Tag Archives: roh

Kemana Perginya Roh dan Bagaimana Keadaannya Setelah Keluar dari Tubuh

9 Jul

At-Tadzkirah Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi;
Imam Syamsuddin al-Qurthubi

Abu al-Hasan al-Qabisi ra berkata, Madzab yang shahih yang menjadi pegangan Ahlus sunnah wal jama’ah ialah, bahwa roh itu –setelah keluar dari tubuhnya- diangkat oleh para malaikat, sampai dihadapkan kepada Allah swt, lalu Allah menanyainya. Jika roh itu tergolong ke dalam mereka yang mendapat kebahagiaan, maka Allah menitahkan, “Bawalah dia, dan perlihatkan kepadanya bakal tempatnya dalam surga.” Maka para malaikat membawanya masuk ke surga selagi jasadnya dimandikan.

Jika jasad orang itu telah dimandikan dan dikafani, maka rohnya dikembalikan dan dimasukkan di antara jasad dan kafannya. Oleh karena itu, ketika jasadnya dibawa di atas keranda, dia dapat mendengar perkataan orang-orang; yang baik maupun yang buruk. Dan apabila dishalati dan sampai di kuburan, maka roh itu dikembalikan lagi, dan orang itu didudukkan sebagai manusia yang bernyawa dan berjasad. Kemudian dua malaikat datang menemuinya untuk mengujinya, sebagaimana akan diterangkan nanti.”

Dari Amr bin Dinar, dia berkata, “Tidaklah seseorang meninggal dunia, melainkan rohnya ada di tangan malaikat. Mayit itu melihat bagaimana jasad dirinya dimandikan, bagaimana dikafani, dan bagaimana dia dibawa berjalan. Lalu dia duduk dalam kuburnya.”

Abu Hamid berkata dalam kitabnya, Kasyf Ulum al-Akhirat, “Apabila Malaikat Maut telah mencabut nyawa seseorang yang mendapat kebahagiaan, maka nyawa itu dibawa oleh dua malaikat yang berwajah rupawan, berpakaian indah, dan beraroma harum. Mereka membungkusnya dalam kain sutra surga seukuran batang pohon kurma. Sosoknya tetap sebagai manusia yang tidak hilang akalnya maupun ilmunya yang telah diperolehnya di dunia.

Para malaikat membawa nyawa itu naik ke angkasa. Selama dalam perjalanan, nyawa itu melewati umat-umat yang telah lalu dan generasi-generasi yang telah lampau bagaikan belalang yang tersebar, hingga akhirnya mencapai langit terendah. Maka ketua rombongan mengetuk pintu, lalu ditanya, “Siapakah kamu?”

Dia menjawab, “Aku Shalsha’il, dan ini yang kubawa adalah Fulan.” Sambil menyebut namanya yang terbaik dan yang paling disukainya. Maka penjaga pintu berkata, “Sebaik-baik orang adalah Fulan, karena dia tidak ragu dalam keyakinannya.”

Kemudian sampailah rombongan di langit kedua, lalu malaikat itu mengetuk pintu, dan ditanya, “Siapakah kamu?” maka dijawab seperti tadi. Para penjaga pintu berkata, “Selamat datang Fulan, aHlan wa saHlan, dia selalu menjaga shalatnya dengan semua kewajibannya.”

Kemudian lewatlah mereka hingga sampai di langit ketiga, lalu malaikat itu mengetuk pintu, dan ditanya, “Siapakah kamu?” ketua rombongan menjawab seperti jawaban pertama dan kedua. Maka para penjaga pintu mengucapkan, “Selamat datang, Fulan. Dia selalu memperhatikan perintah Allah mengenai kewajiban hartanya, dan tidak kikir sedikitpun.”

Kemudian mereka meneruskan hingga sampai di langit keempat, lalu ketua rombongan mengetuk pintu dan ditanya, “Siapa kamu?” maka dia menjawab seperti jawaban tadi dan mendapat sambutan, “Selamat datang Fulan. Dia telah berpuasa sebaik-baiknya dan menjaganya dari perkataan-perkataan kotor dan makanan yang haram.”

Kemudian sampailah mereka di langit kelima, lalu ketua rombongan mengetuk pintu dan ditanya, “Siapakah kamu?” Maka dia jawab seperti tadi juga dan mendapat sambutan, “Selamat datang, Fulan. Dia telah menunaikan haji wajib, tanpa dibarengi sum’ah [kewibawaan] dan riya’.”

Kemudian sampai di langit keenam, ketua rombongan itu mengetuk pintu dan ditanya, “Siapakah kamu?” maka dia jawab seperti tadi dan mendapat sambutan, “Selamat datang, orang yang shalih, jiwa yang baik, dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya,” lalu pintu dibukakan untuknya.

Akhirnya sampai di langit ketujuh, ketua rombongan mengetuk pintu, dan ditanya, “Siapakah kamu?” Maka dia jawab seperti tadi, dan mendapat sambutan, “Selamat datang, Fulan. Dia banyak beristighfar saat dini hari, bersedekah secara diam-diam, dan menjamin anak-anak yatim.” Lalu dibukakan pintu.

Kemudian lewatlah rombongan itu, hingga tiba di Suradiqat al-Jalal (kemah-kemah keagungan), ketua rombongan mengetuk pintu, dan ditanya, “Siapa kamu?” Maka dia jawab seperti tadi juga, dan mendapat sambutan, “Selamat datang, ahlan wa sahlan, hamba yang shalih dan jiwa yang baik. Dia banyak beristighfar, beramar ma’ruf dan nahi munkar, dan memuliakan orang-orang miskin.”

Dan mereka terus berjalan dan bertemu dengan para malaikat, semuanya senang menerima kedatangannya dan menyalaminya. Sehingga sampailah di Sidratul Muntaha, lalu ketua rombongan mengetuk pintu, dan ditanya, “Siapa kamu?” Maka dia jawab seperti tadi, dan mendapat sambutan, “Selamat datang Fulan, ahlan wa sahlan. Amalnya shalih, ikhlas semata-mata karena Allah.” Lalu dibukakan pintu.

Kemudian mereka melewati lautan api, melewati lautan cahaya, melewati lautan kegelapan, melewati lautan es, lalu melewati lautan embun. Lautan-lautan itu panjangnya masing-masing seribu tahun perjalanan. Kemudian mereka menembus hijab yang terpasang pada ‘Arsy Tuhan Yang Maha Pengasih. Hijab-hijab itu sebanyak 80.000 kemah, yang mempunyai beberapa balkon. Pada masing-masing kemah ada 80.000 balkon. Di atas setiap balkon ada 80.000 bulan. Mereka semua bertahlil kepada Allah, bertasbih dan mensucikan-Nya. Andaikan salah satu dari bulan-bulan itu muncul ke langit dunia [yang terendah], niscaya dia disembah sebagai tuhan selain Allah, dan niscaya akan membakar cahaya langit.

Ketika itulah ada panggilan dari hadirat Allah lewat belakang kemah-kemah itu, “Nyawa siapakah yang kalian bawa?” Maka dijawab, “Fulan bin Fulan.”

Selanjutnya Allah Yang Maha Agung bertitah, “Dekatkan dia. kamu adalah sebaik-baik hamba hai hamba-Ku.”

Dan ketika nyawa itu dihadapkan di hadirat-Nya, dia merasa malu dikarenakan beberapa perbuatan tercela dan hina anag telah diperbuatnya, sehingga dia mengira dirinya pasti binasa. Namun Allah memaafkannya.” (Untuk memastikan kebenaran perkataan ini diperlukan isnad yang shahih)

Demikianlah sebagaimana diriwayatkan dari Yahya bin Aktsum al-Qadhi, bahwasannya dia ditampakkan dalam mimpinya setelah meninggalnya. Maka dia ditanya, “Apa yang Allah lakukan terhadapmu?”
“Dia menyuruhku menghadap ke hadirat-Nya.” jawab Yahya menerangkan. Kemudian berfirman, “Hai orang tua buruk! Kamu telah melakukan begini dan begini.”
Aku berkata, “Wahai Tuhanku, bukan begitu yang telah Engkau ceritakan mengenai diri-Mu?”

“Jadi apa yang telah Aku ceritakan mengenai diri-Ku hai Yahya?” tanya Tuhan. Aku jawab, “Telah cerita kepadaku az-Zuhri, dari Ma’mar, dari Urwah, dari Aisyah, dari Nabi saw. dari Jibril, dari Engkau Yang Mahasuci, bahwa Engkau berfirman, “Sesungguhnya Aku malu menyiksa orang yang telah berubah dalam Islam.”

Maka Dia berfirman, “Hai Yahya, kamu benar. Benar pula az-Zuhri, Ma’mar, Urwah, Aisyah, Muhammad, dan Jibril. Dan sungguh, Aku Aku ampuni kamu.”

Dan dari Ibnu Nabatah, ketika dia ditampakkan dalam mimpi, dia ditanya, “Apakah yang dilakukan Allah terhadap dirimu?”
“Allah telah menyuruh aku menghadap kehadirat-Nya.” jawab Ibnu Nabatah menerangkan. Lalu Dia berfirman, “Kamu orang yang lancar bicara, sampai orang mengatakan, ‘Alangkah fasihnya dia.’” Maka aku katakan, “Maha suci Engkau. Sesungguhnya aku telah menyifati Engkau.”
Allah berfirman, “Katakan apa yang kamu katakan di dunia.”
Aku berkata, “Mereka dihancurkan Tuhan Yang telah menciptakan mereka. mereka dibikin diam oleh Tuhan Yang telah membuat mereka bicara. Dan Tuhan akan mengadakan mereka kemari, sebagaimana Dia telah meniadakan mereka dan Dia akan menghimpun mereka kembali, sebagaimana Dia telah memisahkan mereka.”
Maka Allah berfirman kepadaku, “Kamu benar, pergilah. Sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni kamu.”

Dan dari Manshur bin Ammar, bahwa dia ditammpakkan dalam mimpi, maka ditanya, “Apa yang Allah lakukan terhadapmu?”
“Dia menyuruh aku menghadap ke hadirat-Nya,” jawab Manshur menerangkan. “Lalu berfirman kepadaku, “Bawa apa kamu datang kepada-Ku, hai Manshur?’”
“Membawa tiga puluh enam kali haji,” jawabku.
Tapi Dia menolak, “Tidak ada yang Aku terima, satu pun.” Tegas-Nya. Kemudian Dia bertanya pula, “Bawa apa lagi kamu datang kepada-Ku, hai Manshur?”
“Membawa 360 kali khatam al-Qur’an,” jawabku.
Namun Dia menolak juga. Kemudian Dia bertanya pula, “Bawa apa lagi kamu datang kepada-Ku hai Manshur?”
Aku menjawab, “Aku datang kepada-Mu membawa Engkau.”
Allah swt berfirman, “Sekarang, barulah kamu benar-benar datang kepada-Ku. Pergilah, Aku telah mengampunimu.”

Di antara manusia ada yang ketika baru sampai di Kursi sudah mendengar seruan, “Tolak dia.” dan ada pula yang ditolak ketika baru akan sampai di wilayah hijab-hijab tadi. Adapun yang sampai kepada Allah swt hanyalah orang-orang yang mengenal-Nya.

&

Proses Keluarnya Roh dari Jasad

20 Mei

At-Tadzkirah Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi;
Imam Syamsuddin al-Qurthubi

Di sini diterangkan bahwa menjelang dikeluarkannya roh seorang mukmin maupun kafir dari jasadnya, ada pemberitahuan terlebih dahulu. Setelah dicabut maka roh dibawa naik ke langit.

Ibnu Mubarak berkata dari Haiwah, dari Abu Shakhr, dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, apabila jiwa seorang mukmin telah tergenang maka datanglah kepadanya malaikat Maut lalu menucapkan, “Assalaamu ‘alaika, hai Wali Allah, Allah mengucapkan salam untukmu.” Kemudian dia mencabut nyawanya. Demikian sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an [yang artinya]: “Orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat, seraya mengatakan [kepada mereka]: Salaamun ‘alaikum.” (an-Nahl: 32) (isnadnya dlaif: Abu Shakr aadalah Yazid bin Abu Sumayyah, seorang yang dianggap dlaif)

Dalam ayat lain Allah swt berfirman yang artinya: “Salam penghormatan kepada mereka [orang-orang mukmin] pada hari mereka menemui-Nya: ‘Salaam’.” (al-Ahzab: 44)

Menurut riwayat al-Barra’ bin Azib, maksudnya, malaikat Maut mengucapkan salam kepada orang mukmin ketika mencabut nyawanya, dan dia tidak mencabut roh-nya sebelum mengucapkan salam kepadanya.

Sedang menurut Mujahid, orang mukmin diberi kabar gembira tentang kebaikan keadaan anak-anaknya kelak, sehingga hatinya tenang.

Adapun menurut riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw beliau bersabda: “Para malaikat pada datang. Apabila orang [yang akan mati] itu shalih, maka para malaikat itu akan berkata: “Keluarlah hai jiwa yang baik, dari tubuh yang baik. Keluarlah dalam keadaan terpuji. Dan bergembiralah karena akan mendapat rahmat dan kesenangan, dan Tuhan pun meridlaimu, tidak murka.”

Demikianlah perkataan itu diucapkan terus-menerus sampai nyawanya keluar. Dan selanjutnya dibawa ke langit. Maka dibukalah pintu langit untuknya seraya ditanya: “Siapa ini?”.
Para malaikat yang membawa nyawa itu berkata, “Fulan bin Fulan.” Maka disambut dengan ucapan, “Selamat datang jiwa yang baik, dari tubuh yang baik. Masuklah hai jiwa yang terpuji, dan bergembiralah, karena akan mendapat rahmat dan kesenangan, dan Tuhan pun meridlaimu, tidak murka.”

Begitulah seterusnya perkataan itu diucapkan kepadanya, hingga sampai ke langit dimana dia menemui Allah.

Tetapi jika yang [yang akan mati] itu manusia jahat, maka malaikat Maut berkata kepadanya, “Keluarlah hai jiwa yang busuk, dari dalam tubuh yang busuk! Keluarlah dalam keadaan tercela, dan bergembiralah dengan mendapat air yang sangat panas, air yang sangat dingin, dan berbagai macam adzab lain yang serupa dengannya.”

Perkataan seperti itu diucapkan terus sampai nyawanya keluar, kemudian dibawa ke langit, dan diminta bukakan pintu. Maka ditanya, “Siapa ini?” “Fulan,” jawab malaikat yang membawanya. Maka disambutlah dengan ucapan, “Tidak ada kata selamat datang untukmu hai jiwa yang busuk, yang berasal dari dalam tubuh yang busuk. Kembalilah kamu dengan terhina, pintu langit tidak akan dibuka untukmu.”

“Maka nyawa itu dikembalikan dari langit ke dalam kubur.” (Shahih al-Jami’ [1968] karya al-Albani)

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari Syababah bin Siwar, dari Ibnu Abi Dzi’b, dari Muhammad bin Amr bin Atha’, dari Sa’id bin Yasar, dari Abu Hurairah ra. Isnadnya shahih dan tsabit [otentik], tokoh-tokohnya disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim, selain Ibnu Abi Dzi’b, dia hanya disepakati oleh Muslim saja.

Muhammad bin Amr, dari Sa’id bin Yasar, dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang akan mati dihadiri para malaikat. Apabila dia orang shalih, maka para malaikat itu berkata, ‘Keluarlah hai jiwa yang baik.’”

Adapun menurut riwayat Muslim dari Abu Hurairah juga yaitu: “Apabila nyawa orang mukmin keluar maka dijemput dua orang malaikat yang terus membawanya naik.” (Shahih Muslim [2872])

Kata Hammad, “Dan seterusnya Abu Hurairah menyebutkan tentang keharuman aromanya bagaikan minyak misk [kesturi]. Maka para penghuni langit pun berkata, “Inilah nyawa yang harum datang dari bum. Semoga Allah merahmati kamu dan jasadmu yang telah kamu diami.”

Nyawa itu kemudian dibawa kepada Tuhannya, Maka Dia menitahkan: “Bawalah dia sampai ke batas terakhir.”

Adapun orang kafir, apabila nyawanya keluar, maka kata Hammad, “Selanjutnya Abu Hurairah menyebutkan tentang betapa busuk baunya, sehingga dikutuk oleh semua makhluk yang dilewati sepanjang jalan. Maka berkatalah para penghuni langit, “Inilah nyawa yang busuk datang dari bumi.”
Kata Abu Hurairah pula, “Maka diperintahkanlah, ‘Bawalah dia sampai batas terakhir.’”

Sampai di sini Abu Hurairah mengatakan, “Rasulullah saw. menutupkan seecarik kain tipis yang beliau pakai pada hidungnya, begini.”

Sementara al-Bukhari meriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit ra, dari Nabi saw. beliau bersabda: “Barangsiapa ingin bertemu dengan Allah, maka Allah pun ingin bertemu dengannya. Dan barangsiapa tidak ingin bertemu dengan Allah, maka Allah pun tidak ingin bertemu dengannya.”

Aisyah ra. berkata, “Sesungguhnya kami semua tidak menyukai mati.” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Jangan begitu, tetapi apabila seorang mukmin akan meninggal dunia, ia diberi kabar gembira akan mendapatkan ridla Allah dan kemuliaan-Nya, sehingga tidak ada yang lebih dia sukai selain apa yang ada di hadapannya. Oleh karena itu dia ingin bertemu dengan Allah, dan Allah pun ingin bertemu dengannya.
Dan sesungguhnya apabila orang kafir meninggal dunia, maka dia diberitahukan tentang adzab Allah dan hukuman-Nya, sehingga tidak ada sesuatu yang lebih dia benci selain apa yang ada di hadapannya. Oleh karena itu dia tidak ingin bertemu dengan Allah, dan Allah pun tidak ingin bertemu dengannya.” (Shahih al Bukhari [6507], shahih Muslim [2683, 684]; hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Majah dari Aisyah ra. dan diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dari Anas ra)

&

Hadits tentang Keluarnya Roh

20 Mei

Tadzkirah; Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi;
Imam Syamsuddin al-Qurthubi

Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwa dia pernah berkata kepada Syuraih bin Hani’, ketika ditanya tentang apa yang dia dengar dari Abu Hurairah ra, kata Aisyah, “Bukan seperti yang kamu katakan itu, tetapi ketika penglihatan telah menatap, dada bergemuruh, kulit mengkerut, dan jari-jari mengejang, ketika itulah, barangsiapa ingin bertemu dengan Allah, maka Allah pun ingin bertemu dengannya. Dan barangsiapa tidak suka bertemu dengan Allah maka Allah pun tidak suka bertemu dengannya.” (diriwayatkan oleh Muslim)

Diriwayatkan pula dari Aisyah ra, “Jika Allah menghendaki kebaikan pada seseorang, maka setahun sebelum kematiannya Allah menitahkan seorang malaikat untuk membimbing orang itu dan memberinya taufik, sehingga orang-orang berkata, ‘Fulan telah meninggal dalam keadaan terbaik.’ Ketika orang itu akan meninggal dan melihat pahala amalnya, maka rohnya sangat rindu. Pada saat itulah dia ingin bertemu dengan Allah, dan Allah pun ingin bertemu dengannya. Dan apabila Allah menghendaki keburukan pada seseorang, maka setahun sebelum matinya Allah membiarkan setan mendatangi orang itu, lalu disesatkan dan diteror, sehingga orang-orang berkata, ‘Fulan meninggal dalam keadaan terburuk.’ Ketika orang itu akan meninggal dan melihat adzab yang akan menimpanya, hatinya sangat gelisah. Saat itulah dia enggan bertemu dengan Allah, dan Allah pun enggan bertemu dengannya.” (Hasan: Musnad Ahmad [6/218] mauquf pada Aisyah.

Hadits ini disebutkan pula oleh Ibnu Thulun dalam at-Tahrir al-Murassakh [147], dan juga dinisbatkan kepada Ibnu Abi ad-Dunya, dari Aisyah ra secara marfu’) Sementara at-Tirmidzi meriwayatkan pada Bab al-Qadar, dari Anas ra, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla apabila menghendaki kebaikan pada seseorang maka Dia mempekerjakannya.” Beliau ditanya, “Bagaimana Allah mempekerjakannya, wahai Rasulallah?” beliau bersabda, “Memberinya taufik ke arah amal shalih sebelum meninggal.” (Shahih al-Jami’ [305] karya al-Albani)

Hadits yang serupa: “Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, maka Dia memberinya madu.” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulallah, apa maksud ‘memberinya madu’?” Beliau menjawab, “Allah membukakan [taufiq] baginya untuk beramal shalih menjelang matinya, sehingga orang-orang di sekelilingnya meridlai dia.” (Shahih al-Jami’ [304, 307] karya al-Albani)

Dan dari Qatadah tentang tafsir firman Allah swt: “Maka dia memperoleh rahmat dan kesenangan.” (al-Waaqi’ah: 89). Dia katakan bahwa “Rauh” (rahmat), yang dimaksud ialah kasih sayang. Dan “raihan” (kesenangan), maksudnya, dijemput oleh para malaikat ketika meninggal dunia. Adapun mengenai orang kafir, maka menurut riwayat Ibnu Juraij dari Nabi saw. bahwa beliau pernah bersabda kepada Aisyah ra. tentang tafsir firman Allah swt: “[Demikianlah keadaan orang-orang kafir] hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku [ke dunia].” (al-Mukminuun: 99)

Sabda Nabi saw.: “Apabila seorang mukmin melihat para malaikat, mereka berkata kepadanya, “Maukah kamu kami kembalikan lagi ke dunia?” Jawab si Mukmin: “Ke negeri kesusahan dan kesedihan?” lalu dia katakan pula: “Teruskan menghadap kepada Allah.” Adapun orang kafir, maka para malaikat berkata kepadanya, “Maukah kamu kami kembalikan ke dunia?” Maka dia menjawab, “Ya, kembalikan aku [ke dunia], agar aku berbuat amal kebaikan.” (al-Mukminuun: 99-100)

&

Bagaimana Roh Orang Mati Dibawa ke Langit?

20 Mei

At-Tadzkirah Bekal Menghadapi Kehidupan Abadi;
Imam Syamsuddin al-Qurthubi

Al-Bazzar meriwayatkan sebuah hadits dalam Musnadnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda, “Sesungguhnya apabila seorang mukmin akan meninggal, maka datanglah para malaikat kepadanya membawa kain sutra berisi minyak kasturi dan beberapa ikat kayu wangi, maka dihunuslah rohnya bagaikan rambut dicabut dari adonan terigu, dan dikatakan kepadanya, ‘Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridlai-Nya.’ (al-Fajr: 27-28).”

Maksudnya kamu diridlai untuk menuju kepada rahmat Allah dan kemuliaan-Nya.

Dan apabila rohnya telah keluar, maka diletakkan di atas minyak kasturi dan wewangian itu, dan dibungkus dengan kain sutra, lalu diantar menuju ‘Illiyyiin.

Adapun orang kafir, apabila dia mati maka para malaikat datang kepadanya membawa kain kasar berisi bara. Maka dicabutlah rohnya dengan kasar, seraya dikatakan kepadanya, ‘Hai roh yang busuk, keluarlah dengan murka dan dimurkai, menuju pada kehinaan dan adzab Allah.’ Dan apabila rohnya sudah keluar, maka diletakkan di atas bara dan dibungkus dengan kain kasar tersebut, lalu diantar menuju Sijjiin.” (Shahih, hadits ini disebutkan oleh Ibnu Thulun dalam at-Tahrinul Murassakh [268] dan dinisbatkan kepada al-Bazzar, dan dinyatakan shahih oleh muhaqqiq-nya)

Kata-kata Nabi mengenai roh orang mukmin, “lalu diantar menuju ‘Illiyyiin,” itulah maksud dari sabda beliau, “ke langit dimana dia menemui Allah.” Yang terdapat pada hadits riwayat Abu Hurairah sebelumnya. Di sini, satu hadits menafsiri hadits lainnya, dan itu tidak sulit dimengerti.

Tetapi ketika Imam Syamsuddin al-Qurthubi sampaikah hal itu kepada seseorang yang berpredikat alim dan fakih, bahkan hakim pula, maka sepontan dia melaknat orang yang meriwayatkan dan menukil hadits tersebut, dan menuduhnya melakukan tajsim. Oleh karena itu beliau katakan kepadanya, “Mereka yang meriwayatkan hadits ini adalah tokoh-tokoh yang telah meriwayatkan kepada kita shalat lima waktu dan masalah-masalah agama lainnya. Kalau mereka dituduh berdusta di sini, berarti mereka juga berdusta di sana. Dan jika mereka benar di sini, berarti mereka benar juga di sana. Padahal kalau saja pernyataan hadits itu dita’wil, tentu hilanglah apa yang kamu ragukan itu.” Sampai di sini selesailah diskusi itu.

Adapun kata-kata yang terdapat pada pernyataan Muhammad bin Ka’ab di awal bab ini, apabila jiwa orang mukmin telah tergenang,” ini ditanggapi Syamr, katanya, “Saya tidak tahu.” Tapi saya dengan az-Zuhri berkata, “Maksudnya, apabila jika itu telah terhimpun di mulutnya ketika hendak keluar, bagaikan air yang tergenang di tempatnya. Dan jiwa di sini maksudnya ialah roh.” Demikian kata az-Zuhri, sebagaimana yang disampaikan oleh al-Harawi.

&