujuh dalam rentang waktu yang hampir bersamaan, menunjukkan betapa tinggi dan mulia kedudukan Baitul Maqdis di sisi Allah. Hal ini juga merupakan bukti nyata akan adanya hubungan yang sangat erat antara ajaran ‘Isa a.s. dan ajaran Muhammad saw., ikatan agama yang satu diturunkan Allah kepada para Nabi ‘alaiHis salam.

Peristiwa ini juga memberikan isyarat bahwa kaum Muslimin di setiap tempat dan waktu harus menjaga dan melindungi rumah suci [Baitul Maqdis] ini dari keserakahan musuh-musuh Islam. Seolah-olah hikmah Ilahiyah ini mengingatkan kaum Muslimin zaman sekarang agar tidak takut dan menyerah menghadapi kaum Yahudi yang tengah menodai dan merampas rumah suci ini, untuk membebaskannya dari tangan-tangan najis dan mengembalikannya kepada pemiliknya, kaum Muslimin.

Siapa tahu? Barangkali peristiwa Isra’ yang agung inilah yang menggerakkan Shalahuddin al-Ayyubi untuk mengerahkan kekuataannya melawan serbuan-serbuan Salibis dan mengusirnya dari rumah suci ini !!

4. Keempat, pilihan Nabi saw. terhadap minuman susu, ketika Jibril menawarkan dua jenis minuman, susu dan khamr, merupakan isyarat secara simbolik bahwa Islam adalah agama fitrah yakni agama yang aqidah dan seluruh hukumnya sesuai dengan tuntutan fitrah manusia. Di dalam Islam tidak ada sesuatu pun yang bertentangan dengan tabiat manusia. Seandainya fitrah berbentuk jasad, niscaya Islam akan menjadi bajunya yang pas.

Faktor inilah yang menjadi rahasia mengapa Islam begitu cepat tersebar dan diterima manusia. Hal ini karena betapapun tingginya budaya dan peradaban manusia dan betapapun manusia telah mereguk kebahagiaan material, ia akan tetap cenderung ingin melepaskan segala bentuk beban dan ikatan-ikatan yang jauh dari tabiatnya. Islam adalah satu-satunya sistem yang dapat memenuhi semua tuntutan fitrah manusia.

5. Kelima, jumhur ulama, baik salaf maupun khalaf, telah sepakat bahwa Isra’ dan mi’raj dilakukan dengan jasad dan ruh Nabi saw.
Imam Nawawi berkata dalam Syarhu Muslim, “Pendapat yang benar menurut kebanyakan kaum Muslimin, ulama salaf, semua fuqaha, ahli hadits, dan ahli ilmu tauhid adalah bahwa Nabi Muhammad saw. diisra’kan dengan jasad dan ruhnya. Semua nash menunjukkan hal ini dan tidak boleh ditakwilkan dari dhahirnya kecuali dengan dalil. (Syarhun Nawawi ‘alaa Shahihi Muslim, 2/29)

Ibnu Hajar di dalam Syarahnya terhadap Bukhari, berkata, “Sesungguhnya Isra’ dan Mi’raj terjadi pada satu malam, dalam keadaan sadar, dengan jasad dan ruhnya. Pendapat inilah yang diikuti oleh jumhur ulama, ahli hadits, ahli fiqih, dan ahli ilmu kalam. Semua arti dhahir dari hadits-hadits shahih menunjukkan pengertian tersebut tidak boleh dipalingkan dari pengertian lain karena tidak ada sesuatu yang mengusik akal untuk menakwilkannya.” (Fathul Bari, 7/136-137)

Di antara dalil yang secara tegas menunjukkan bahwa Isra’ dan Mi’raj ini dilakukan dengan jasad danruh ialah sikap kaum Quraisy yang menantang keras kebenaran peristiwa itu. Bila peristiwa ini hanya melalui mimpi kemudian Rasulullah saw. menyatakannya demikian kepada mereka, niscaya tidak akan mengundang keheranan dan pengingkaran sedemikian rupa. Hal ini karena penglihatan dalam mimpi itu tidak ada batasnya . bahkan mimpi seperti itu, pada waktu itu, bisa saja dialami oleh orang Muslim atau kafir. Bila peristiwa itu hanya dilakukan dengan ruh, niscaya mereka tidak akan bertanya tentang gambaran Baitul Maqdis untuk memastikan dan menentangnya.

Mengenai bagaimana mukjizat ini berlangsung dan bagaimana akal dapat menggambarkannya maka sesungguhnya mukjizat ini tidak jauh berbeda dengan mukjizat alam semesta dan kehidupan ini dengan mudah dapat digambarkan dan diterima akal manusia, mengapa mukjizat ini tidak dapat diterima pula dengan mudah?

6. Ketika membahas kisah Isra’ dan Mi’raj, hati-hatilah dan jauhkanlah diri anda dari apa yang disebut “Mi’raj Ibnu ‘Abbas”. Buku ini berisi kumpulan cerita palsu yang tidak memiliki sandaran kebenaran sama sekali. Penulisnya telah berdusta besar atas nama Ibnu ‘Abbas. Setiap orang yang terpelajar dan berakal sehat pasti mengetahui bahwa Ibnu ‘Abbas ra. bebas dari segala kedustaan yang ada di dalam buku itu.

&

Mukjizat Al-Qur’an

20 Nov

·  Sujud tilawah

  • Ayat-ayat sujud tilawah: 7:206, 13:15, 16:49, 17:107, 19:58, 22:18, 22:77, 25:60, 27:25, 32:15, 38:24, 41:37, 53:62, 84:21, 96:19

·  Mukjizat Al Quran

  • Tantangan Al Quran: 2:1, 2:23, 3:1, 7:1, 10:1, 10:38, 11:1, 11:13, 12:1, 13:1, 14:1, 15:1, 17:88, 19:1, 20:1, 26:1, 28:49, 31:1, 31:11, 32:1, 36:1, 37:157, 38:1, 40:1, 41:1, 42:1, 42:2, 43:1, 44:1, 45:1, 46:1, 46:4, 52:34, 52:37, 52:38, 68:1
  • Mukjizat bahasa: 2:1, 2:23, 3:1, 4:82, 7:1, 10:1, 10:38, 11:1, 11:13, 12:1, 13:1, 14:1, 15:1, 16:103, 19:1, 20:1, 26:1, 27:1, 28:1, 28:7, 29:1, 30:1, 31:1, 32:1, 36:1, 38:1, 40:1, 41:1, 42:1, 42:2, 43:1, 44:1, 45:1, 46:1, 50:1, 68:1
  • Mukjizat ilmu pengetahuan
    • Ilmu janin menurut Al Quran
      • Tahap dalam pembentukan janin: 16:4, 22:5, 23:13, 23:14, 35:11, 36:77, 39:6, 40:67, 71:14, 75:37, 75:38, 76:2, 77:20, 80:19, 86:6, 86:7, 96:2
      • Pemeliharaan janin dalam rahim: 23:13, 39:6, 77:21
      • Penentuan kelamin bayi: 3:6, 13:8
      • Perkembangan indra bayi: 16:78, 23:78, 32:9, 67:23, 76:2
      • Masa kandungan: 46:15
    • Ilmu tumbuh-tumbuhan dalam Al Quran
      • Penyebutan tumbuh-tumbuhan: 2:61, 2:261, 6:99, 10:24, 15:19, 16:11, 18:45, 20:53, 22:5, 23:19, 23:20, 26:7, 27:60, 31:10, 36:34, 36:36, 37:146, 50:7, 50:9, 78:15, 80:27
      • Kebutuhan tumbuhan akan air: 2:164, 6:99, 7:57, 10:24, 13:4, 13:17, 14:32, 15:22, 16:10, 16:11, 16:65, 18:45, 20:53, 22:5, 22:63, 23:19, 25:49, 27:60, 30:24, 30:50, 31:10, 32:27, 35:9, 35:27, 39:21, 41:39, 43:11, 45:5, 50:9, 50:11, 78:15, 80:25
      • Pengaruh angin dalam pembuahan tumbuh-tumbuhan: 15:22
      • Pentingnya akar pada tumbuhan: 14:24, 14:26
      • Pengaruh tanah pada tumbuhan: 2:265, 7:58, 13:4, 16:65
      • Pengaruh gerak bumi tumbuhan: 22:5, 41:39
      • Zat klorofil (hijau daun) pada tumbuhan: 6:99, 12:43, 12:46, 22:63, 36:80
      • Aneka ragam tumbuhan: 2:22, 2:61, 6:99, 6:141, 7:57, 13:4, 15:19, 16:10, 16:11, 16:13, 16:67, 35:27, 55:11, 55:12, 78:15, 80:28, 80:29, 80:30, 80:31, 87:4
      • Berkembang biak dengan penyemaian: 2:261, 6:99, 31:16, 80:27
      • Cara terbaik menyimpan biji-bijian: 12:47
    • Ilmu hewan dalam Al Quran
      • Bahasa hewan: 6:38, 27:16, 27:18, 34:10
      • Penyebutan hewan dalam Al Quran: 2:65, 2:67, 2:68, 2:69, 2:71, 2:164, 2:173, 2:259, 3:14, 4:119, 4:153, 5:1, 5:3, 5:4, 5:60, 6:38, 6:136, 6:138, 6:139, 6:142, 6:143, 6:144, 6:145, 6:146, 7:40, 7:73, 7:77, 7:166, 7:176, 7:179, 8:60, 10:24, 11:64, 11:69, 12:13, 12:14, 12:17, 12:43, 12:46, 12:94, 16:5, 16:8, 16:66, 16:80, 16:115, 17:59, 18:18, 18:22, 20:18, 20:54, 21:78, 22:18, 22:28, 22:30, 22:34, 23:21, 24:45, 25:44, 25:49, 26:133, 26:155, 31:19, 34:10, 35:28, 36:71, 37:142, 38:19, 38:23, 38:24, 38:31, 39:6, 40:79, 42:11, 42:29, 43:12, 45:4, 47:12, 51:26, 54:27, 59:6, 62:5, 67:19, 74:50, 74:51, 79:33, 80:32, 105:1
    • Burung dalam Al Quran
      • Teori terbang dalam Al Quran: 67:19
      • Burung-burungan yang disebut dalam Al Quran: 2:57, 5:4, 5:31, 7:160, 12:41, 20:80, 27:20
    • Hewan melata dalam Al Quran: 7:107, 20:20, 24:45, 26:32
    • Binatang air dalam Al Quran: 5:96, 7:133, 7:163, 16:14, 18:61, 18:63, 35:12, 37:142, 68:48
    • Serangga dalam Al Quran
      • Sarang laba-laba: 29:41
      • Kerajaan lebah: 16:68, 16:69
      • Kerajaan semut: 27:18
      • Penyebutan lalat: 22:73
      • Penyebutan nyamuk: 2:26
      • Penyebutan kutu: 7:133
      • Penyebutan belalang: 7:133, 54:7
    • Kepekaan kulit: 4:56
    • Pohon hijau sumber energi: 24:35, 36:80, 56:72
    • Pembentukan air susu: 16:66, 23:21
    • Setiap makhluk berpasangan: 4:1, 6:143, 13:3, 16:72, 20:53, 22:5, 26:7, 26:166, 30:21, 31:10, 35:11, 36:36, 39:6, 42:11, 42:50, 43:12, 50:7, 51:49, 53:45, 55:52, 75:39, 78:8, 92:3
    • Keistimewaan sidik jari manusia: 75:4
    • Faedah kurma bagi wanita bersalin: 19:23, 19:25, 19:26
    • Pentingnya keseimbagan gizi: 6:141, 7:31
    • Energi angin: 10:22, 17:69, 21:81, 25:48, 30:46, 35:9, 42:33, 77:3
    • Air sebagai sumber kehidupan: 2:164, 2:265, 6:99, 10:24, 14:32, 16:10, 16:11, 16:65, 20:53, 21:30, 22:5, 22:63, 23:19, 24:45, 25:49, 25:54, 27:60, 29:63, 30:24, 30:50, 31:10, 32:27, 35:9, 35:27, 39:21, 41:39, 43:11, 45:5, 50:9, 50:11, 78:14, 80:25
    • Bahaya alkohol bagi manusia: 2:219
    • Bahaya senggama ketika haid: 2:222
  • Fenomena geografis dalam Al Quran
    • Peredaran air dalam alam: 2:74, 7:57, 10:24, 15:22, 23:18, 79:31, 86:11
    • Fenomena ketegangan permukaan bumi: 2:164, 10:22, 14:32, 16:14, 17:66, 22:65, 25:53, 27:61, 31:31, 35:12, 36:41, 40:80, 42:32, 43:12, 45:12, 55:19, 55:20
    • Fenomena gelombang jauh dan pendek: 11:42, 24:40, 31:32
    • Batas pemisah antara air laut dan air sungai: 25:53, 27:61, 55:19, 55:20
    • Awan-awan yang menggumpal: 24:43, 52:44
    • Antara tekanan udara dan ketinggian saling berlawanan: 6:125
    • Pembentukan hujan dan angin: 2:164, 7:57, 13:12, 16:10, 24:43, 25:48, 30:48, 35:9, 78:14, 86:11
    • Bulat bumi dan perputarannya: 3:27, 22:61, 31:29, 35:13, 39:5, 50:7, 79:30
    • Gaya tarik bumi (grafitasi): 6:59, 19:25
  • Fenomena alam dalam Al Quran
    • Perintah untuk berfikir dan menghayati: 2:44, 2:118, 2:219, 2:266, 3:65, 3:118, 4:82, 6:32, 6:50, 6:80, 6:151, 7:3, 7:26, 7:169, 7:176, 7:179, 7:184, 7:185, 8:57, 10:3, 10:5, 10:16, 10:101, 11:24, 11:30, 11:51, 12:2, 12:109, 13:19, 14:5, 14:52, 16:17, 16:44, 16:48, 16:69, 16:79, 16:90, 21:10, 21:30, 21:67, 23:68, 23:85, 24:43, 26:7, 27:60, 27:61, 27:62, 27:63, 27:64, 27:86, 28:60, 28:71, 28:72, 29:19, 29:20, 30:8, 30:21, 30:28, 30:42, 30:50, 31:29, 32:26, 32:27, 33:9, 34:9, 35:3, 35:27, 35:44, 36:62, 36:68, 36:73, 36:77, 37:73, 37:138, 37:155, 39:21, 39:42, 43:3, 45:4, 45:20, 45:23, 47:24, 51:21, 52:36, 54:15, 54:17, 54:22, 54:32, 54:40, 56:58, 56:62, 56:68, 59:2, 59:21, 67:3, 67:4, 67:19, 80:24, 86:5, 88:17
    • Merenungi ciptaan Allah: 2:164, 3:190, 3:191, 6:11, 6:75, 6:76, 6:77, 6:78, 6:99, 7:57, 10:6, 10:24, 10:67, 12:105, 13:2, 13:3, 13:4, 15:19, 15:22, 16:11, 16:12, 16:13, 16:15, 16:65, 16:66, 16:67, 16:68, 16:69, 16:78, 17:12, 20:54, 21:16, 21:31, 21:32, 21:33, 23:84, 23:86, 23:88, 24:44, 25:61, 25:62, 26:24, 26:28, 28:73, 29:44, 29:61, 30:21, 30:22, 30:23, 30:48, 35:9, 35:12, 35:28, 36:33, 36:34, 36:37, 36:41, 37:6, 37:88, 39:5, 39:42, 40:13, 40:57, 40:61, 41:10, 41:37, 41:39, 41:53, 42:29, 42:32, 45:3, 45:4, 45:5, 45:12, 45:13, 50:6, 50:7, 50:9, 50:10, 51:20, 80:25, 80:26, 80:27, 80:28, 80:29, 80:30, 80:31, 80:32, 88:18, 88:19, 88:20
    • Asal mula jagad raya: 21:30, 41:11
    • Cahaya matahari: 25:61, 71:16, 78:13
    • Cahaya bulan: 10:5, 25:61, 71:16
    • Keseimbangan jagad raya
      • Keseimbangan bumi: 2:22, 13:3, 15:19, 16:15, 20:53, 21:31, 27:61, 31:10, 35:41, 41:10, 43:10, 50:7, 51:48, 55:10, 71:19, 77:27, 78:6, 78:7, 79:32, 91:6
      • Keseimbangan benda-benda langit: 13:2, 21:33, 25:61, 31:29, 35:13, 35:41, 36:40
      • Rusaknya keseimbangan pada hari kiamat: 25:25, 27:88, 50:44, 52:9, 52:10, 55:37, 56:4, 56:5, 56:6, 69:14, 69:16, 70:8, 70:9, 75:9, 77:9, 77:10, 78:19, 78:20, 79:6, 79:7, 81:1, 81:2, 81:3, 81:6, 81:11, 82:1, 82:2, 82:3, 84:1, 84:3, 89:21, 99:1, 99:2, 101:5
    • Tahun syamsyiah dan qamariyah: 13:2, 14:33, 16:12, 17:12, 18:25
    • Pergantian malam dan siang: 2:164, 3:27, 3:190, 6:96, 10:6, 13:2, 13:3, 14:33, 16:12, 17:12, 21:33, 22:61, 23:80, 24:44, 25:62, 27:86, 31:29, 35:13, 36:37, 36:40, 39:5, 41:37, 45:5, 57:6, 79:29, 91:3, 91:4, 92:2, 93:2
    • Perputaran matahari dan bulan: 2:164, 2:189, 2:258, 3:27, 3:190, 6:96, 10:5, 13:2, 14:33, 16:12, 21:33, 22:61, 35:13, 36:38, 36:40, 39:5, 40:61, 41:37, 45:5, 55:5, 91:2, 91:3, 91:4
    • Pengaruh gunung pada keseimbangan bumi: 27:61, 31:10, 50:7, 77:27
    • Petir dan kilat dalam Al Quran: 2:19, 2:20, 13:12, 13:13
    • Fenomena bayangan dalam Al Quran: 13:15, 16:48, 16:81, 25:45, 25:46
    • Fenomena fatamorgana dalam Al Quran: 24:39
    • Fenomena pembiasan sinar: 2:17
    • Pemuaian alam: 51:47
    • Kehancuran jagad raya: 2:210, 14:48, 18:47, 20:105, 20:106, 20:107, 21:104, 25:25, 27:87, 39:68, 44:10, 50:44, 55:26, 55:37, 56:1, 56:3, 56:4, 56:5, 56:6, 69:14, 69:16, 70:8, 70:9, 73:14, 73:18, 75:7, 75:8, 75:9, 77:8, 77:9, 77:10, 78:19, 78:20, 81:1, 81:2, 81:3, 81:4, 81:5, 81:6, 81:7, 81:8, 81:9, 81:10, 81:11, 81:12, 82:1, 82:2, 82:3, 84:1, 84:2, 84:3, 84:5, 101:4, 101:5
    • Langit yang biru
      • Pembentukan langit dalam Al Quran: 2:29, 11:7, 13:2, 15:14, 15:17, 17:44, 21:30, 22:65, 23:17, 23:86, 25:59, 31:10, 32:4, 37:6, 40:64, 41:11, 41:12, 50:6, 50:38, 51:7, 52:5, 55:7, 57:4, 65:12, 67:3, 71:15, 78:12, 79:28, 85:1, 91:5
      • Bintang-gemintang dalam Al Quran: 6:76, 6:97, 10:5, 13:2, 14:33, 15:16, 16:12, 16:16, 25:61, 37:6, 41:12, 50:6, 56:75, 67:5, 71:16, 78:13, 86:1, 86:2, 86:3
      • Meteor dalam Al Quran: 15:18, 37:8, 37:10, 41:12, 67:5, 72:8, 72:9, 86:1, 86:2
    • Hikmah pemaparan ayat penciptaan jagad raya: 86:3, 10:24, 10:67, 11:7, 12:105, 13:3, 13:4, 16:11, 16:12, 16:13, 16:14, 16:15, 16:79, 25:62, 26:8, 26:24, 29:44, 30:21, 30:22, 30:23, 30:24, 30:46, 31:31, 32:4, 32:27, 35:12, 36:35, 39:21, 40:13, 42:33, 43:10, 45:3, 45:4, 45:5, 45:12, 45:13, 50:8, 51:49, 56:73, 57:25
  • Ilmu bumi dalam Al Quran
    • Penyebutan gunung: 7:74, 7:171, 11:42, 11:43, 13:31, 14:46, 15:82, 16:68, 16:81, 17:37, 18:47, 19:90, 20:105, 21:79, 22:18, 26:149, 27:88, 33:72, 34:10, 35:27, 38:18, 52:10, 56:5, 59:21, 69:14, 70:9, 72:14, 73:14, 77:10, 78:7, 78:20, 79:32, 81:3, 88:19, 101:5
    • Macam-macam tanah: 35:27
    • Macam-macam batu besar: 2:74
    • Barang tambang dan batu mulia: 3:14, 3:91, 7:148, 9:34, 13:17, 16:14, 17:50, 18:96, 34:10, 34:12, 35:12, 35:33, 43:33, 43:53, 55:22, 57:25, 76:19, 76:21
  • Isyarat sejarah dalam Al Quran
    • Masa kepongahan bangsa Yahudi di muka bumi: 17:4, 17:5, 17:6
    • Kemenagan bangsa Romawi atas bangsa Persi: 30:2, 30:3, 30:4
    • Hubungan orang Yahudi dan orang Nasrani: 5:14

KEMU’JIZATAN AL-QUR’AN

16 Mei

Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an; Manna’ Khalil al-Qattan;

Alam yang luas dan dipenuhi makhluk-makhluk Allah ini; gunung-gunung yang menjulang tinggi, samudera yang melimpah, daratan yang luas, menjadi kecil di hadapan makhluk yang lemah, manusia. Itu semua disebabkan Allah telah menganugerahkan kepada makhluk manusia itu berbagai keistimewaan dan kelebihan serta memberinya kekuatan berfikir cemerlang yang dapat menembus segala medan untuk menundukkan unsur-unsur kekuatan alam tersebut dan menjadikannya sebagai pelayan bagi kepentingan kemanusiaan.

Allah sama sekali tidak akan menelantarkan manusia, tanpa memberikannya wahyu, dari waktu ke waktu yang membimbingnya ke jalan petunjuk sehingga mereka dapat menempuh liku-liku hidup ini atas dasar keterangan dan pengetahuan.

Namun watak manusia yang sombong dan angkuh terkadang menolak untuk tunduk kepada manusia lain yang serupa dengannya selama manusia lain itu tidak membawa kepadanya sesuatu yang tidak membawa kepadanya sesuatu yang tidak disanggupinya hingga ia mengakui, tunduk dan percaya akan kemampuan manusia lain itu yang tinggi di atas kemampuannya sendiri. Oleh karena itu Rasul-rasul Allah di samping diberi wahyu, mereka juga dibekali kekuatan dengan hal-hal yang luar biasa yang dapat menegakkan hujjah atas manusia sehingga mereka mengakui kelemahannya di hadapan hal-hal luar biasa tersebut serta tunduk dan taat kepadanya.

Namun mengingat akal manusia pada awal fase perkembangannya tidak melihat sesuatu yang lebih dapat menarik hati selain mukjizat-mukjizat alamiyah yang hissi (indrawi) karena akal mereka belum mencapai puncak ketinggian dalam bidang pengetahuan dan pemikiran, maka yang paling relevan adalah jika setiap Rasul itu hanya diutus kepada kaumnya secara khusus dan mukjizatnya pun hanya berupa sesuatu hal luar biasa yang sejenis dengan apa yang mereka kenal selama ini.

Hal demikian itu agar saat tidak mampu menandinginya, mereka segera tunduk dan percaya bahwa hal luar biasa itu datang dari “kekuatan langit”. Dan ketika akal mereka telah mencapai taraf sempurna maka Allah mengumandangkan risalah Muhammad saw yang abadi kepada seluruh umat manusia. Serta mukjizat bagi risalahnya juga berupa mukjizat yang ditujukan kepada akal manusia yang telah berada pada tingkat kematangan dan perkembangannya yang paling tinggi.

Bila dukungan Allah kepada Rasul-rasul terdahulu berbentuk ayat-ayat kauniyah yang memukau mata, dan tidak ada jalan bagi akal untuk menentangnya, seperti mukjizat tangan dan tongkat bagi Nabi Musa, dan penyembuhan orang buta serta menghidupkan orang yang sudah mati dengan izin Allah bagi Nabi Isa, maka mukjizat Nabi Muhammad, pada masa kejayaan ilmu pengetahuan ini berbentuk mukjizat ‘aqliyah, mukjizat bersifat rasional, yang berdialog dengan akal manusia dan menantangnya untuk selamanya. Mukjizat tersebut adalah Al-Qur’an dengan segala ilmu dan pengetahuan yang dikandungnya serta tentang segala berita tentang masa lalu dan masa yang akan datang. Akal manusia betapapun majunya, tidak akan sanggup menandingi Al-Qur’an karena Al-Qur’an adalah ayat kauniyah yang tiada bandingnya. Kelemahan aka yang bersifat kekurangan substantif ini merupakan pengakuan akal itu sendiri bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya dan sangat diperlukan untuk dijadikan pedoman dan pembimbing. Itulah makna yang diisyaratkan oleh Rasulullah dengan sabdanya:

“Tiada seorang nabipun kecuali diberi mukjizat yang dapat membuat manusia beriman kepadanya. Namun apa yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diwahyukan Allah kepadaku. Karena itu aku berharap semoga kiranya aku menjadi Nabi paling banyak pengikutnya.”

Demikianlah. Allah telah menentukan keabadian mukjizat Islam sehingga kemampuan manusia menjadi tak berdaya menandinginya, padahal waktu yang tersedia cukup panjang dan ilmu pengetahuan pun telah maju pesat.

Pembicaraan tentang kemukjizatan Al-Qur’an juga merupakan satu macam mukjizat tersendiri, yang di dalamnya para penyelidik tidak bisa mencapai rahasia satu sisi daripada sampai ia mendapatkan di balik sisi itu sisi-sisi lain yang akan disingkapkan kemukjizatannya oleh zaman. Persis sebagaimana dikatakan oleh ar-Rafi’: “Betapa serupa (bentuk pembicaraan) Qur’an, dalam susunan kemukjizatannya dan kemukjizatan susunannya dengan sistem yang alam, yang dikerumuni oleh para ulama dari segala arah serta diliputi dari segala sisinya. Segala sisi itu mereka jadikan obyek kajian dan penyelidikan, namun bagi mereka ia senantiasa tetap menjadi makhluk baru dan tempat tujuan yang jauh.”

&