Tag Archives: Nashiruddin

Hadits 33 Hadits Dlaif dan Maudlu’

19 Jan

Silsilah Hadits Dlaif (Lemah) dan Maudlu’ (Palsu);
Muhammad Nashiruddin al-Albani

Ad-dun-yaa adl-dliratul aakhirati

“Dunia adalah istri kedua (saingan) akhirat.”

Hadits ini tidak ada sumbernya dari Rasulullah saw.. Ini ditegaskan dalam kitab Kasyful Khafa dan lain-lain. Konon termasuk ucapan-ucapan yang dinisbatkan kepada Nabi Isa a.s.

&

Hadits 32 Hadits Dlaif dan Maudlu’

19 Jan

Silsilah Hadits Dlaif (Lemah) dan Maudlu’ (Palsu);
Muhammad Nashiruddin al-Albani

Ad-dun-yaa haraamun ‘alaa aHlil aakhirati, wal aakhiratu haraamun ‘alaa aHlid dun-yaa, wad-dun-yaa wal aakhiratu haraamun ‘alaa aHlillaaH.

“Dunia itu haram bagi ahli akhirat dan akhirat itu haram bagi ahli dunia, sedangkan dunia dan akhirat adalah haram bagi ahlullah.”

Ini salah satu dari sedereran hadits maudhu’. Dalam sanadnya terdapat JIibillah bin Sulaiman yang oleh adz-Dzahabi dinyatakan dalam deretan perawi tidak tsiqah (tidak terpercaya).

Menurut saya, penyebar hadits ini bukan saja tidak kuat, terapi jelas seorang pendusta ulung. Yang pasti, riwayat ini batil. Seorang mukmin tidak akan ragu terhadap pernyataan ini, sebab bagaimana mungkin Rasulullah mengharamkan sesuatu yang dihalalkan bagi orang-orang mukmin.

Tampaknya pemalsu hadits ini berasal dari kalangan sufi yang dungu, yang berkeinginan menabur benih akidah sufiyah batil. Di antaranya, yaitu mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan Allah dengan dalih mendidik jiwa, seolah-olah apa yang didatangkan oleh syariat tidak cukup atau kurang sempurna. Sehingga mereka membuat peraturan untuk menyempurnakan ketetapan Ilahi.

&

Hadits 31 Hadits Dlaif dan Maudlu’

19 Jan

Silsilah Hadits Dlaif (Lemah) dan Maudlu’ (Palsu);
Muhammad Nashiruddin al-Albani

Ad dun-yaa khuth-watu rajulin mu’minin

“Dunia adalah langlah seorang mukmin.”

Hadits tersebut tidak ada sumber aslinya. Ibnu Taimiyah dalam al-Fatawa l/196 juga mengatakan bahwa hadits tersebut tidak diketahui sumbernya, tidak dari Rasulullah saw, tidak dari salafus salih, juga tidak dari para imam.

Hadis tersebut oleh Imam as-Suyuthi diriwayatkan dalam deretan hadits-hadits maudhu’ dengan nomor 1187.

&

Hadits 30 Hadits Dlaif dan Maudlu’

19 Jan

Silsilah Hadits Dlaif (Lemah) dan Maudlu’ (Palsu);
Muhammad Nashiruddin al-Albani

Al khairu fiyya wa fii ummatii ilaa yaumil qiyaamati

“Kebaikan itu ada pada diriku dan umatku sampai hari kiamat.”

Hadits tersebut tidak ada sumbernya. Dinyatakan dalam kitab al-Maqashid bahwa Ibnu Hajar mengatakan, “Aku tidak mengetahui sumber aslinya.”

&

Hadits 29 Hadits Dlaif dan Maudlu’

19 Jan

Silsilah Hadits Dlaif (Lemah) dan Maudlu’ (Palsu);
Muhammad Nashiruddin al-Albani

Khiyaaru ummatii ahiddaa-uHumul ladziina idzaa ghadlibuu raja’uu

“Umatku yang terbaik ialah mereka yang berwatak keras (tegas) yang bila mereka marah segera sadar.”

Ini hadits batil. Al-Uqaili meriwayatkannya dalam kitrab Kumpulan Hadits-hadits Dha’if, halaman 2I7, kemudian menyatakan, “Sanadnya dari Abdullah bin Qunbur dan dia ini tidak suka meneliti sanad.”

Kemudian al-Uzdi mengatakan”, Riwayat Abdullah bin Qunbur tersebut tidak diterima jumhur pakar hadits. Bahkan adz-Dzahabi menyatakan bahwa riwayatnya batil dan dibenarkan oleh Ibnu Hajar.

&

Hadits 28 Hadits Dlaif dan Maudlu’

19 Jan

Silsilah Hadits Dlaif (Lemah) dan Maudlu’ (Palsu);
Muhammad Nashiruddin al-Albani

Al hiddatu laa takuunu illaa fii shaalihii ummatii wa abraariHaa tsumma tafii’

” Sikap tegas itu tidak akan ada kecuali pada umatku yang saleh dan yang paling baik, kemudian akan sirna.”

Hadits ini maudhu’ dan diriwayatkan oleh Bisyran dalam kitab al-‘Amali dengan sanad dari Bisyr bin Husain.

Saya katakan, Bisyr ini pendusta. Bahkan oleh ad-Daru Qhuthni dinyatakan tertolak riwayatnya. Kemudian Abu Hatim mengatakan bahwa Bisyir ini telah berdusta pada Zubair.

&

Hadits 27 Hadits Dlaif dan Maudlu’

19 Jan

Silsilah Hadits Dlaif (Lemah) dan Maudlu’ (Palsu);
Muhammad Nashiruddin al-Albani

Al hiddatu ta’tarii hamalatal qur-aani fii ajwaafiHim
“Sikap tegas itu meliputi para pengemban Al-Qur’an karena keluhuran Al-Qur’an dalam hati mereka.”

Ini adalah hadits maudhu’. Diutarakan oleh as-Suyuthi dalam kitab al-Jami’ush-Shoghir dari riwayat Ibnu Adi. Pensyarahnya yakni al-Manawi menyatakan bahwa dalam sanadnya terdapat Wahab bin Rahb bin Katsir. Ibnu Mu’in menyarakan bahwa dia itu.pendusta, sedangkan Imam Ahmad menyatakan bahwa Wahab pemalsu hadits.

&

Hadits 26 Hadits Dlaif dan Maudlu’

19 Jan

Silsilah Hadits Dlaif (Lemah) dan Maudlu’ (Palsu);
Muhammad Nashiruddin al-Albani

Al-hiddatu ta’tarii khiyaara ummatii
“Sikap tegas (keras) menjadi ciri bagi umatku yang baik-baik.”

Hadits tersebut dha’if. Ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani, III/I18 dan Ibnu ‘Adi l/163, semuanyad ari Salam ath -Thawil.

Al-Mukhallish dalam kitab al-Fawa’id aI-Muntaqat mengatakan bahwa Imam al-Baghawi berkata, “Hadits ini munkar dan Salam ath-Thawil itu lemah sekali.”
Bahkan diutarakan al-Manawi dalam kitab al-Faidh bahwa Salam ath-Thawil dan Fadhl bin Athiyyah ditinggalkan riwayatnya.

Menurut saya, sekalipun Fadhl bin Athiyyah dinyatakan dha’if, tidaklah seperti yang telah dituduh oleh jumhur pakar hadis bahwa dia pendusta dan pemalsu hadits.

&

Hadits 25 Hadits Dlaif dan Maudlu’

19 Jan

Silsilah Hadits Dlaif (Lemah) dan Maudlu’ (Palsu);
Muhammad Nashiruddin al-Albani

“Tatkala Adam melakukan kesalahan, dia berkata, ‘Wahai Tuhanku, aku memohon ampunan-Mu demi Muhammad.’ Maka Allah berfirman, ‘Wahai Adam bagaimana engkau mengenal Muhammad sedang Aku belum menciptakannya ?’ Adam menjawab,’ Wahai Tuhanku, tatkala Engkau menciptakanku dengan kekuasaan-Mu dan Engkau meniupkan ruh padaku, maka aku mengangkat kepalaku, dan aku melihat tiang Arasy bertulis: Tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah, maka aku tahu Engaau tidak merangkaikan kepada nama-Mu kecuali makhluk yang paling Engkau cintai.’ Allah berfirman, ‘Engkau benar wahai Adam. Sesungguhnya dia (Muhammad) makhluk yang paling Aku cintai. Mohonlah demi dia, maka Aku mengampunimu. Dan kalau bukan karena Muhammad, Aku tidak akan menciptakanmu.”

Telah dinyatakan oleh Ibnu Hibban bahwa dalam sanad hadits di atas terdapat nama Abdullah bin Muslim bin Rasyad. Dia tertuduh sebagai pemalsu hadits sebab ia pernah terbukti memalsu hadits dari Laits, Malik, dan Ibnu Luhay’ah.

Ringkasnya, hadits tersebut tidak bersumber pada hadits-hadits marfu’ dan sahih dari Rasulullah saw. Karena itu, tidaklah berlebihan bila divonis sebagai hadits batil oleh para pakar hadits, seperti adz-Dzahabi dan al-Asqalani.

&

Hadits 24 Hadits Dlaif dan Maudlu’

19 Jan

Silsilah Hadits Dlaif (Lemah) dan Maudlu’ (Palsu);
Muhammad Nashiruddin al-Albani

Man kharaja minal baitiHi ilash shalaati faqaala: allaaHummaa innii as-aluka bihaqqis saa-iliina ‘alaika, wa as-aluka bi haqqi mamsyaaya Haadzaa, fa innii lam akhruj asyaran walaa batharan, aqbalallaaHu ‘alaiHi biwajHiHii was taghfaralaHuu ulfu malakin.
” Barangsiapa keluar dari rumahnya menuju masjid untuk melakukan shalat, kemudian ia berdoa, ‘Wahai Tuhanku, aku bermohon pada-Mu atas hak orang-orang yang bermohon kepada-Mu; dan aku bermohon kepada-Mu atas hak perjalanan ini, karena aku tidak berjalan untuk suatu kekejian dan tidak pula karena kesombongan’, maka Allah akan menghadapinya dengan wajah-Nya dan seribu malaikat akan memohon ampunan untuknya.”

Hadits ini dha’if. Ia diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya I/26l, Imam Ahmad III/21, Baghawi dalam hadits Ali bin Ja’d IX /93, dan Ibnu Sunni (hadits nomor 83), dari sanad Fudhail bin Marzuq.

Lemahnya sanad riwayat tersebut dari dua hal:

1. Fudhailb in Marzuq dinyatakan kuat oleh sekelompok ulama, tetapi sekelompok lain menganggapnya lemah. Dan tidak benar tuduhan orang bahwa yang menyatakan Fudhail lemah hanya Abu Hatim saja, sebab masih banyak lagi sederetan pakar hadits yang menganggapnya lemah. Ketika ditanya rentang Fudhail apakah dapat dijadikan hujjah, Nasa’i menjawab, ‘Tidak, ia lemah.”
Al-Hakim juga mengatakan, “Fudha’il tidak meminuhi syarat kesahihan.”
Selain mereka adalah Ibnu Hibban yang dalam menyatakan perawi-perawi kuat mengatakan, “Fudhail banyak melakukan kesalahan dalam meriwayatkan.” Ringkasnya, kecaman terhadap Fudhail lebih didahulukan daripada yang menguatkannya.

2. Di samping itu, Fudhail meriwayatkannya dari Athilyah al_Alufi yang juga dinyatakan lemah oleh pakar hadits. Dem ikianlah yang diungkapkan oleh para huffadh.

Dengan demikian, seperti yang masyhur dalam ilmu Mushthalah Hadtts, jarh (kecaman) lebih didahulukan (diutamakan) ketimbang ta’dil (pengakuan baik). Di sampingi itu, tentang penguatan dha’ifnya Ibnu Shalah ini datang dari banyak ulama tsiqah (dapat dipercaya), seperti Ibnu Adi dan lain-lainnya. Bahkan Ibnu yunus mengatakan, “Banyak diriwayatkan darinya hadits-hadits munkar.”
Daruquthni mengatakan, “Ia (Ibnu shalah) itu lemah dalam meriwayarkan hadits.”

&