Tafsir Al-Qur’an Surah Yusuf
Surah Makkiyyah; surah ke 12: 111 ayat
“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka lalui, sedang mereka berpaling daripadanya. (QS. 12:105) Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan ilah-ilah lain). (QS. 12:106) Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka, atau dari kedatangan Kiamat kepada mereka secara mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya. (QS. 12:107)” (Yusuf: 105-107)
Allah memberitahukan bahwa kebanyakan manusia lalai berfikir tentang ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah dan dalil-dalil keesaan-Nya dengan berbagai macam ciptaan Allah di langit dan di bumi, berupa bintang-bintang yang berkerlap-kerlip cemerlang yang tetap maupun yang berjalan, dan falak yang berputar dalam peredarannya, yang semuanya dikendalikan oleh Allah. Betapa banyak di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, kebun-kebun dan taman, gunung-gunung yang tegak kuat, lautan yang mengandung banyak kekayaan, gelombang yang saling menghantam, dan padang kering yang luas.
Dan berapa banyak makhluk yang hidup dan yang mati, binatang dan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan yang serupa tetapi berbeda-beda rasanya, baunya, warnanya, dan sifatnya. Mahasuci Allah yang Mahaesa, Pencipta segala makhluk, satu-satunya yang kekal, abadi, dan tempat berlindung dan Esa dalam nama dan sifat-sifat-Nya, dan lain-lainnya.
Firman Allah: wa maa yu’minu aktsaruHum billaaHi illaa wa Hum musyrikuun (“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Alah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah [dengan ilah-ilah lain].”) Ibnu `Abbas berkata: “Di antara iman mereka adalah apabila mereka ditanya: ‘Siapakah yang menciptakan langit, siapakah yang menciptakan bumi, siapakah yang menciptakan gunung-gunung mereka pasti menjawab, `Allah.’ Sedangkan mereka tetap menyekutukan (musyrik) kepada Allah.”
Mujahid, `Atha’, `Ikrimah, asy-Sya’bi, Qatadah, adh-Dhahhak, ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan seperti itu juga.
Disebutkan dalam shahih al-Bukhari dan shahih Muslim, bahwa orang-orang musyrik mengatakan dalam talbiyah mereka: “Aku memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, kecuali sekutu yang memang dia milik-Mu. Engkau memilikinya dan apa yang dimilikinya.” Disebutkan dalam shahih Muslim bahwa bila mereka mengatakan: “Aku memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu,” Rasulullah bersabda: “Cukup, cukup, jangan kalian tambah lagi!”
Allah berfirman: innasy syirka ladhulmun ‘adhiim (“Sesungguhnya syirik itu adalah benar-benar kedhaliman yang besar.”) Ini adalah syirik besar, yaitu beribadah kepadia Allah juga kepada ilah yang lain.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud, aku bertanya kepada Rasulullah saw: “Apakah dosa yang paling besar?” Beliau menjawab: “Kamu menjadikan sekutu bagi Allah, sedang Dia-lah yang menciptakanmu.”
Al-Hasan al-Bashri mengatakan tentang firman Allah: wa maa yu’minu aktsaruHum billaaHi illaa wa Hum musyrikuun (“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Alah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah [dengan ilah-ilah lain].”) yang dimaksud adalah orang munafik, kalau ia berbuat sesuatu, hal itu karena pamer (riya’) kepada orang lain, dengan demikian ia mempersekutukan Allah dalam amal perbuatannya tadi, sebagaimana firmanAllah:
“Sesunggubnya orang-orang munafik itu menipu Allah, sedang Allah menipu mereka. Bila mereka mengerjakan shalat mereka mengerjakannya dengan malas-malasan, mereka pamer (riya) kepada orang lain dan mereka tidak mengingat Allah kecuali hanya sedikit saja.” (QS. An-Nisaa’: 142)
Kemudian macam lain dari syirik yaitu syirik yang tersembunyi yang biasanya tidak dirasakan (disadari) oleh pelakunya, sebagaimana diriwayatkan oleh Hammad bin Salamah dari `Ashim bin Abi an-Najud, dari `Urwah ia berkata: “Hudzaifah menjenguk seorang yang sakit dan ia melihat ikatan pada pangkal lengannya, maka ia memotong, atau melepaskannya, lalu berkata: wa maa yu’minu aktsaruHum billaaHi illaa wa Hum musyrikuun (“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Alah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah [dengan ilah-ilah lain].”)
Disebutkan dalam hadits bahwa: “Barangsiapa bersumpah selain dengan nama Allah, maka dia telah berbuat syirik (mempersekutukan Allah).” Hadits tersebut diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Ibnu `Umar, dan dinilainya sebagai hadits hasan.
Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan lain-lain dari Ibnu Masud ia berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya ar-ruqa’ (mantra/jampi), at-tamaim (jimat untuk menolak hasad) dan at-tiwalah (sihir pengasih) itu adalah perbuatan syirik (mempersekutukan Allah).”
Keduanya juga meriwayatkan dengan lafazh lain: “Thiyarah (berfirasat buruk, merasa bernasib sial) itu adalah perbuatan syirik, tidak ada orang di antara kita yang tidak melakukannya, tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakkal.”
Riwayat Imam Ahmad lebih luas (lengkap) lagi. Dari Zainab, isteri `Abdullah bin Mas’ud berkata: “Setiap kali `Abdullah pulang dari suatu keperluan, sesampainya di pintu ia berdehem dan meludah supaya tidak ada di antara kami yang tertimpa sesuatu yang tidak menyenangkan.” Zainab berkata: “Pada suatu hari ia datang dan berdehem seperti biasanya, sedang di rumah ada seorang wanita tua yang sedang mengobatiku dari merah-merah (di kulitku), maka ia segera kumasukkan (sembunyikan) di bawah tempat tidur. `Abdullah pun masuk dan duduk di sampingku dan melihat benang melingkar di leherku.” Ia bertanya: “Benang apa ini?” Aku menjawab: “Ini benang ruqyah untukku.” Maka ia segera memutuskannya sambil berkata: “Sesungguhnya keluarga `Abdullah tidak memerlukan perbuatan syirik, karena aku mendengar Rasulullah bersabda: ‘Sesungguhnya ar-ruqa’, at-tamaim, dan at-tiwalah itu perbuatan syirik (mempersekutukan Allah).’” Aku bertanya kepadanya: “Mengapa engkau mengatakan demikian, padahal dulu mataku pernah sakit, lalu aku pergi kepada seorang Yahudi untuk mengobatinya dengan ruqyah, dan setelah diobati pun sembuh.” Ia menjawab: “Hal itu disebabkan oleh syaitan, ia mencolok (matamu)
itu dengan tangannya, maka jika dijampinya, syaitan pun berhenti mengganggu matamu. Cukuplah bagimu mengatakan seperti yang dikatakan Rasulullah saw: ‘Hilangkanlah penyakit, wahai Rabb manusia, sembuhkanlah, karena Engkau-lah penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali (dengan) kesembuhan-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit apapun.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari `Isa bin `Abdurrahman berkata: Saya masuk ke tempat `Abdullah bin `Ukaim yang sedang sakit untuk menjenguknya. Lalu, ada orang yang menasehatinya supaya mengalungkan sesuatu pada lehernya. Maka ia berkata: “Bagaimana aku mengalungkan sesuatu, sedang Rasulullah pernah bersabda: ‘Barangsiapa mengalungkan sesuatu, maka ia dibuat bergantung kepadanya.’
Hadits ini juga diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Abu Hurairah ra. Disebutkan dalam Musnad al-Imam Ahmad dari `Uqbah bin `Amir, Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa mengalungkan tamimah (jimat untuk menolak hasad dan lain-lain), maka dia telah berbuat syirik (mempersekutukan Allah).”
Dalam riwayat lain disebutkan: “Barangsiapa menggantungkan tamimah, maka Allah tidak menyempurnakan (kesembuhan) baginya, dan barangsiapa menggantungkan wada’ah (sejenis jimat), maka Allah tidak memberikan ketenangan baginya.”
Dan hadits dari al-‘Ala’, dari ayahnya, dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Allah berfirman: `Aku adalah sekutu yang paling kaya, tidak memerlukan sekutu lagi. Barangsiapa berbuat suatu amal perbuatan dan ia menyekutukan-Ku dengan yang lain, maka akan Aku tinggalkan dia bersama sekutunya.’” (Hadits diriwayatkan oleh Muslim)
Dari Mahmud bin Labid, bahwasanya Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku khawatirkan atas diri kalian adalah syirik kecil.” Mereka bertanya: “Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Yaitu riya’ (pamer), Allah pada hari Kiamat nanti, ketika membalas amal perbuatan manusia, mengatakan: `Pergilah kepada orang-orang yang kalian pameri waktu di dunia dahulu, dan lihatlah apakah mereka menyediakan balasan untuk kalian?’”) Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
A fa aminuu an ta’tiyaHum ghaasyiyatum min ‘adzaabillaaHi (“Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah”) maksudnya, apakah orang-orang yang mempersekutukan Allah itu merasa aman dari kedatangan sesuatu yang meliputi mereka, sedang mereka tidak menyadarinya.
Ini seperti firman Allah Ta’ala yang artinya: “Apakah orang-orang yang berbuat kejahatan itu merasa aman jika Allah melenyapkan bumi ini, atau (merasa aman dari) kedatangan siksa secara mendadak yang tidak mereka sadari?” (QS. An-Nahl: 45)
Bersambung
Tag:105, 107, agama islam, Al-qur'an, ayat, bahasa indonesia, ibnu katsir, islam, religion, surah, surah yusuf, surat, surat yusuf, tafsir, tafsir alquran, tafsir ibnu katsir, Tafsir Ibnu Katsir Surah Yusuf ayat 105-107, yusuf