Tag Archives: Pendidikan Islam

Pendidikan Islam dan Konsep Perkembangan Sosial

21 Jul

Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat;
Abdurrahman An-Nahlawi

Dalam kerangka pendidikan, perkembangan sosial meliputi aspek-aspek berikut ini:
1. Perkembangan perasaan kemasyarakatan, seperti perasaan terikat, kecenderungan untuk berkelompok, dan kegandrungan untuk saling mengikuti.
2. Perkembangan pengalaman kemasyarakatan dan hal-hal yang dihasilkannya, seperti pola-pola interaksi kelompok, pengetahuan aturan-aturan, pola-pola perilaku bermasyarakat, serta norma-norma kehidupan berkelompok
3. Perkembangan imajinasi kemasyarakatan serta tujuan bersama yang tercermin dalam diri setiap individu sebagai hasil pendidikan masyarakat yang mereka terima. Pendidikan masyarakat ini bisa tercipta melalui partisipasi dalam pesta-pesta, upacara keagamaan, pengenalan berbagai fenomena kelompok, atau melalui bidang ekonomi dan militer.

Pada dasarnya, pendidikan yang bertujuan mewujudkan ketundukan, ketaatan, dan ibadah kepada Allah akan berakhir pada pengembangan perasaan kemasyarakatan yang lebih mulia dan terbuka pada kebaikan. Hal yang pertama kali ditetapkan oleh para sosiolog adalah konsepsi tentang masyarakat. Para sosiolong sepakat mengatakan bahwa masyarakat terbentuk akibat berkumpulnya sekelompok individu yang memiliki gambaran, tujuan, atau kepentingan yang sama, dan semuanya bekerja sama untuk kepentingan tersebut. Kesamaan tersebut mempersatukan mereka dalam berbagai ikatan yang mengikat seluruh individu. Sebagian membantu sebagian yang lain. Mereka membiasakan diri untuk menyukai kehidupan bersama, tolong menolong, dan tanggung jawab.

Dalam pendidikan Islam, tujuan kemasyarakatan didefinisikan sebagai upaya mempersatukan individu yang tercerai berai serta mengikat hati dan perasaan mereka dalam ikatan yang kuat, kokoh, dan tidak berubah-ubah. Realisasi tujuan tersebut memerlukan konsistensi individu dalam berfikir, beribadah, dan mempraktikkan syariat pada konsepsi Islam tentang alam semesta. Konsistensi terhadap syariat Islam serta realisasi syariat itu dalam kehidupan sehari-hari harus menjadi rangkaian konsepsi masyarakat muslim yang menjanjikan kedalaman, kesadaran, kejelasan, keteguhan, kemurnian, dan kelogisan. Itulah yang membedakan masyarakat muslim dari masyarakat lainnya.

Pada masyarakat yang tidak Islami, kita akan menemukan individu yang menerima konvensi kemasyarakatan secara membabi buta melalui peniruan-peniruan. Jika kita melihat pendidikan Islam, kita akan menemukan individu-individu yang merasa puas jika telah diberi kebebasan berfikir, kejelasan atas tujuan bersama, dan perasaan bangga atas tujuan tersebut. Selain itu, masyarakat muslim pun akan merasakan kebersamaan yang direalisasikan melalui Idul Adha, atau melalui shalat berjamaah. Demikian kita menemukan gambaran kolektif islami ini membentuk kebudayaan dan pemikiran seorang muslim, menjadi kontrol utama dalam perilaku bermasyarakat, dan menjadi tendensi psikologis yang mendalam tanpa kepura-puraan.

Melalui pendidikan islami, masyarakat akan memiliki otoritas dalam pelaksanaan syariat dan akidah Islam dengan tetap berpedoman pada konsepsi saling berpesan dalam kebenaran, saling menasehati, dan saling melarang dalam kemunkaran. Dengan tujuan yang bersifat kolektif, pendidikan Islam telah memurnikan penghambaan murni hanya kepada Allah serta menyatukan ide dan fikiran dalam tujuan yang sama. Dengan demikian, seluruh umat Islam akan terikat pada tauhid yang memegang amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana difirmankan Allah ini:

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah kepada yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (Ali Imran: 110)

Al-Qur’an pun menjelaskan kewajiban berwali kepada Allah:
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak [pula] mereka bersedih hati. [yaitu] orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (Yunus: 62-63)

Sebagian mukmin pun merupakan wali bagi sebagian yang lain. Mereka dilarang mengambil wali selain mukmin untuk dirinya. Yang harus mengikat mereka hanyalah persaudaraan dalam keimanan.

Demikianlah, melalui penempatan anak dengan konsep pendidikan Islam, kita telah mempersiapkan anak-anak dalam pengembangan ikatan sosialnya sehingga dalam praktiknya, anak-anak akan terhindar dari praktik diskriminasi, kedhaliman, invasi, dan kejahatan-kejahatan lainnya. Dengan demikian, keterkaitan pendidikan Islam terwujud hanya karena agama yang satu, bukan hanya karena kesamaan bahasa atau nasionalisme.

&

Pendidikan Islam dan Konsep Perkembangan Akal

21 Jul

Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat;
Abdurrahman An-Nahlawi

Dalam pandangan Islam, akal merupakan potensi manusiawi yang paling penting. Itulah yang mendasari pemahaman dan kesempurnaan akal dalam rukun iman. Lebih jauh lagi al-Qur’an menganjurkan penggunaan akal dalam merenungi tanda-tanda kebesaran Allah yang ada pada diri manusia atau yang ada pada alam semesta.

Al-Qur’an mengarahkan akal manusia untuk merenungi penciptaan manusia melalui analogi terhadap hari kebangkitan di akhirat kelak serta kepastian akan balasan Allah sesuai amal perbuatan manusia. Melalui al-Qur’an pula manusia manusia dianjurkan untuk menafakuri penciptaan langit dan bumi serta mengambil hikmah dari penciptaan umat-umat terdahulu. Bagi manusia yang mengingkari anjuran untuk merenungi dan memahami ayat-ayat al-Qur’an, Allah telah memberi predikat sebagai manusia yang bisu, tuli dan buta karena mereka tidak memikirkan apa yang dilihat dan didengarnya. Atau kalaupun mereka memikirkannya, mereka menolak untuk mengakui kebenaran yang mereka temukan. Pada dasarnya, mereka buta karena tidak melihat kebenaran atau ayat-ayat Allah yang ada di alam semesta ini. Mereka juga tuli karena tidak mau mendengarkan kebenaran yang diserukan kepadanyaa atau merenungkan tempatnya kembali nanti.

Jika kita hitung, al-Qur’an mengandung 46 ayat yang menyatakan kata ta’qiluun atau ya’qiluun, 14 ayat yang menyatakan yatafakkaruun atau tatafakkaruun, dan 13 ayat yang menyatakan yafqaHuun. Ayat ayat itu tampil dengan anjuran untuk berfikir atau peringatan untuk orang-orang berakal. Anjuran untuk merenungi al-Qur’an dapat kita temui dalam 4 ayat. Al-Qur’an pun menyajikan 16 ayat yang menyeru orang-orang berakal untuk mengambil pelajaran dari berbagai kisah al-Qur’an atau tanda-tanda alam semesta melalui perenungan atas dalil-dalil yang menunjukkan kekuasan Allah.

Demikianlah, dalam rangka merealisasikan keimanan dan ketundukan kepada Allah, melalui perenungan atas kebesaran-Nya, pendidikan Islam mengajak manusia untuk memanfaatkan akal dalam berargumentasi, mencari kepuasan, merenung dan berobservasi. Pendidikan Islam pun mengajak manusia pada pemanfaatan fasilitas alam semesta sehingga tergalilah berbagai sunnah yang disediakan Allah bagi manusia. Jelasnya, pendidikan Islam mengembangkan akal manusia menurut pola perkembangan yang terbaik sehingga tidak akan pernah ada manusia berakal yang sombong, tidak mau menerima kebenaran.

Pendidikan Islam menghindarkan manusia dari ketulian sehingga manusia terhindar dari eksploitasi nafsu dan syahwat. Begitu juga, pendidikan Islam menghindarkan manusia dari kekerasan hati dan kejumudan akal sehingga manusia terhindar dari pengutamaan atas materi, kedudukan, dan kehormatan yang palsu. Islam pun menawarkan pendidikan yang mengajarkan berfikir sehat, tawadlu, ikhlas menerima kebenaran, jujur dalam keilmuan, dan optimis dalam mengaplikasikan teori-teori yang dia peroleh.

Dengan demikian, mantaplah konsep yang mengatakan bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk mengembangkan akal manusia yang disempurnakan dengan pengembangan jasmaniah. Dalam pendidikan Islam, aspek intelektual berkembang dari kecermatan dan kejujuran berfikir serta aplikasi praktis menuju pengakuan akan adanya Dzat Yang Mahatinggi, melalui pencarian petunjuk serta menjauhkan diri dari eksploitasi hawa nafsu. Dengan begitu, manusia akan mudah menemukan argumentasi dan pengetahuan yang meyakinkan, jauh dari praduga.

&

Pendidikan Islam dan Konsep Perkembangan Jasmani

21 Jul

Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat;
Abdurrahman An-Nahlawi

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.”

Hadits di atas tersirat konsepsi bahwa ketaatan, penghambaan, dan seruan kepada Allah memerlukan upaya dan kekuatan fisik. Selain itu, Islam pun mengharamkan perbuatan bunuh diri, membunuh orang lain, atau sengaja menyakiti fisik. Bagi umat Islam, shalat, shaum, atau haji merupakan sarana mengaktifkan alat-alat tubuh. Islam pun sangat memperhatikan kesejahteraan umatnya dengan mewajibkan seorang bapak, suami, wali atau bahkan negara untuk memberikan nafkah kepada anak dan wanita yang sedang menyusuhi.

Dalam membina kekuatan fisik, Rasulullah saw. menganjurkan umat Islam untuk berolah raga, seperti berkuda, memanah, atau renang. Beliau dan Aisyah pernah melongokkan kepalanya dari kamar mereka ke halaman masjid ketika orang-orang Habsyi bermain perang-perangan, bahkan beliau pernah bergulat melawan seorang pegulat Habsyi Rukanah dan beliau dapat mengalahkannya. Pada kesempatan lain, beliau pernah balapan lari dengan Aisyah. Para shahabat sering berlatih melempar anak panah setelah mereka shalat maghrib.

Dalam sebuah hadits dikatakan, Rafi’ bin Khadij pernah berkata: “Kami shalat maghrib bersama Nabi saw. Lalu salah seorang di antara kami berpaling sedang dia masih bisa melihat sasaran anak panahnya.” (HR Bukhari)

Abdullah bin Umar pun pernah mengatakan: “Rasulullah saw. melombakan kuda-kuda kurus mulai dari al-Hafya hingga Tsaniyyatil Wada dan beliau melombakan kuda-kuda gemuk dari Tsaniyyatil Wada hingga masjid Bani Zuraiq.” (HR Bukhari)

Dari gambaran di atas, kita dapat mengatakan bahwa pendidikan Islam pun memperhatikan masalah pengembangan fisik dan pelatihan anggota tubuh yang diarahkan untuk kebaikan manusia dan masyarakat. Pengarahan tersebut dilakukan melalui dua langkah berikut:

1. Mengarahkan segala kekuatan pada segala perkara yang diridlai Allah, misalnya membantu orang yang sedang kesulitan atau untuk berjihad di jalan Allah.
2. Menjauhkan kekuatan fisik dari segala perkara yang dibenci Allah, seperti memberatkan hukuman, menyulut permusuhan, atau sombong dengan kekuatan dan kedudukannya.

&