Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat;
Abdurrahman An-Nahlawi
Sir Barsey Nun, tokoh pendidikan Barat dalam bukunya “Pendidikan” mengatakan bahwa sesungguhnya pembinaan kepribadian merupakan tujuan tertinggi dari sebuah pendidikan. Seperti sebagian besar tokoh pendidikan Barat, Barsey pun menganggap perbedaan karakter dan identitas individu merupakan dasar diterapkannya kebebasan mutlak serta pemberian kesempatan dan situasi yang sesuai bagi setiap orang sehingga setiap orang dapat mewujudkan setiap karakter dan identitasnya dalam situasi sosial tertentu. Bagi mereka, pendidikan harus mempertinggi aktifitas individu, baik pria maupun wanita sehingga melalui pendidikan prinsip aktualisasi diri berjalan sesuai dengan hukum alam dan dapat membuktikan berbagai kebenaran hidup.
Islam memandang konsep pendidikan barat tersebut dari dua segi.
Pertama, kebebasan dan aktivitas individu harus berjalan dalam keadaan terkontrol sehingga individu itu terlindungi dari tipuan yang merugikan diri sendiri atau masyarakat sekitar. Jika setiap anak didik tumbuh dengan prinsip bahwa seluruh alam semesta ini dapat dijadikan ajang aktualisasi diri tanpa kontrol yang menjadikan aktualisasi itu lebih mulia dan terarah, masyarakat macam apakah yang dihasilkan dari pendidikan seperti itu?
Kedua, kebebasan beraktifitas bagi setiap individu hanya akan melahirkan masyarakat yang individualis. Karenanya, aktualisasi itu tidak hanya menuntut adanya pembebasan, tetapi juga memerlukan kebersamaan sehingga dengan identitas masing-masing manusia tidak merasa adanya sikap membeda-bedakan individu.
Tujuan pendidikan di atas tidak kita temukan dalam teori aktualisasi diri. Sir Bersey Nun sendiri tidak terlalu berani untuk jelas-jelas mendasarkan teorinya pada standar baik dan burukk. Dia hanya mengatakan bahwa pandangan orang yang menganggap teori-teorinya tidak didasarkan pada baik dan buruk adalah pendapat yang salah. Bagaimanapun ia terikat konsensus dengan tokoh pendidikan Barat lainnya.
Gambaran di atas membuktikan betapa perlunya prinsip mutlak yang mengatur konsep pendidikan manusia. Dengan demikian kita tidak akan terjebak pada teori-teori buatan manusia yang cenderung sarat perselisihan antar ahli. Ternyata Islam menawarkan prinsip pendidikan yang sesuai dengan kondisi seluruh manusia, baik kondisi sosialnya, psikologinya dan lain-lain.
Lalu bagaimana konsep pendidikan Islam mampu memenuhi tujuan aktualisasi diri? Di bawah ini ada beberapa kiat pendidikan Islam:
1. Ketika manusia memerintahkan manusia untuk menyembah-Nya, Allah memberikan bekal kemampuan membedakan yang baik dan buruk. Artinya, Allah memberikan kebebasan memilih kepada manusia serta menjelaskan konsekuensi pilihan yang akan dirasakan manusia di akhirat kelak. Dalam hal ini, Allah telah menentukan takdir setiap manusia, sehingga ada manusia yang memilih jalan kebaikan dan ada juga yang memilih keburukan.
2. Allah membiarkan ajang kompetisi dalam kebaikan tetap terbuka bagi manusia. Prinsip yang Dia tekankan adalah penyesuaian balasan di akhirat kelak dengan perbuatan manusia di dunia. Yang membedakan balasan Allah kepada manusia hanyalah ketakwaan manusia kepada-Nya.
3. Allah menjadikan penghambaan dan ketaatan manusia kepada-Nya sebagai tujuan tertinggi. Hanya itulah yang menjadi tolok ukur aktualisasi diri dalam Islam sehingga jelaslah, mana aktualisasi yang tepat dan mana aktualisasi yang tidak tepat. Artinya, aktualisasi itu bukanlah tujuan akhir kehidupan manusia. Itu hanya sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
4. Beberapa ayat dan hadits menjelaskan pentingnya manusia beraktifitas atau bekerja sesuai dengan kesiapan dirinya. Artinya setiap manusia memiliki kesiapan-kesiapan yang satu sama lain berbeda tanpa kehilangan semangat untuk memperoleh petunjuk Allah. Untuk itu, Allah swt berfirman:
“Sucikanlah nama Rabb-mu Yang Mahatinggi. Yang menciptakan dan menyempurnakan [penciptaan-Nya]. dan yang menentukan kadar [masing-masing] dan memberi petunjuk.” (al-A’laa: 1-3)
“Dan katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu…” (at-Taubah: 105)
Diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Bekerjalah kamu, maka setiap orang akan dimudahkan menuju sesuatu yang diciptakan Allah untuknya.”
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allah menciptakan manusia dan alam semesta ini dengan kemampuan atau kompetisi yang membawa manusia pada pembedaan profesi sesuai keahliannya. Dalam Tuhfatut al-Maududi bi ahkami al Maulud, Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata, “Hal yang harus menjadi pegangan, seorang anak harus mengerjakan sesuatu sesuai dengan kesiapan dan kesanggupannya dengan tetap berada pada jalur yang islami. Jika kita mengetahui pekerjaan yang memang diminati anak, dia tidak boleh dipaksa melakukan pekerjaan lain. Pemaksaan untuk melakukan pekerjaan lain hanyalah akan menghasilkan kesia-siaan. Jika seorang anak memiliki pemahaman yang baik, daya tangkap yang shahih serta hafalan yang bagus, tandanya dia respon dan siap menerima ilmu pengetahuan.
Sebaliknya, jika seorang anak lebih tertarik pada kegiatan melempar tombak, menunggang kuda, memanah, dan lain-lain, merupakan indikasi untuk diarahkan pada kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan olah raga. Jika seorang anak terpesona oleh pertukangan yang kita yakini sebagai pertukangan yang positif, sebaiknya anak kita ditempatkan pada bidang itu. Tentu saja dimanapun seorang anak ditempatkan, dia harus dibekali dengan kesadaran hidup beragama.”
Hal itu dipertegas oleh Ibnu Sina dalam al-Qanun: “Seorang pendidik harus mencari materi-materi pertukangan untuk anak didiknya. Seorang anak tidak boleh dipaksa untuk menyerap konsep-konsep pengetahuan jika ternyata dia tidak berminat pada bidang itu. Jika pun seorang anak diarahkan pada pertukangan, dia tidak boleh dibiarkan berjalan sesuai dengan ambisinya, karena, bisa jadi apa yang diinginkannya itu tidak sesuai dengan apa yang dapat ia kerjakan. Dengan demikian, dia harus mendapatkan pengarahan sesuai dengan kondisi dan kemampuannya.
&
Tag:Abdurrahman, Abdurrahman An-Nahlawi, ad-diin, Al-qur'an, Allah, An-Nahlawi, islam, Islam dan Konsep Aktualisasi Diri, Konsep Aktualisasi Diri, Masyarakat, pendidikan, rabb, Rumah, Sekolah, tarbiah, Tarbiyah