Kumpulan Doa dalam Al-Qur’an dan Hadits;
Said bin Ali Al-Qahthani
Bagaimana cara Nabi Muhammad saw. membaca tasbih
3 JanShalawat Agar Mendapat Syafaat Rasulullah Saw
30 DesKumpulan Doa Sehari-hari
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia
Hikmah Diperlihatkannya Neraka kepada Nabi Muhammad ketika Isra’ Mi’raj
23 FebHikmah Diperlihatkannya Neraka kepada Nabi Muhammad ketika Isra’ Mi’raj
Neraka, Kengerian dan Siksaannya; Berita Akhirat; Mahir Ahmad Ash-Shufiy
Menurut Imam al-Qurthubi dalam kitabnya at-Tadzkirah fii Ahwalil Mauta wa Umuril Aakhirah; jahanam adalah nama alam untuk seluruh neraka. sedangkan makna dari “Neraka diperlihatkan” adalah dia didatangkan dari tempatnya diciptakan oleh Allah swt. lalu dia dikelilingkan di bumi mahsyar sehingga tidak ada jalan ke surga kecuali sirath, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Adapun makna dari “tali kekang” adalah sesuatu yang diikatkan dengan kuat. Tali kekang ini dipergunakan untuk mengendalikan neraka agar tidak keluar dari bumi mahsyar. Tidak ada yang keluar dari neraka itu, kecuali leher-leher yang diperintahkan Allah swt. untuk membakar siapa saja yang dikehendaki-Nya. Adapun sifat para malaikatnya garang dan bengis.
Para ulama mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw. dikhususkan untuk menolak neraka dan mengekangnya dari penduduk mahsyar karena Allah swt telah memperlihatkan neraka kepadanya dalam perjalanan isra’ dan shalatnya. Dalam hal ini terdapat delapan manfaat sebagai berikut.
1. Pertama, ketika orang-orang kafir memperolok-olok Nabi Muhammad saw., mendustakan, dan menyiksanya dengan keras, Allah swt memperlihatkan kepadanya neraka yang disediakan bagi mereka. hal ini dimaksudkan untuk menenangkan hati Nabi Muhammad saw.
2. Kedua, sebagai petunjuk bahwa berbuat baik kepada para penolong dan orang yang dicintai dengan memberikan kehormatan dan syafaat serta kemuliaan lebih utama daripada berbuat baik kepada musuhnya yang menghinakannya.
3. Ketiga, diperlihatkannya neraka kepada Nabi Muhammad saw. agar orang-orang yang beriman mengetahui karunia Allah swt yang diberikan kepada mereka, yaitu ketika mereka diselamatkan dari neraka dengan syafaat-Nya.
4. Keempat, diperlihatkannya neraka kepada Nabi Muhammad agar hari kiamat ketika seluruh Nabi mengatakan “selamatkanlah aku, selamatkanlah aku,” maka Nabi Muhammad saw. mengatakan, “Umatku, umatku,” dan hal itu terjadi ketika neraka dinyalakan. Oleh karena itu, Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw. mengatakan lewat firman-Nya, “Pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi.” Al-Hafidz Abul Khaththab mengatakan bahwa hikmah dari semua itu agar Nabi Muhammad saw. pergi ke umatnya untuk memberi syafaat. Jika Allah belum menenteramkannya, Nabi Muhammad saw. akan sibuk, sebagaimana para nabi lain.
5. Kelima, para nabi lain belum melihat sesuatu pun tentang neraka sebelum hari kiamat. Jika mereka diperlihatkan neraka, tentu mereka akan terkejut dan membungkam mulut mereka karena merasa ngeri melihatnya dan sibuk dengan urusan mereka sendiri. Namun Nabi Muhammad saw. telah diperlihatkan semuanya sehingga tidak terkejut seperti mereka. Jadi beliau mampu menceritakan tentang neraka kepada umatnya.
6. Keenam, terdapat dalil fikih bahwa surga an neraka telah diciptakan. Hal ini bertentangan dengan keyakinan kaum mu’tazilah yang mengingkari bahwa keduanya belum diciptakan. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya “disediakan bagi orang-orang yang kafir”
7. Ketujuh, diperlihatkannya neraka kepada Nabi Muhammad saw. agar beliau tahu kehinaan dunia daripada apa yang diperlihatkan kepadanya. Dengan demikian, beliau dapat menjadi zuhud ketika di dunia, bahkan sabar terhadap kekerasannya hingga ditunjukkan ke surga. Dikatakan pula oleh para ulama, “Alangkah baik cobaan yang mengakibatkan pelakunya pada kebahagiaan. Dan alangkah buruknya kenikmatan yang mengakibatkan pelakunya pada penderitaan.”
8. Kedelapan, Allah swt menghendaki agar tidak seorang pun yang memiliki kehormatan seperti yang yang dimiliki Nabi Muhammad saw.. Adapun ketika Nabi Idris as. diberi kehormatan untuk memasuki surga sebelum hari kiamat, hal itu dikarenakan kesucian, keberhasilan dan kepercayaannya terhadap wahyu yang akan diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Semua itu dikatakan oleh al-Hafidz bin Dihyah ra. dalam kitab al-Ibtihaj yang membahas mi’raj Nabi Muhammad saw.
&
Kedudukan Ukhuwah Islamiyah dalam Teks Sunnah Nabi
16 JanUkhuwah Islamiyah; Merajut Benang Ukhuwah Islamiyyah;
DR. Abdul Halim Mahmud
Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Jauhilah prasangka, karena prasangka itu ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian mencari-cari aib orang lain, juga janganlah saling mendengki, membenci, atau memusuhi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
Imam Muslim dalam riwayatnya menambahkan hadits di atas dengan sabda beliau: “Sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah kepada kalian.”
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah juga, selain dari Anas ra.
Hadits yang mulia ini mengandung perintah agar orang-orang muslim berukhuwah dalam Islam. Para pensyarah hadits di atas mengatakan, “Sesungguhnya hadits ini mengharuskan kaum muslimin untuk meninggalkan semua yang dilarang, agar setelah meninggalkannya menjadi orang-orang yang berukhuwah sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt.”
Makna perintah Allah agar kaum muslimin menjadi orang-orang yang berukhuwah adalah, mereka hendaknya konsisten melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. serta menjaga diri dari segala sifat tercela, sehingga dengan demikian mereka menjadi orang-orang yang berukhuwah Islam.
Seluruh perintah dan larangan yang dikandung di dalam hadits ini merupakan paduan dari makna-makna ukhuwah. Perintah berukhuwah ini dinisbatkan kepada Allah, “Sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada kalian.” Meskipun yang mengucapkan disini adalah Rasulullah saw. Di sini tidak terkandung cacat sedikitpun kecuali bagi orang yang di hatinya terdapat penyakit. Hal ini karena Rasulullah saw. adalah penyampai pesan yang datang dari Rabbnya. Atau bisa jadi penisbatan perintah kepada Allah swt. adalah sebagai isyarat dan peringatan dari-Nya, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu berukhuwah.”
Al-Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Umar ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Seorang Muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak mendhalimi dan atau mencelakakannya. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya sesama muslim dengan menghilangkan satu kesusahan darinya, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa menutup aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.”
Jadi, persaudaraan dalam Islam merupakan tuntutan syar’i yang dijelaskan oleh teks di kedua hadits ini maupun lainnyayang akan disebutkan nanti. Dalam kedua hadits tersebut di atas Rasulullah saw. bersabda: “Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
Demikian pula sabda Nabi saw. “Sesungguhnya orang muslim itu bersaudara bagi muslim lainnya.”
Hadits-hadits Nabi yang lain berikut ini juga memberikan penjelasan.
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas bin Malik ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa bersaudara dengan seseorang karena Allah, niscaya Allah akan mengangkatnya ke suatu derajat di surga yang tidak bisa diperolehnya dengan sesuatu dari amalnya.”
Ibnu Qutaibah ad-Dainuri berkata bahwa dalam sebuah hadits marfu’ disebutkan: “Seorang menjadi banyak dengan saudaranya.” (Ibnu Qutaidah, ‘Uyunul Akhbar, III/1, Darul Kutub, Mesir).
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Ayyub al-Anshari bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk mengucilkan saudaranya melebihi tiga malam. Apabila keduanya berjumpa, maka yang satu berpaling sedangkan yang lain berpaling pula. Yang paling baik di antara keduanya adalah yang memberi salam terlebih dahulu.”
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Jauhilah prasangka, karena prasangka itu ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian mencari-cari aib orang lain, juga janganlah saling dengki, membenci, atau memusuhi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah kalian saling mengucilkan, memusuhi, mencari kesalahan, dan membeli barang yang sudah ditawar orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kaian saling mendengki, melakukan najasy, saling membenci, memusuhi, atau menjual barang yang sudah dijual ke orang lain, tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak mendhalimii, dan tidak membiarkan atau menghinakannya. Taqwa itu ada di sini [beliau menunjuk ke dadanya tiga kali).”
“Cukuplah seseorang disebut jahat apabila ia menghina sesama muslim. Darah, harta, dan kehormatan setiap muslim itu haram bagi muslim lainnya.”
Ukhuwah dalam Islam memperkuat ikatan antara orang-orang muslim dan menjadikan mereka satu bangunan yang kokoh.
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari an-Nu’man bin Basyir ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai dan kasih sayang adalah ibarat satu tubuh; apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuh akan sulit tidur dan merasakan demam.”
Muslim meriwayatkan dengan sanadnya juga dari an-Nu’man bin Basyir ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang-orang yang beriman adalah bagaikan satu orang, jika kepalanya sakit, maka seluruh tubuhnya merasakan demam dan tidak bisa tidur.”
Muslim meriwayatkan juga dari an-Nu’man bin Basyir ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Orang-orang muslim itu ibarat satu tubuh; apabila matanya merasa sakit, seluruh tubuh merasa sakit; jika kepalanya sakit, seluruh tubuh ikut pula merasakan sakit.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Sahl bin Sa’id al-Sa’idi ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Kedudukan seorang mukmin di kalangan orang-orang beriman ibarat kepala pada tubuh seseorang; seorang mukmin akan merasakan sakit yang menimpa orang lain sebagaimana tubuh juga merasakan sakit yang mengenai kepala.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Musa ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Seorang mukmin dengan mukmin yang lainnya ibarat bangunan yang saling menguatkan.”
Ukhuwah dalam Islam terbangun di atas landasan cinta dan benci karena Allah, karena ia merupakan barometer yang baik untuk mengukur baik buruknya suatu hubungan. Banyak sekali hadits yang menunjukkan akan hal itu, di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, dengan sanad dari Abu Hurairah ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Pada hair kiamat Allah berfirman, ‘Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari yang tiada naungan selain naungan-Ku, Aku akan menaungi mereka dengan naungan-Ku.’”
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Ada seseorang mengunjungi saudaranya di kampung lain. Allah pun mengutus seorang malaikat untuk mencegat perjalanannya dan bertanya, ‘Hendak kemanakah engkau?’ orang itu menjawab, ‘Aku hendak menemui saudaraku di kampung ini.’ Malaikat bertanya, ‘Apakah ada suatu kenikmatan padanya yang kau butuhkan ?’ Orang itu menjawab, ‘Tidak, tetapi aku mencintainya karena Allah swt.’ Malaikat berkata, ‘Sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepadamu untuk menyampaikan bahwa Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau mencintainya karena Allah.’”
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ali ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Seorang Muslim memiliki enam kewajiban terhadap muslim yang lain secara ma’ruf, yaitu: menyalaminya apabila berjumpa, mendoakannya [dengan ‘yarhamukallah’] apabila ia bersin, membesuknya apabila sakit, mengantarkan jenazahnya jika ia meninggal, dan mencintainya sesuatu yang dicintainya untuk dirinya.”
Hakim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Idris al-Haulani ra. “Sungguh, aku mencintaimu karena Allah.” Mu’adz pun berkata kepadanya, “Berbahagialah, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Pada hari kiamat diletakkan kursi-kursi di sekitar ‘Arsy untuk sekelompok manusia yang wajah mereka seperti bulan purnama. Orang banyak merasakan cemas sedangkan mereka tidak merasakannya. Mereka adalah keluarga Allah yang tidak akan ditimpa rasa takut maupun sedih.” Ada yang bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Rasulallah?” Beliau bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah.”
Nasa’i meriwayatkan dengan sanad dari Abu Hurairah ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Di sekeliling ‘Arsy terdapat mimbar-mimbar dari cahaya yang ditempati oleh suatu kaum yang berpakaian dan berwajah [cemerlang] pula. Mereka bukanlah para Nabi atau syuhada, tetapi para Nabi dan syuhada merasa iri terhadap mereka.” para shahabat bertanya, “Wahai Rasulallah, beritahulah kami tentang mereka.” beliau bersabda: “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai, bersahahat, dan saling mengunjungi karena Allah.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Bara’ bin Azib ra. yang berkata bahwa ketika mereka duduk di hadapan Nabi saw. beliau bersabda, “Ikatan Islam yang manakah yang paling tengah [dalam riwayat yang lain: paling kua]?” “Shalat,” jawab mereka. “Itu baik, tetapi bukan itu.” “Zakat,” kata mereka. “Itu baik tapi bukan itu.” “Puasa Ramadlan,” “Itu baik tapi bukan itu.” “Jihad,” “Itu baik, tapi bukan itu.” Selanjutnya beliau bersabda: “Ikatan iman yang paling tengah adalah, hendaklah engkau mencintai dan membenci karena Allah.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Dzar ra. ia berkata: Rasulullah keluar menemui kami lalu bersabda, “Tahukah kalian, amalan apa yang paling dicintai Allah?” Seseorang menjawab, “Shalat dan zakat.” Seseorang lagi menjawab, “Jihad.” Beliau bersabda, “Amal yang paling dicintai adalah, mencintai dan membenci karena-Nya.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda, “Barangsiapa ingin [suka] memperoleh kelezatan iman, hendaklah ia mencintai seseorang hanya karena Allah sw.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Amr bin Jumuh ra. ia mendengar Nabi saw. bersabda, “Seorang hamba tidak berhak memperoleh keimanan yang murni kecuali jika ia mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, ia telah berhak memperoleh perlindungan dari-Nya. Sesungguhnya orang-orang yang mendapatkan perlindungan-Ku dari kalangan hamba-hamba-Ku dan kekasih-Ku, adalah mereka yang menyebut nama-Ku dan Ku-sebut nama mereka.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Sa’id al Khudri ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh, orang-orang yang saling mencintai itu akan terlihat kamar-kamar mereka di surga seperti bintang yang terbit di timur maupun di barat.” Ada yang bertanya, “Siapakah mereka itu ?” dijawab, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah swt.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Umamah ra. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah seorang hamba mencintai hamba yang lain karena Allah swt. kecuali ia telah memuliakan Tuhannya, Allah swt.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Muslim al-Khaulani at-Tabi’i ra. ia berkata: “Suatu ketika saya masuk masjid Himsh. Saya dapati di dalamnya terdapat sekitar 30 sahabat Nabi saw. yang berusia lanjut. Ternyata di sana juga terdapat seorang pemuda, kedua matanya sangat hitam dan gigi-gigi serinya berkilauan. Ia diam. Apabila orang-orang itu ragu-ragu terhadap suatu masalah mereka mendatanginya dan bertanya kepada pemuda itu. Saya bertanya kepada orang yang duduk di sampingku, ‘Siapa dia?’ ‘Dia adalah Mu’adz bin Jabal.’ Jawabnya. Seketika, dalam diriku tumbuh perasaan cinta kepadanya. Saya bersama-sama mereka sehingga mereka bubar. Saya bergegas masuk masjid. Saya dapati Mu’adz bin Jabal tengah berdiri shalat menghadap sebuah tiang. Usai shalat ia diam tidak bicara kepadaku. Saya pun shalat. Kemudian saya duduk memeluk kakiku seraya membungkus kakiku dengan selendangku. Ia juga duduk dan diam. Dia tidak bicara kepadaku, saya juga tidak bicara kepadanya.
‘Demi Allah, saya sungguh mencintaimu.’ Kataku membuka dialog.
‘Mengapa engkau mencintaiku?’ ia balik bertanya.
‘Aku mencintaimu karena Allah swt.’
Ia pun lalu memegang selendang yang membungkus kakiku dan menariknya pelan-pelan. Selanjtunya ia berkata, ‘Berbahagialah jika engkau benar. Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda bahwa orang-orang yang saling mencintai karena Allah memiliki mimbar-mimbar dari cahaya, [dalam suatu riwayat disebutkan bahwa] mereka berada di bahwa naungan Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya, [dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa] untuk mereka diletakkan kursi-kursi dari cahaya. Para Nabi, orang-orang shiddiq, dan para syuhada merasa iri dengan tempat duduk mereka di sisi Allah.’”
Abu Muslim al-Khaulani berkata, “Aku pun keluar lalu berjumpa dengan Ubadah bin Shamit. Saya katakan kepadanya, ‘Wahai Abul Walid, maukah aku ceritakan kepadamu apa yang diceritakan oleh Mu’adz bin Jabal tentang orang-orang yang saling mencintai?’
‘Justru aku ingin menceritakan kepadamu dari Nabi saw. yang diriwayatkan oleh beliau dari Allah swt. yang berfirman: ‘Cinta-Ku harus Ku-berikan kepada orang-orang yang saling mencintai karena-Ku. Cinta-Ku harus Ku-berikan kepada orang-orang yang saling berkorban karena-Ku, dan cinta-Ku harus Ku-berikan kepada orang-orang yang menyambung hubungan karena-Ku.’”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Malik al-Asy’ari yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Wahai manusia, dengarlah, pikirkanlah, dan ketahuilah, bahwa Allah swt. memiliki hamba-hamba yang bukan para Nabi atau syuhada, tetapi para Nabi dan syuhada merasa iri terhadap kedudukan mereka dan kedekatan mereka dengan Allah.”
Maka datanglah seorang kampung seraya mengacungkan tangannya kepada Rasulullah saw. dan bertanya, “Wahai Rasulallah, ada orang-orang yang bukan para Nabi dan syuhada tetapi para Nabi dan syuhada merasa iri terhadap kedudukan mereka dan kedekatan mereka dengan Allah. Jelaskan kepada kami, siapakah mereka?”
Wajah Rasulullah saw. berbinar karena mendapatkan pertanyaan dari seorang kampung itu. Rasulullah lalu bersabda: “Mereka adalah orang-orang yang berasal dari bermacam-macam kelompok dan kabilah. Tidak ada kekerabatan yang menghubungkan mereka, mereka saling mencintai karena Allah. Allah meletakkan mimbar-mimbar dari cahaya untuk mereka, lalu mendudukkan mereka di atasnya. Allah lalu menjadikan wajah mereka cahaya dan pakaian mereka juga cahaya. Manusia merasa ketakutan pada hari kiamat sedangkan mereka tidak ditimpa perasaan takut dan tidak pula bersedih.”
Ukhuwah dalam Islam akan goyah dengan mengucilkan atau memutuskan hubungan dengan saudara yang lain. Karena itu, Islam melarang keras pemutusan hubungan antara orang-orang yang berukhuwah karena Allah.
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Pintu-pintu surga dibuka tiap hari senin dan Kamis. Pada hari itu, setiap hamba yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu, diampuni dosanya, kecuali seseorang yang bermusuhan dengan saudaranya.” Maka dikatakan, “Tunggulah kedua orang ini sampai berdamai. Tunggulah kedua orang ini sampai berdamai. Tunggulah kedua orang ini sampai berdamai.”
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ra yang berkata, “Suatu ketika ada dua pemuda yang berkelahi, yang seorang Muhajirin sedangkan seorang lagi dari anshar. Maka pemuda Muhajirin itu berseru, ‘Wahai orang-orang Muhajirin, tolonglah!’ sedangkan pemuda Anshar juga berseru, ‘Wahai orang-orang anshar!’ Rasulullah saw. pun keluar dan bersabda, ‘Ada apa ini?’ Panggilan jahiliyah?’ Mereka berkata, ‘Wahai Rasulallah, yang terjadi adalah dua pemuda berkelahi, yang satu memukul yang lain.’ Beliau bersabda, ‘Tidak mengapa, hendaklah seseorang menolong yang lain, baik ketika berbuat dhalim maupun ketika didhalimi. Jika saudaranya itu dhalim, hendaknya ia mencegahnya, itulah cara menolongnya. Jika ia didhalimi, hendaklah dibelanya.’”
Karena persaudaraan dalam Islam memiliki kedudukan sedemikian tinggi berdasarkan nash al-Qur’an dan as-Sunnah, maka Nabi saw. membuat standar bagi orang-orang muslim untuk memilih siapa yang dikehendaki sebagai saudaranya.
Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra. ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang adalah pengikut agama karibnya. Karena itu hendaklah seseorang dari kalian melihat siapa yang akan dijadikan kawan dekatnya.”
At-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Sa’id ra. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah engkau berkawan kecuali dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.”
At-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya bahwa Yazid bin Nu’amah adh-Dhahabi berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jika seseorang menjalin ukhuwah dengan orang lain, hendaklah ia bertanya tentan namanya, nama ayahnya, dan dari suku manakah ia berasal, karena hal itu lebih mempererat jalinan rasa cinta.”
&
Apakah Mekkah Ditaklukan Secara Damai atau dengan kekuatan ?
23 SepDR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah saw.
Dalam masalah ini para Ulamat berselisih pendapat. Syafi‘I,. Ahmad dan lainnya berpendapat bahwa Nabi saw memasukinya secara damai. Wakil dari Quraisy dalam perdamaian ini adalah Abu Sofyan, dengan suatu kesepakatan dan syarat : „Barangsiapa menutup pintu rumah Abu Sofyan ia selamat, barangsiapa masuk Islam, ia selamat, dan barangsiapa masuk ke dalam rumah Abu Sofyan ia selamat, kecuali enam orang.
Sedangkan Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa Nabi saw memasukinya dengan kekuatan. Mereka berdalil dengan cara yang ditempuh kaum Muslimin dalam memaskui kota Mekkah yaitu dengna membawa senjata dan persiapan perang.
Tetapi semunya sepakat bahwa Nabi saw tidak menjarah hartanya sebagai barang pampasan perang dan tidak menjadikan penduduknya sebagai tawanan perang. Alasan mereka yang beranggapan bahwa Mekkah ditaklukan dengan kekuatan mengemukakan alasan bahwa hal yang menghalangi Nabi saw untuk membagi barang jarahannya adalah kekhususan Quraisy sebagai negeri peribadatan dan tanah suci, seolah-olah ia waqaf dari Allah kepada seluruh alam. Oleh sebab itu, sebagian Ulama‘ diantarnya Abu Hanifah mengharamkan penjualan tanah dan rumah-rumah di Mekkah.
&
Baiat Kaum Wanita dan Hukum-Hukum yang Berkaitan Dengannya
23 SepDR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah saw.
Pertama,
Kaum wanita ikut serta atas dasar persamaan sepenuhnya bersama kaum laki-laki dalam semua tanggung ajwabnya ynag harus dipikul oleh setiap orang Muslim. Oleh sebab itu, seorang Khalifah atau penguasa Muslim harus mengambil dari kaum wanita baiat untuk bekerja menegakkan masyarakat Islam dengan segala sarana ynag dibenarkan, sebagaimana ia mengambil baiat yang sama dari kaum lelaki. Tidak ada perbedaan di dalam masalah ini.
Oleh sebab itu kaum wanita berkewajiban mempelajari urusan agamanya sebagaimana kaum lelaki. Mereka harus menempuh segala sarana yang dibenarkan dan memungkinkan untuk mempersenjatai diri dengan senjata ilmu, kesadaran dan kewaspadaan terhadap segala tipu daya musuh-musuh Islam yang senantiasa membuat makar jahat, sehingga mereka dapat menunaikan baiat yang telah dilakukannya.
Namun, kaum wanita tidak akan dapat melaksanakan hal ini jika mereka tidak mengetahui hakekat agamanya dan tidak memahami permaian tipu daya musuh-musuh Islam yang ada disekelilingnya.
Kedua,
Dari pembaiatan Nabi saw kepada kaum wanita tersebut di atas, anda tahu bahwa baiat mereka adalah dengan ucapan saja tanpa jabat tangan. Tidak sebagaimana kaum lelaki. Ini menunjukkan orang lelaki tidak boleh menyentuh kulit wanita asing. Saya tidak mengetahui adanya Ulama‘ yang membolehkannya, kecuali jik dalam keadaan darurat seperti pengobatan, cabut gigi, dan lain sebagainya.
Sebagaimana anggapan sebagian orang. Sebab, tradisi tidak punya kekuatan untuk mengubah hukum yang ditetapkan oleh al-Quran atau Sunnah, kecuali hukum yang pada asalnya lahir didasarkan kepada trasdisi yang berlaku umum. Jika tradisi itu berubah maka perubahan itu akan mempengaruhi perubahan hukumnya pula, sebab pada dasarnya ia merupakan hukum bersyarat yang terkait dengan keadaan tertentu.
Ketiga,
Hadits-hadits baiat yang telah kami sebutkan di atas menunjukkan bahwa dalam keadaan diperlukan orang- lelaki boleh mendengar pembicaraan wanita asing dan bahwa suara wanita itu bukan aurat. Ini adlaah pendapat jumhur Fuqaha‘ diantaranya Syafiiyah. Sebagian Hanafiyah berpendapat bahwa suaranya adalah aurat bagi lelaki asing. Tetapi pendapat mereka ini terbantah dengan hadits-hadits shahih mengenai baiat kaum wanita ini.
&
Renungan Tentang Pidato Nabi saw pada Hari Penaklukan
23 SepDR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah saw.
Mekkah, negeri ynag pernah ditinggalkan Nabi saw selama delapan tahun, sekarang telah tunduk kepadanya dan beriman kepada Risalah dan petunjuknya. Mereka yang pernah mengusir dan menyiksanya, kini berhimpun di sekitarnya dengan penuh Khusyu‘ dan penantian. Apakah kiranya yang akan diucapkannya pada hari ini ?
Pertama,
Beliau harus memulainya dengan memanjatkan puji kepada Allah yang telah menolong, mendukung dan menepati janji kepadanya. Demikianlah beliau membuka khutbahnya :“Tiada Ilah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dia telah menepati janji-Nya, membela hambah-Nya dan mengalahkan musuh-musuh sendirian. „
Kemudian beliau harus mengumumkan di harapan Quraisy dan seluruh ummat manusia tentang masyarakat baru dan syiarnya yang tertuang dalam firman Allah : „Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.“ (QS Al-Hujurat : 13)
Dengan demikian, semua sisa tradisi dan ajaran Jahiliyah, seperti kebanggaaan terhadap nenek moyang dan kabilah, harus dikuburkan di bawah telapak kaki kaum Muslimin. Semua manusia berasal dari Adam dan Adam berasal dari tanah. Sejak itulah Jahiliyah Quraisy telah dikuburkan bersama dengan seluruh tradisi dan ajarannya yang busuk di kuburan masa lalu. Quraisy harus mencuci sisa-sisa dakinya untuk bergabung dan berjalan bersama-sama dengan kafilah baru, karena tidak lama lagi akan memasuki singgasana pusat peradaban ynag memancarkan kebahagiaan ke seluruh penjuru dunia dan bagi semua ummat manusia.
Demikianlah, pada deitk-detik itu sisa-sisa kehidupan Jahiliyah telah dikuburkan dan Quraisy pun berbaiat kepada Rasulullah saw menyatakan sumpah setianya untuk membela Islam, tidak ada keutamaan orang Arab atas orang ajam kecuali dengan taqwa, tidak ada kebanggaan kecuali kebangaan terhadap Islam dan komitment kepada autaranaturannya. Atas dasar baiat inilah Allahmenyerahkan kendali dunia kepada mereka. Tapi aneh bin ajaib, bangkai busuk yang telah tertimbun semenjak 14 abada yang lalu , kini hendak dibongkar oleh orang-orang tertentu.
&
Renungan Tentang Apa yang Dilakukan Nabi saw di Ka‘bah
23 SepDR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah saw.
A. Shalat di Dalam Ka‘bah.
Telah kami sebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi saw tidak mau masuk Ka‘bah kecuali setelah semua berhala dan lukisan Ibrahim dan Ismail dikeluarkan. Setelah semua berhala itu dikeluarkan baru Nabi saw memasukinya kemudian takbir di seluruh penjurunya tetapi tidak melakukan shalat.
Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar ra, bahwa Nabi saw masuk Ka‘bah bersama Usamah, Bilal dan Ustman bin Thalhah al Hijabi, kemudian beliau menutup pintunya dan tinggal beberapa saat. Ibnu Umar berkata : Kemudian aku tanyakan kepada Bilal setelah keluar .“Apa yang diperbuat Rasulullah saw ?“ Bilal menjelaskan :“Nabi saw membuat dua tiang di sebelah kirinya dan dibelakangnya, pada waktu itu Ka‘bah memiliki enam tiang, kemudian shalat. Bukhari juga meriwayatkan hadits yang hampir sama dengan riwayat ini dari Ibnu Umar.
Para Ulama berkata, antara hadits tersebut tidak ada pertentangan. Sebab Ibnu Abbas ra perawi Hadits ynag mengatakan Nabi saw tidak shalat di dalamnya tidak ikut bersama Nabi saw ke dalam Ka‘bah. Ibnu Abbas, seperti dikatakan oleh Ibnu Hajar, kadang-kadang meriwayatkan peniadaan shalat itu dari Usamah dan kadang-kadang dari saudahyan, Al-Fadhal, padahal Al-Fadhal juga bukan termasuk orang yang ikut bersama Nabi saw ke dalam Ka‘bah. Sedangkan riwayat ynag menyebutkan bahwa Nabi saw melakukan shalat di dalam Ka‘bah itu disampaikan oleh Bilal yang ikut bersama Nai saw masuk ke dalamnya berdasarkan hal ini maka hadits Ibnu Umar dari Bilal tersebut yang harus diutamakan, karena dua alasan :
Pertama,
Ia menetapkan (mutsbit) sehingga memberikan penjelasan tambahan. Keterangan yang menetapkan harus didahulukan dari yang menafikan.
Kedua,
Riwayat Bilal didasarkan kepada kepastian dan penyaksian langsung, sebab Bilal bersama Nabi saw di dalam Ka‘bah, sedangkan riwayat Ibnu Abbas, seperti anda ketahui, hanya didasarkan kepada naql (kutipan) bukan penglihatan langsung, bahwa kadangkadang ia mengutip dari Usamah, dan kadang-kadang mengutip dari saudaranya Al Fadhal.
Imam Nawawi berkata : Ahlul Hadits bersepakat mengambil riwayat Bilal karena ia mutsbit yang memberikan keterangan tambahan. Karena itu riwayat Bilal harus diutamakan (tarjih).
Syafi‘I, Abu Hanifah, Ahmad, dan Jumhur Ulama‘ sepakat bahwa shalat di dalam Ka‘bah adalah sah, apabila menghadap ke salah satu dindingnya baik shalat sunnah maupun shalat fardhu. Tetapi Imam Malik membedakan : sah untuk shalat sunnah dan mutlak dan tidak sah untuk shalat fardhu dan rawatib.
B. Hukum Membuat Gambar (lukisan) dan memasangnya.
Seperti anda ketahui dari hadtis Bukhari itu sendiri bahwa Nabi saw tidak mau memasukinya sebelum gambar-gambar dan berhala-berhala yang ada di dalamnya dikeluarkan. Abu Dawud meriwayatkan dari Jabir bahwa Nabi saw memerintahkan Umar ra, waktu itu Bath-ha‘, agar datang ke Ka‘bah lalu menghapuskan semua gambar (lukisan) yang ada di dalamnya. Nabi saw tidak memasukinya sebelum semua gambar itu dihapsukan. Bukhari juga meriwayatkan di dalam kitab Haji dari Usamah bahwa Nabi saw memasuki Ka‘bah kemudian melihat gambar (lukisan Ibrahim lalu Nabi saw meminta air untuk menggosokannya sampai bersih.
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa Nabi saw memerintahkan penghapusan semua lukisan yang ada di dinding, sebagaimana beliaujuga memerintahkan dikeluarkannya semua patung yang ada di dalamnya. Nampaknya ketika masuk, beliau masih mendapatkan bekas-bekas lukisan itu di dinding Ka‘bah sehingga beliau meinta air untuk menghapuskan secara tuntas.
Ini secara jelas menunjukkan hukum Islam tentang photo dan gambar (lukisan) yang berbadan ataupun tidak berbadan. Berikut ini kami kutipkan teks Imam Nawawi dalam syarahnya atas Shahih Muslim :
„Rekan-rekan kami dan lainnya pada Ulama‘ berkata : menggambar makhluk ynag bernyawa sangat diharamkan. Ia termasuk dosa besar, karena diancam dengan suatu ancaman yang sangat keras di beberapa hadits. Baik dibuat dengan suatubentuk yang menghinakan ataupun tidak. Membuat gambarnya dalam bentuk apapun adalah haram, karena mengandung unsur menyamai ciptaan Allah. Baik di atas kain, tikar, dirham, dinar, bejana, dinding atau lainnya. Sedangkan menggambar pohon atau pelana onta atau yang sejenisnya yang tidak berbentuk makhluk bernyawa maka tidak haram hukumnya.
Itu kepada hukum menggambar. Adapun hukum memasang gambar makhluk yang bernyawa, jika diletakkan di dinding, pakaian atau sorban dan lain sebagainya, di tempat yang mulia maka hal tersebut diharamkan. Jika diletakkan di tikar yang diinjak atau bantal dan sejenisnya, di tempat yang hina maka tidak diharamkan. Tetapi apakah melarang masuknya malaikat rahmat ke dalam rumah ? Masalah ini akan dibahas pada pembahasan mendatang insya Allah.
Mengenai hal ini semua tidak ada bedangya antara yang punya bayangan atau tidak Demikianlah ringkas madzhab kami dalam masalah ini. Juga madzhab jumhur Ulama‘ dari para sahabat, tabi‘in dan para pengikut mereka. Ia adalah madzhab tsauri, Malik, Abu Hanifah dan lainnya. Sebagian mereka berkata : Yang dilarang adalah gambar (lukisan) yang punya bayangan dan tidak apa-apa dengan gambar-gambar yang tidak punya bayangan. Ini adalah madzhab yang bathil. Sebab kain sutrah (penutp/hijab) yang di atasnya ada beberapa gambar yang diingkari oleh Nabi saw, adalah tercela dan gambarnya tidak punya bayangan.
Selanjutnya Imam Nawawi berkata :“Mereka sepakat melarang gambar yang punya bayangan dan wajib diubah. Al Qadhi berkata, kecuali mainan „boneka“ anak-anak, dalam soal ini adalah rukhshah.
Saya berkata : Orang-orang bertanya-tanya tentang hukum photographi di masa sekrang, apakah sama dengan hukum gambar dan lukisan yang diolah oleh kepiawaian tangan atau punya hukum lain ?
Sebagian mereka memahami sebab diharamkannya gambar yang disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kutipan di atas, bahwa photographi tidak sama hukumnya dengan lukisan tangan. Sebab sistem kerja photographi tidak sama dengan proses lukisan tangan. Di dalam Photographi tidak terlihat faktor menyemai ciptaan Allah sebagaimana dalam lukisan tangan. Dengan memencet alat tertentu di dalam kamera telah dapat ditangkap bayangan di dalamnya. Suatu kerja yang sangat sederhana bahkan bila dilakukan oleh anak kecil sekalipun. Sebenarnya kita tidak perlu mencari-cari dalih apa perbedaan antara semua bentuk gambar tersebut, jika kita mau bersikap hati-hati dan memperhatikan lafazh hadits yang bersifat mutlak tersebut ?
Ini berkaitan dengan menggambar. Adapun tentang memasangnya maka tidak ada perbedaan antara photographi dan lainnya. Tetapi jenis gambar yang hendak diambi juga punya pengaruh bagi hukum menggambar (melukis) dan memasangnya. Jika yang digambar itu termasuk yang diharamkan, seperti gambar wanita dan sejenisnya, maka ia diharamkan. Jika termasuk hal yang sangat diperlukan demi kemashlahatan maka mungkin ada rukhshah di dalamnya. Wallahu‘alam.
Mungkin sebagian manusia modern heran kenapa lukisan atau pahatan itu diharamkan dalam Islam, padahal kedua hal ini dianggap sebagai sendi kesenian terbesar di kalangan semua bangsa yang berperadaban di jaman modern ini.
Keheranan mereka ini timbul karena mereka mengira islam itu sama persis dengan peradaban Barat sekarang, sehingga mereka tidak dapat menerima adanya perbedaan dalam bidang ini. Padahal Islam mengharamkan seni ini karena Islam punya landasan peradaban tersendiri yang berbeda sama sekali dari landasan-landasan peradaban lain (Barat) yang dipaksakan kepada kita melalui jendela taqlid buta, tidak ditawarkan kepada kita melalui jendela pengadilan intelektual yang bersih. Sebenarnya mereka menghujat Islam atas nama seni, padahal seni di dalam hukum Islam punya makna dan misi lain tidak sebagaimana makna seni yang kita peroleh dari filsafat lain yang tidak berkaitan sama sekali dengan aqidah kita.
C. Pemegang Kunci Ka‘bah.
Sesuai hadits ynag telah kami sebutkan di atas bahwa Nabi saw mengembalikan kunci Ka‘bah kepada Ustman bin Thalhah seraya berkata :“Terimalah kunci ini untuk selamanya, sesungguhnya tidak seorang pun akan mencabutnya dari kalian yakni Banu Abdud Dar dan Banu Syaibah, kecuali seorang zhalim.
Pada umumnya Ulama‘ berpendapat tidak boleh seseorang mencabut hak memegang kunci Ka‘bah dan pengurusannya dari mereka hingga Hari Kiamat. Imam Nawawi berkata , mengutip perkataan AL Qadhi Iyadh : „Hak itu telah diberikan oleh Rasulullah saw kepada mereka dan akan tetap berlaku terus sepanjang masa sampai kepada anak keturunan mereka. Hak itu tidak boleh dirampas atau dikurangi dari mereka selama mereka tetap ada dan layak untuk itu.“ Saya berkata : Sampai sekaranghak itu masih tetapi berada di tangan mereka sebagaimana wasita Nabi saw.
D. Penghancuran Berhala.
Ia merupakan pemandangan idnah dari pertolongan dan dukungan-Nya yang sangat agung kepada Rasul-Nya. Nabi saw menghancurkan tuhan-tuhan palsu di sekitar Ka‘bah dengan tongkat seraya bersabda : „Telah datang kebenaran dan lenyaplah kebatilan. Telah datang kebenaran dan tidak akan datang lagi kebathilan.“ Ibnu Ishaq dan lainnya meriwayatkan bahwa setiap berhala diremukkan bagian bawahnya kemudian ditegakkan di tanah lalu Nab saw memukulnya dengan tongkat menghancurkan mukanya atau menjungkalkannya ke tanah. Berhala-berhala itu dihancurkan dan dihinakan oleh Allah, sehingga seluruh Mekkah tunduk kepada Agama yang dibawa oleh Nabi saw.
&
Hukum-hukum yang Khusus Berkaitan dengan Tanah Suci Makkah
23 SepDR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah saw.
1. Larangan Berperang di Dalamnya.
Seperti kita ketahui, Nabi saw melarang pada rahabatnya melancarkan peperangan, kecuali jika ada yang memulai peperangan terhadap kaum Muslimin dan kecuali enam orang yang telah diumumkan oleh nabi saw. Keenam orang ini harus dibunuh dimana saja ditemukan.
Setelah diberitahukan kepada beliau bahwa Khalid bin Walid diserang terlebih dahulu kemudian mengadakan perlawanan , maka beliau bersabda :“Ketentuan (qadha‘) Allah itu baik“. Selain dari yang dilakukan Khalid bin Walidini tidak terjadi peperangan lainnya di mekkah.
Selain itu Nabi saw juga pernah bersabda pada hari penaklukan Mekkah : „Sesungguhnya Mekkah telah diharamkan oleh Allah, bukan manusia ynag mengharamkannya, tidak boleh badi seorang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir menumpahkan darah dan mencabut pohon di mekkah. Seandainya ada yang berdalih bahwa Rasulullah saw pernah melakukan peperanga di Mekkah, maka katakanlah kepadanya Allah mengijinkan hal itu kepadanya hanya sebentar. Sekarang keharaman (kehormatan)nya telah kembali sebagaimana semula.“ HR Bukhari dan Muslim.
Dari sini para ulama menyimpulkan bawha kita tidak dibolehkan melakukan peperangan di Mekkah dan hal-hal yang disebutkan di khutbah Naib saw pada hari penaklukan. Tetapi para ulama kemudian membahas tentang bagaimana cara pelaksanaan hal ini dan cara mengkompromikannya dengan nash-nash yang memerintahkan agar memerangi kaum Musyrikin, para pemberontak dan orang-orang yang telah divonis qishash.
Mereka berkata :“Berkenaan dengan orang-orang Musyrik dan atheis maka tidak ada masalah dengan mereka ini, sebab sesuatu syariat mereka tidak dibolehkan tinggal di mekkah. Bahkan sekedar masuk saja menurut Syafi‘iyah dan kebanyakan ulama Mujtahidin, mereka tidak dibolehkan. Berdasarkan firman Allah :
„Sesungguhya orang-orang Musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil haram sesudah tahun ini.“ (QS at-Taubah : 28)
Para penduduk Mekkah diharuskan memerangi mereka sebelum mereka sampai dan masuk ke Mekkah. Selain itu, Allah telah menjamin akan memelihara kehormatan Mekkah dari adanya orang Musyrik atau kafir yang tinggal di dalamnya. Ini merupakan salah satu bentuk kemukjizatan agama ini, karena hal tersebut terbukti kebenarannya sebagaimana tertera di dalam Kitab-Nya dan melalui lisan Nabi-Nya.
Sedangkan tentang para pemberontak orang-orang yang mengumumkan pembangkangan terhadap Imam yang shalih maka Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa mereka harus diperangi karena pembangkangan mereka apabila mereka tidak dapat disadarkan kecuali melalui peperangan. Sebab termasuk hak Allah yang tidak boleh diabaikan terlebih lagi di dalam tanah Haram. Imam Nawawi berkata :“Inilah pendapat yang diutip dari jumhur. Pendapat ini benar dan dinyatakan oleh Syafi‘I di dalam kitab Ikhtilaful Hadits.
Syafi‘I berkata : Tentang zhahir hadits-hadits ynag melarang peperangan secara mutlak (termasuk memerangi para pemberontak) dapat dijawab (dibantah), bahwa peperangan yang dimaksudkan itu adalah peperangan terhadpa mereka dengan menggunakan alat-alat berat seperti Manjaniq dan lainnya, apabila dapat diatasi dengan cara lainnya. Adapun jika orang-orang kafir bertahan di negeri lain maka boleh diperangi dari segala penjuru dan dengan segala bentuk.
Sebagian Fuqaha‘ berpendapat : Para pemberontak tidak boleh diperangi, tetapi mereka harus di desak dan dipersulit di segala penjuru sehingga mereka terpaksa harus keluar dari tanah Suci atau kembali ta‘at.
Adapun mengenai pelaksanaan hukum hadd, Imam Malik dan Syafi‘I berpendapat bahwa hukum hadd boleh dilaksanakan (sekalipun) di Tanah Haram Mekkah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Nabi saw bersabda : „Sesungguhnya tanah Haram tidak melindungi orang yang berbuat maksiat dan orang yang lari (dari tempat lain untuk berlindung di Mekkah) setelah membunuh atau melakukan pencurian.“
Abu Hanifah berpendapat yaitu sebuah riwayat dari Ahmad bahwa ia aman selama berada di Tanah Haram, tetapi harus didesak dan dipersulit agar ia keluar darinya. Setelah keluar darinya maka baru dilaksanakan hukum hadd atau qishas terhadapnya. Dalil mereka ini adalah keumuman sabda Nabi saw dalam khutbah pada hari penaklukan Mekkah tersebut.
Az-Zakarsyi berkata : Jadi faktor kekhususan ini untuk Tanah Haram Mekkah. Orang-orang kafir apabila berlindung di selain kota Mekkah maka mereka boleh diperangi dengan suatu peperangan yang umum dan menyeluruh dari segala penjuru dan dengan segala cara ynag menjadi tuntutan kemaslahatan. Tetapi seandainya mereka berlidung di Tanah Haram Mekkah maka mereka tidak boleh diperangi dengan cara tersebut.
Saya berkata . Ini disamping Allah telah berjanji akan menjadikan Tanah Haram Mekkah sebagai tempat yang aman bagi kaum Muslimin saja. Jika demikian realitasnya, llau apa sebab dilakukan peperangan kalau bukan untuk melaksanakan hukum hadd dan memukul para pemberontak yang telah anda ketahui hukum masing-masing dari keduanya.
2. Larangan Berburu di Dalamnya.
Hal ini telah ditetapkan dengan ijma‘ berdasarkan sabda Rasulullah saw ynag muttafaq ‚alaihi : „Pepohonannya tidak boleh ditebang dan buruannya tidak boleh dikejar.“
Kalau mengejar saja tidak dibolehkan apalagi membunuhnya. Jika seseorang menangkap buruannya maka ia wajib melepaskannya dan jika mati ti tangannya maka ia harus membayar diat seperti orang yang sedang ihram. Dikecualikan dari kumumam binantang yang disebut dengan Fawasiq yaitu : Burung Gagak, Burung Elang, Kalajengking, Tikus, dan Anjingliar. Para Ulama‘ mengqiaskan kepada lima jenis binantang ini, binatang-binatang lain ynag punya sifat sama (membahayakan) seperti ular, dan binatang buas yang berbahaya.
3. Larangan Menebang Pepohonannya.
Dalilnya adalah sabda Rasulullahs aw di atas, yakni menebang pohon-pohon yang ditumbuhkan Allah tanpa ditanam oleh manusia, selama pohon itumasih basah. Jadi, tidak diharamkan menebang pohon yang ditanam oleh manusia, sebagaimana tidak diharamkannya menyembelih binatang ternak, menggembalakan binatang ternak di padang rumputnya dan menebang pohon-pohon atau kayu-kayunya yang sudah kering.
Az-Zakarsyi meriwayatkan dari Abnu Hanifah dan Ahmad larangan tentang menggembalakan ternak di Tanah Haram. Para Jumhur mengecualikan dari kumuman tetumbuhan ini jenis tumbhan yang berbahaya, sebagaimana qias dengan lima jenis binatang Fawasiq yang dikecualikan oleh Nabi saw di atas. Ini termasuk mengkhususkan nash dengan qias.
4. Wajib Berihram pada Waktu Memasukinya.
Barang siapa masuk ke Mekkah atau datang ke salah satu tempat di Tanah Haram, sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi dan ia tidak termasuk orang yang sering mondar-mandir (keluar-masuk) seperti pedagang pencari kayu, dan pekerja maka tidak dibolehkan memasukinya, kecuali dengan berihram haji atau umrah.
Para Ulama berselisih pendapat apakah tuntutan itu bersifat wajib atau sunnah? Yang masyhur menurut tiga imam serta difatwakan di dalam Hanafiyah dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia adalah wajib. Tetapi Jumhur Syafi‘iyah berpendapat Sunnah. Sebab timbulnya perbedaan ini ialah karena Nabi saw ketika memasuki Mekkah pada fath-hu makkah tidak dengan pakaian Ihram, sebagaimana riwayat yang dikeluarkan oleh Muslim dan lainnya bahwa Nabi saw memasuki Mekkah apda hari penaklukan dengan memakai sorban hitam dan tanpa ihram.
Para Ulama yang mengatakan bahwa ihram itu sunnah berpegang dengan hadits. Ini. Sedangkan para Ulama yang mengatakan wajib, beralasan bahwa Nabi saw memasukinya pada saat itu memasukinya dalam keadaan khawatir akan pengkhianatan orang-orang kafir, sehingga beliau bersiap-siap untuk memerangi orang yang melancarkan serangan terhadapnya. Hal semacam ini termasuk keadaan yang dapat mengecualikan keumuman wajibnya.
5. Haram Mengijinkan Non-Muslim Tinggal di Dalamnya.
Hukum ini telah kami jelaskan berikut keterangan dalilnya pada pembahasan „Larangan Berperang di Dalamnya.“
&
Renungan Tentang Cara Rasulullah saw Memasuki Mekkah
23 SepDR.Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy; Sirah Nabawiyah;
analisis Ilmiah Mahajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah saw.
1. Telah kita ketahui dalam riwayat Bukhari dari Abdullah bin Mughaffal bahwa ketika memasuki Mekkah Rasulullah saw membaca surat al-Fath berulang-ulang dengan suara yang merdu sekali. Ini menunjukkan seperti anda saksikan bahwa Nabi saw saat memasuki kota Mekkah tengah hanyut dalam suasana syuhudma‘allah (khusyu‘ mengingat akan karunia Allah) bukan dengan kecongkakan dan kesombongan.
Gambaran ini diperjelas lagi oleh riwayat Ibnu Ishaq bahwa ketika sampai di Dzi-Thuwa, Nabi saw menundukkan kepalanya karena tawadhu‘ kepada Allah, ketika melihat kemenangan yang dikaruniakan Allah kepadanya, sampai janggutnya hampir menyentuh punggung untanya. Ini berarti Rasulullah saw saat itu tengah tenggelam dalam suasana ubudiyah sepenuhnya kepada Allah, karena menyaksikan hasil dari pelaksanaan perintah Rabb-nya dan buah dari semua penderitaan yang pernah dialaminya dari kaumnya. Sesungguhnya ia adalah saat-saat yang harus dipenuhi dengan sikap syukur kepada Allah semata bahkan seharusnya seluruh waktu ini kita isi dengan semangat ubudiyah kepada Allah.
Demikianlah seharusnya seluruh keadaan kaum Muslimin : Ubudiyah secara mutlak kepada Allah dalam keadaan susah dan gembira, dalam suasna kemenangan dan kekalahan, dalam kondisi lemah dan kuat. Kaum Muslimin tidak boleh merendahkan diri di hadapan Allah hana pada waktu sulit dan musibah saja, sehingga ketika semua kesulitan itu telah sirna mereka dimabuk oleh kegembiraan sampai melupakan ajaran-ajaran Allah, seolah-olah mereka tidak pernah berdo‘a dengan khusyu‘ kepada Allah meminta agar mereka dibebaskan dari kesulitan yang membelitnya.
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari ini juga menunjukkan disyariatkannya membaca al-Quran dengan suara merdu (tarannum) sesuai huum bacaan yang ada. Suatua tata-cata membaca ynag diungkapkan oleh Abdullah bin Mughafal dengan istilah tarji‘. Pendapat ini disepakati oleh semua ulama Syafi‘iyah, hanafiyah, sebagian besar ualama Malikiyah dan lainnya.
Tentang riwayat dari sebagian besar para sahabat atau Tabi‘in yang menunjukkan bahwa Rasulullah melarang membaca al-Quran dengan lagu dan suara merdu, para Imam tersebut mengartikan dengan suatu lagu bacaan yang mengakibatkan kesalahan dalam pengucapan huruf dan kaidah-kaidah tilawah. Sebab tilawah seperti ini para ulama sepakat tidak membolehkannya.
3. Kebijaksanaan Rasulullah saw yang memerintahkan para sahabatnya agar memasuki Mekkah dari berbagai arah adlaah suatu tadbir (strategi) yang sangat bijaksana. Sebab dengan demikian para penduduk Mekkah tida punya kesempatan untuk melancarkan pepernagna jika mereka menginginkannya, karena mereka terpaksa harus memencar orang-orang mereka dan menempatkan kekuatan mereka ke berbagai penjuru Mekkah sehingga kekuatan perlawanan mereka menjadi lesu.
Rasulullah saw mengambil tindakan ini demi menghindarkan terjadinya penumpahan daran dan memelihara makna keselamatan dan keamnaan bagi kota haram. Oleh sebab itu, Nabi saw memerintahkan kaum Muslimin agar tidak melancarkan pepernagna kecuali kepada orang yang memulai peperangan, dan mengumumkan siapa yang memasuki rumahnya dan menutup pintu rumahnya ia selamat.
&