Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anfaal
(Harta Rampasan Perang)
Surah Madaniyyah; surah ke 8: 75 ayat
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan(kepada orang-orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki (nikmat) yang mulia. (QS. 8:74) Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu, maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui segala sesuatu. (QS. 8:75)” (al-Anfaal: 74-75)
Setelah menyebutkan hukum orang-orang yang beriman di dunia, Allah melanjutkan dengan menyebutkan apa yang akan mereka dapatkan akhirat kelak. Allah memberitahukan perihal diri mereka melalui hakikat keimanan, sebagaimana yang telah diuraikan dalam pembahasan ayat di awal surat ini, bahwa Allah akan memberikan balasan kepada mereka berupa ampunan dan maaf atas berbagai macam dosa, jika ada. Dan Allah memberi rizki yang mulia, yaitu berupa kebaikan yang banyak lagi baik, abadi untuk selarna-larnanya, yang tiada pernah putus-putusnya dan tidak pula berakhir, tidak membosankan dan tidak menjenuhkan, karena kebaikan dan keanekaragaman rizki tersebut.
Selanjutnya, Allah menyebutkan bahwa orang-orang yang mengikuti mereka di dunia disertai dengan keimanan dan amal shalih di akhirat kelak orang-orang tersebut akan berkumpul bersama mereka. Sebagaimana yang difirmankan-Nya yang artinya:
“Oran yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan Yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)
Dan Allah juga berfirman: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar).” (QS. Al-Hasyr: 10)
Dalam hadits yang berderajat muttafaq ‘alaih, bahkan mutawatir, melalui berbagai jalan yang shahih, dari Rasulullah saw, beliau bersabda: “Seseorang itu selalu bersama orang yang dicintainya.” (Muttafaq ‘alaih)
Sedangkan firman Allah: wa ulul arhaami ba’dluHum aulaa biba’dlin fii kitaabillaaHi (“Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terbadap sesamanya [daripada yang bukan kerabatnya] di dalam Kitab Allah.”) Yaitu, dalam hukum Allah Ta’ala. Dan yang dimaksud dengan firman-Nya: wa ulul arhaami (“Dan orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat.”) Hal ini bersifat khusus seperti yang dikemukakan oleh para ulama ahli ilmu faraidh, yaitu kerabat yang tidak mempunyai hak waris dan juga ashabah, tetapi dekat dengan si pewaris, misalnya bibi dan paman dari pihak ibu, bibi dari pihak ayah, anak laki-laki dari anak perempuan (cucu), anak laki-laki dari saudara perempuan (keponakan) dan lain-lainnya semisal itu. Sebagaimana Yang diakui oleh sebagian mereka dengan menggunakan dalil ayat al-Qur’an, bahkan mereka meyakini hal itu dengan jelas. Tetapi yang benar adalah bahwa ayat tersebut bersifat umum, yang mencakup seluruh kerabat seperti yang ditegaskan oleh Ibnu `Abbas, Mujahid, `Ikrimah, al-Hasan al-Bashri, Qatadah dan lama lainnya, bahwa ayat tersebut menasakh ayat waris melalui sumpah dan persaudaraan yang karena keduanya mereka saling mewarisi dahulunya.
Berdasarkan hal itu pula, maka ayat itu mencakup dzawil arham (hubungan rahim) secara khusus. Sedangkan orang yang berpendapat untuk tidak memberikan waris, berhujjah dengan dalil-dalil yang paling kuat, di antaranya adalah hadits Rasulullah berikut ini:
“Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada setiap yang berhak, hingga tidak ada wasiat bagi ahli waris.”
Mereka mengatakan: “Jika seseorang memiliki hak, berarti ia memiliki bagian tertentu yang disebutkan di dalam Kitab Allah. Selama bagian tersebut tidak disebutkan, berarti ia bukan ahli waris. Wallahu a’lam.”
Demikianlah akhir dari penafsiran surat al-Anfaal. Segala puji karunia hanya milik Allah. Kepada-Nyalah bertawakkal. Cukuplah Allah menjadi pelindung kita, karena Allah adalah sebaik-baik pelindung.
Selesai
&