Tag Archives: Non-Muslim

Menjenguk Orang Non-Muslim

19 Jul

Yusuf Qardhawy; Fatwa Kontemporer; Fiqih Kontemporer

Dijadikannya menjenguk orang sebagai hak seorang muslim terhadap muslim lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits itu, tidak berarti bahwa orang sakit yang nonmuslim tidak boleh dijenguk. Sebab menjenguk orang sakit itu, apa pun jenisnya, warna kulitnya, agamanya, atau negaranya, adalah amal kemanusiaan yang oleh Islam dinilai sebagai ibadah dan qurbah (pendekatan diri kepada Allah).

Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Nabi saw. menjenguk anak Yahudi yang biasa melayani beliau ketika beliau sakit. Maka Nabi saw. menjenguknya dan menawarkan Islam kepadanya, lalu anak itu memandang ayahnya, lantas si ayah berisyarat agar dia mengikuti Abul Qasim (Nabi Muhammad saw.; Penj.), lalu dia masuk Islam sebelum meninggal dunia, kemudian Nabi saw. bersabda: “Segala puji kepunyaan Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka melalui aku.” (HR Bukhari)

Hal ini menjadi semakin kuat apabila orang nonmuslim itu mempunyai hak terhadap orang muslim seperti hak tetangga, kawan, kerabat, semenda, atau lainnya.

Hadits-hadits yang telah disebutkan hanya untuk memperkokoh hak orang muslim (bukan membatasi) karena adanya hak-hak yang diwajibkan oleh ikatan keagamaan. Apabila si muslim itu tetangganya, maka ia mempunyai dua hak: hak Islam dan hak tetangga. Sedangkan jika yang bersangkutan masih kerabat, maka dia mempunyai tiga hak, yaitu hak Islam, hak tetangga, dan hak kerabat. Begitulah seterusnya.

Imam Bukhari membuat satu bab tersendiri mengenai “Menjenguk Orang Musyrik” dan dalam bab itu disebutkannya hadits Anas mengenai anak Yahudi yang dijenguk oleh Nabi saw. dan kemudian diajaknya masuk Islam, lalu dia masuk Islam, sebagaimana saya nukilkan tadi.

Beliau juga menyebutkan hadits Sa’id bin al-Musayyab dari ayahnya, bahwa ketika Abu Thalib akan meninggal dunia, Nabi saw. datang kepadanya.21

Diriwayatkan juga dalam Fathul-Bari dari Ibnu Baththal bahwa menjenguk orang nonmuslim itu disyariatkan apabila dapat diharapkan dia akan masuk Islam, tetapi jika tidak ada harapan
untuk itu maka tidak disyariatkan.

Al-Hafizh berkata, “Tampaknya hal itu berbeda-beda hukumnya sesuai dengan tujuannya. Kadang-kadang menjenguknya juga untuk kemaslahatan lain.”

Al-Mawardi berkata, “Menjenguk orang dzimmi (nonmuslim yang tunduk pada pemerintahan Islam) itu boleh, dan nilai qurbah (pendekatan diri kepada Allah) itu tergantung pada jenis
penghormatan yang diberikan, karena tetangga atau karena kerabat.”22

&

Menjenguk Orang Non-Muslim

19 Jul

Yusuf Qardhawy; Fatwa Kontemporer; Fiqih Kontemporer

Dijadikannya menjenguk orang sebagai hak seorang muslim terhadap muslim lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits itu, tidak berarti bahwa orang sakit yang nonmuslim tidak boleh dijenguk. Sebab menjenguk orang sakit itu, apa pun jenisnya, warna kulitnya, agamanya, atau negaranya, adalah amal kemanusiaan yang oleh Islam dinilai sebagai ibadah dan qurbah (pendekatan diri kepada Allah).

Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Nabi saw. menjenguk anak Yahudi yang biasa melayani beliau ketika beliau sakit. Maka Nabi saw. menjenguknya dan menawarkan Islam kepadanya, lalu anak itu memandang ayahnya, lantas si ayah berisyarat agar dia mengikuti Abul Qasim (Nabi Muhammad saw.; Penj.), lalu dia masuk Islam sebelum meninggal dunia, kemudian Nabi saw. bersabda: “Segala puji kepunyaan Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka melalui aku.” (HR Bukhari)

Hal ini menjadi semakin kuat apabila orang nonmuslim itu mempunyai hak terhadap orang muslim seperti hak tetangga, kawan, kerabat, semenda, atau lainnya.

Hadits-hadits yang telah disebutkan hanya untuk memperkokoh hak orang muslim (bukan membatasi) karena adanya hak-hak yang diwajibkan oleh ikatan keagamaan. Apabila si muslim itu tetangganya, maka ia mempunyai dua hak: hak Islam dan hak tetangga. Sedangkan jika yang bersangkutan masih kerabat, maka dia mempunyai tiga hak, yaitu hak Islam, hak tetangga, dan hak kerabat. Begitulah seterusnya.

Imam Bukhari membuat satu bab tersendiri mengenai “Menjenguk Orang Musyrik” dan dalam bab itu disebutkannya hadits Anas mengenai anak Yahudi yang dijenguk oleh Nabi saw. dan kemudian diajaknya masuk Islam, lalu dia masuk Islam, sebagaimana saya nukilkan tadi.

Beliau juga menyebutkan hadits Sa’id bin al-Musayyab dari ayahnya, bahwa ketika Abu Thalib akan meninggal dunia, Nabi saw. datang kepadanya.21

Diriwayatkan juga dalam Fathul-Bari dari Ibnu Baththal bahwa menjenguk orang nonmuslim itu disyariatkan apabila dapat diharapkan dia akan masuk Islam, tetapi jika tidak ada harapan
untuk itu maka tidak disyariatkan.

Al-Hafizh berkata, “Tampaknya hal itu berbeda-beda hukumnya sesuai dengan tujuannya. Kadang-kadang menjenguknya juga untuk kemaslahatan lain.”

Al-Mawardi berkata, “Menjenguk orang dzimmi (nonmuslim yang tunduk pada pemerintahan Islam) itu boleh, dan nilai qurbah (pendekatan diri kepada Allah) itu tergantung pada jenis
penghormatan yang diberikan, karena tetangga atau karena kerabat.”22

&