Tag Archives: Zakat

Ibadah

20 Nov

·  Bersuci

  • Keutamaan bersuci: 2:222
  • Membersihkan bejana (tempat) air
    • Bejana yang suci
      • Tempat air dari kulit: 16:80
  • Kebersihan pakaian
    • Membersihkan pakaian: 74:4
  • Kebersihan badan
    • Hal yang diharamkan bagi wanita yang sedang haid
      • Hukum menyentuh dan membaca Al Quran bagi wanita haid: 56:79
  • Najis
    • Najis darah: 2:173, 6:145, 16:115
    • Najis daging babi: 6:145, 16:115
    • Najis bangkai: 2:173

·  Wudhu

  • Disyariatkannya wudhu
    • Dalil wudhu dalam Al Quran: 5:6
  • Hukum wudhu
    • Kewajiban wudhu
      • Wudhu untuk shalat: 5:6
  • Rukun wudhu
    • Membasuh muka: 5:6
    • Membasuh kedua tangan hingga siku: 5:6
    • Tertib: 5:6
    • Menyapu sebagian kepala: 5:6
    • Membasuh kedua kaki: 5:6
  • Yang membatalkan wudhu
    • Keluarnya sesuatu dari dua jalan
      • Buang air kecil dan besar: 4:43, 5:6

·  Mandi besar

  • Hukum mandi
    • Kewajiban mandi
      • Mandi karena junub (bersetubuh atau keluar air mani): 4:43, 5:6
  • Yang diharamkan dan diperbolehkan bagi orang yang junub
    • Hukum menyentuh dan membawa Al Quran: 56:79
    • Shalat orang yang junub: 5:6

·  Tayammum

  • Disyariatkannya tayammum
    • Dalil dari Al Quran: 4:43
  • Rukun tayammum
    • Mengusap muka dan dua tangan: 4:43, 5:6
  • Cara-cara tayammum: 4:43
  • Yang diperbolehkan bagi orang yang bertayammum
    • Tayammum bagi orang yang luka: 4:43
    • Tayammum bagi orang yang berhadas kecil: 4:43, 5:6
    • Tayammum bagi orang yang berhadas besar (junub): 4:43, 5:6
    • Tayammum dalam perjalanan: 4:43, 5:6
    • Tayammum di tempat tinggal: 4:43, 5:6
    • Tayammum bagi orang yang sakit: 4:43, 5:6

·  Shalat

  • Keutamaan Shalat
    • Pahala Shalat: 4:162, 5:12, 7:170, 9:18, 9:71, 11:114, 13:22, 23:2, 24:56, 31:5, 33:33, 35:29
    • Shalat salah satu rukun Islam: 2:43, 2:83, 2:110, 2:177, 2:277, 4:77, 4:103, 4:162, 5:12, 5:55, 6:72, 7:170, 8:3, 9:5, 9:11, 9:18, 9:71, 22:41, 23:9, 24:56, 27:3, 29:45, 31:4, 35:18, 35:29, 58:13, 70:34, 73:20, 98:5
    • Pahala menjaga shalat: 6:92, 7:170, 22:35, 23:10, 23:11, 24:37, 24:38, 24:56, 70:23, 70:34, 70:35, 87:15
    • Shalat dan surga: 23:10, 23:11, 42:38, 70:35
    • Buruknya balasan orang yang menyia-nyiakan shalat: 19:59, 74:43, 75:31
    • Shalat batas antara muslim dan kafir: 2:143, 9:5, 9:11, 31:4, 77:48
    • Shalat sebagai pendekatan diri kepada Allah: 2:45, 15:98, 19:31, 20:14, 21:73, 26:218, 26:219
    • Shalat membentuk akhlak manusia: 29:45, 70:22
  • Hukum shalat
    • Kewajiban shalat: 2:110, 2:177, 2:277, 4:103, 4:162, 5:12, 6:72, 6:92, 7:29, 8:3, 9:11, 9:18, 9:71, 13:22, 14:31, 14:37, 14:40, 20:132, 22:78, 24:56, 30:31, 33:33, 58:13
  • Syarat-syarat shalat
    • Menghadap kiblat waktu shalat
      • Pemindahan kiblat: 2:142, 2:143, 2:144
      • Kewajiban menghadap kiblat dan keutamaannya: 2:142, 2:143, 2:144, 2:149, 2:150
      • Shalat yang tidak wajib menghadap kiblat
        • Shalat di tengah berkecamuknya perang: 2:239, 4:102
    • Suci waktu shalat
      • Suci syarat shalat: 5:6
      • Kesucian tubuh orang yang shalat: 4:43
    • Menutup aurat waktu shalat: 7:31
  • Rukun-rukun shalat
    • Membaca Al Quran waktu shalat
      • Bacaan shalat: 73:20
      • Membaca dengan keras waktu shalat: 17:110
    • Rukuk: 2:125, 5:55, 9:112, 22:26, 22:77, 48:29, 77:48
    • Sujud
      • Sujud salah satu rukun shalat: 22:77, 39:9
      • Keutamaan tempat sujud: 48:29
  • Hal yang disunnahkan dalam shalat
    • Khusyuk dalam shalat: 2:45, 23:2
  • Tempat-tempat shalat
    • Tempat yang disunnahkan shalat di atasnya
      • Shalat di dalam mesjid: 7:29, 24:36
      • Keutamaan mesjid Quba’: 9:108
    • Masjid-masjid
      • Keutamaan masjid
        • Allah suka kepada masjid: 7:29, 24:36
        • Keutamaan dan pahala membangun masjid: 24:36
        • Mesjid sebagai rumah Allah di bumi: 2:114, 2:187, 9:17, 9:18, 22:40, 72:18
        • Membuat mesjid di atas kuburan: 18:21
      • Etika dalam masjid
        • Bersetubuh saat beri’tikaf dalam masjid: 2:187
        • Membersihkan masjid dan membuatnya harum: 2:125, 22:26, 24:36
        • Sikap masuk masjid: 7:31
      • Yang berhak masuk masjid
        • Hukum orang yang junub masuk dan lewat dalam masjid: 4:43
        • Hukum orang musyrik masuk ke dalam masjid: 9:17, 9:28
  • Waktu-waktu shalat
    • Penentuan waktu shalat: 17:78
    • Keutamaan shalat pada waktunya: 2:238, 7:170, 20:14
    • Waktu Ashar
      • Keutamaan shalat Ashar: 2:238, 20:130, 50:39
    • Waktu Subuh
      • Keutamaaan shalat Subuh: 17:78, 20:130, 50:39, 89:1
  • Azan
    • Disyariatkannya azan: 5:58
    • Waktu azan
      • Adzan Jum’at: 62:9
  • Mengqadha shalat
    • Meninggalkan shalat karena lupa: 38:32, 38:33, 107:4, 107:5
  • Menqashar shalat saat bepergian
    • Disyariatkannya shalat qashar: 4:101
  • Shalat Jum’at
    • Keutamaan hari Jum’at
      • Keutamaan shalat Jum’at: 62:9, 85:3
    • Hukum shalat Jum’at
      • Kewajiban shalat Jum’at: 62:9
      • Orang yang tidak diwajibkan shalat Jum’at
        • Terlambat shalat Jum’at
          • Meninggalkan shalat Jum’at karena sakit: 48:17
    • Khutbah Jum’at
      • Mendengarkan khutbah Jum’at: 62:11
    • Etika hari Jum’at
      • Jual beli pada hari Jum’at: 62:9, 62:10, 62:11
  • Shalat sunnah
    • Disyari’atkannya shalat sunnah dan keutamaannya
    • Shalat malam (tahajjud)
      • Hukum shalat malam: 11:114, 25:64, 26:219
      • Keutamaan shalat malam: 11:114, 17:79, 50:40, 73:2, 73:20, 76:26
      • Waktu shalat malam: 3:113, 17:79, 25:64, 26:218, 32:16, 39:9, 50:40, 51:17, 73:6
      • Ukuran bacaan pada shalat malam: 20:130, 73:3
      • Etika shalat malam: 73:20
        • Meninggalkan kesulitan dalam shalat malam: 2:286, 73:20
  • Shalat Khauf (waktu perang)
    • Sifat shalat khauf: 4:102
    • Disyari’atkannya shalat khauf: 2:239, 4:102
    • Menqashar shalat khauf: 4:102
    • Shalat ketika berkecamuknya perang: 2:239
  • Shalat ‘Ied (hari raya)
    • Sunnat-sunnat shalat ‘Ied
      • Menyembelih kurban setelah shalat ‘Ied: 108:2
  • Sujud tilawah
    • Ayat-ayat sujud tilawah: 13:15, 16:49, 17:107, 19:58, 22:18, 22:77, 25:60, 27:25, 32:15, 38:24, 41:37, 53:62, 84:21, 96:19

·  Zakat

  • Harta
    • Fitnah harta: 3:14, 8:28, 9:24, 9:55, 9:85, 17:64, 18:46, 23:55, 23:56, 26:88, 28:76, 28:77, 28:79, 63:9, 64:15, 89:20, 100:8, 102:1, 104:2, 104:3
    • Menjaga harta: 28:76, 28:79, 53:34, 53:35
    • Menyimpan harta: 4:5, 25:67
    • Kewajiban atas harta: 28:77, 30:38, 51:19, 57:7, 70:24, 70:25, 92:5
    • Menginfaqkan harta: 2:215, 2:254, 2:261, 4:37, 25:67, 28:54, 92:5
    • Meminta harta: 4:32
    • Mengambil harta dengan cara yang tidak benar: 2:188, 2:279, 4:2, 4:6, 4:20, 4:21, 4:29, 4:30, 4:161, 5:62, 9:34, 26:181, 26:183, 89:19
    • Harta sebagai penopang kehidupan: 4:5
  • Hukum zakat
    • Kewajiban zakat: 2:110, 2:177, 3:180, 4:37, 5:12, 5:55, 6:141, 9:5, 9:11, 9:18, 9:34, 9:71, 22:78, 33:33, 41:7, 58:13, 70:24, 70:25
    • Menunaikan zakat salah satu rukun Islam: 2:43, 2:83, 2:110, 2:177, 2:277, 4:77, 4:162, 5:12, 5:55, 9:5, 9:11, 9:18, 9:71, 22:41, 31:4, 58:13, 73:20, 98:5
    • Zakat ajaran setiap Rasul: 19:31, 19:55, 21:73, 98:5
    • Pahala zakat dan keutamaannya: 2:277, 7:156, 9:5, 9:11, 9:18, 9:71, 23:4, 23:10, 23:11, 24:37, 24:38, 24:56, 30:38, 30:39, 31:5, 33:35, 34:39, 35:29, 42:38, 47:37, 51:19, 57:18, 73:20, 92:5, 92:18
    • Balasan orang yang tidak menunaikan zakat
      • Besarnya balasan orang yang tidak menunaikan zakat: 9:77, 92:8
      • Maksud harta simpanan: 9:34
      • Harta simpanan akan menjadi bahan bakar di hari kiamat: 9:35
      • Harta diumpamakan seperti ular: 3:180
  • Pembahagian zakat
    • Bagian orang fakir: 9:60, 30:38, 70:25
    • Bagian orang miskin: 9:60, 30:38, 70:25
    • Bagian amil (petugas zakat): 9:60
    • Pembaagian zakat waktu perang: 9:60
    • Bagian orang yang baru memeluk Islam: 9:60
    • Bagian hamba: 9:60
    • Bagian orang yang berjuang di jalan Allah: 9:60
    • Bagian orang yang musafir: 9:60, 30:38
  • Zakat tanaman dan buah-buahan: 6:141

·  Puasa

  • Keutamaan puasa dan pahalanya
    • Menghapus dosa dengan puasa: 33:35
    • Orang yang berpuasa terhindar dari perbuatan maksiat: 2:183
  • Rukun-rukun puasa
    • Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa
      • Masa imsak (menahan diri): 2:187
      • Yang pertama diwajibkan dalam puasa adalah menahan diri: 2:187
  • Yang membatalkan puasa
    • Makan dan minum saat berpuasa: 2:187
    • Bersetubuh saat berpuasa: 2:187
  • Bulan Ramadhan
    • Keutamaan bulan Ramadhan
      • Al Quran diturunkan di bulan Ramadhan: 2:185, 97:1
    • Hukum puasa Ramadhan
      • Kebebasan puasa di bulan Ramadhan pada awal Islam: 2:184
      • Kewajiban puasa Ramadhan: 2:183, 2:185
      • Puasa Ramadhan-salah satu rukun Islam: 2:183
    • Penetapan bulan Ramadhan
      • Dengan melihat hilal (bulan sabit): 2:189
    • Hal yang disunnahkan dalam puasa
      • Shalat malam Ramadhan
        • Malam Lailatul Qadar
          • Kelebihan malam Lailatul Qadar: 44:3, 44:4, 97:1, 97:2, 97:3, 97:4, 97:5
    • I’tikaf
      • Tempat I’tikaf: 2:187
      • Pekerjaan orang yang beri’tikaf
        • Bersetubuhnya orang yang beri’tikaf: 2:187
        • Puasanya orang yang beri’tikaf: 2:187
    • Berbuka puasa di bulan Ramadhan
      • Berbuka karena uzur
        • Berbukanya orang yang sudah lanjut usia: 2:184
        • Berbukanya orang yang sakit: 2:184, 2:185
        • Berbuka karena perjalanan jauh
          • Berbuka dalam perjalanan: 2:184, 2:185
  • Mengqadha puasa
    • Waktu qadha: 2:184, 2:185
    • Fidyah bagi orang yang tidak mampu berpuasa: 2:184

·  Haji dan Umrah

  • Haji
    • Hukum haji
      • Kewajiban haji: 3:97, 22:27
      • Haji salah satu rukun Islam: 2:196
      • Hajinya orang-orang musyrik: 9:2, 9:3, 9:17, 9:28
    • Syarat-syarat haji: 3:97
    • Haji dengan berjalan atau bekendaraan: 22:27
  • Ihram
    • Miqat (batas) ihram
      • Batas-batas waktu ihram: 2:189, 2:197
    • Jenis ihram
      • Haji Tamattu’: 2:196
    • Larangan-larangan saat berihram
      • Berbuat fasik waktu haji: 2:197
      • Bertengkar waktu haji: 2:197
      • Berburu hewan waktu haji: 5:1, 5:2, 5:94, 5:95, 5:96
      • Bersetubuh waktu haji: 2:197
    • Perbuatan yang diperbolehkan saat berihram
      • Berjual beli: 2:198, 22:28
    • Tahallul dari ihram: 5:2, 22:29
  • Masuk tanah haram
    • Ka’bah
      • Pembangunan Ka’bah: 2:127, 22:26
      • Pembersihan berhala dari Ka’bah: 2:125, 22:26
      • Mewangikan Ka’bah: 2:125, 22:26
    • Keutamaan tanah suci Mekah
      • Keamanan di tanah suci Mekah: 14:35, 22:25, 28:57, 29:67, 95:3, 105:2, 105:3, 105:4, 105:5
      • Masjidil-Haram sebagai masjid pertama: 2:125, 3:96, 22:33
      • Penyebutan Baitul Haram: 2:125, 2:127, 2:144, 2:149, 2:150, 2:158, 2:191, 2:194, 2:196, 2:217, 3:96, 3:97, 5:2, 5:97, 8:34, 8:35, 9:5, 9:7, 9:19, 9:28, 14:37, 17:1, 17:7, 22:25, 22:26, 22:29, 22:33, 28:57, 29:67, 48:25, 48:27, 52:4, 106:3
    • Kemuliaan Mekah
      • Kemuliaan Masjidil-Haram: 2:125, 2:126, 2:191, 3:97, 14:37, 22:25, 27:91, 28:57, 29:67, 105:1
      • Kekafiran di tanah Haram: 22:25
      • Peperangan di tanah Haram: 2:191, 3:97, 5:2
      • Peperangan di bulan-bulan Haram: 2:194, 2:217, 9:5
      • Membunuh hewan tanah Haram: 5:1, 5:2, 5:95, 5:96
      • Berlindungnya pelaku maksiat di tanah Haram: 3:97
      • Kota Mekah dihalalkan untuk Nabi saw.: 90:2
      • Masuknya orang musyrik ke Mekah: 9:2, 9:3, 9:6, 9:7, 9:17, 9:28
  • Thawaf
    • Jenis-jenis thawaf
      • Tawaf Ifadhah: 22:29
    • Sunat-sunat thawaf
      • Shalat setelah tawaf: 2:125
    • Minum air Zamzam
      • Memberi minum orang-orang yang haji: 9:19
  • Sa’i antara Safa dan Marwah
    • Hukum sa’i: 2:158
    • Yang pertama kali dilakukan saat sa’i: 2:158
  • Wukuf di padang Arafah
    • Keutamaan hari Arafah: 85:3, 89:2
    • Keluar dari Arafah
      • Berbondong-bondong keluar dari Arafah: 2:198, 2:199
  • Muzdalifah
    • Berhenti di Muzdalifah pada masa Jahiliah: 2:199
  • Hari raya kurban
    • Keutamaan hari raya kurban: 89:2
  • Hadyu (binatang kurban) dan kurban
    • Hewan yang memenuhi syarat hadyu atau kurban: 22:36
    • Menyembelih binatang kurban
      • Cara menyembelih unta atau sapi: 22:36
    • Bersedekah dan makan daging hewan kurban: 22:28, 22:36
    • Hadyu
      • Hukum hadyu: 5:2, 5:97
      • Tempat jual beli hadyu: 22:33
      • Waktu penyembelihan: 2:196, 22:28
      • Tempat penyembelihan: 2:196, 22:33
      • Hadyu dari haji tamattu’: 2:196
      • Membawa hadyu ke Mekah: 22:33
      • Anak hewan kurban: 22:33
    • Kurban
      • Waktu penyembelihan: 22:28, 108:2
  • Bercukur
    • Dalil pelaksanaan bercukur: 48:27
    • Bercukur pada waktu haji dan umrah: 2:196, 22:29
    • Bercukur sebelum menyembelih: 2:196
    • Bercukur dan memendekkan rambut setelah umrah: 48:27
  • Kembali dari haji dan umrah
    • Cara masuk ke rumah: 2:189
  • Ihshar (pengepungan)
    • Makna ihshar dalam haji: 48:25
    • Ihshar orang yang haji: 2:196
    • Ihshar orang yang umrah: 2:196, 48:25
    • Kafarat ihshar: 2:196
  • Kafarat haji
    • Kafarat mencukur kepala: 2:196
    • Apa yang wajib pada kafarat haji: 2:196

·  Sumpah dan nazar

  • Sumpah
    • Pembagian sumpah
      • Sumpah sungguh-sungguh: 2:225, 5:89
      • Sumpah main-main: 2:225, 5:89
      • Sumpah palsu: 3:77, 6:109, 9:42, 9:107, 58:14
    • Yang dijadikan sumpah
      • Yang dijadikan sumpah oleh Allah: 15:72, 15:92, 16:56, 16:63, 36:2, 37:1, 37:2, 37:3, 38:84, 43:2, 44:2, 50:1, 51:1, 51:2, 51:3, 51:4, 51:7, 51:23, 52:1, 52:2, 52:3, 52:4, 52:5, 52:6, 53:1, 56:75, 68:1, 69:38, 69:39, 70:40, 74:32, 74:33, 74:34, 75:1, 75:2, 77:1, 77:2, 77:3, 77:4, 77:5, 79:1, 79:2, 79:3, 79:4, 79:5, 81:15, 81:16, 81:17, 81:18, 84:16, 84:17, 84:18, 85:1, 85:2, 85:3, 86:1, 86:11, 86:12, 89:1, 89:2, 89:3, 89:4, 89:5, 90:1, 90:3, 91:1, 91:2, 91:3, 91:4, 91:5, 91:6, 91:7, 92:1, 92:2, 92:3, 93:1, 93:2, 95:1, 95:2, 95:3, 100:1, 100:2, 100:3, 103:1
      • Sumpah dengan menyebut nama Allah: 4:62, 5:106, 5:107, 6:109, 9:62, 9:74, 9:95, 12:73, 12:85, 12:91, 12:95, 16:56, 16:63, 21:57, 24:6, 24:8, 26:97
    • Melanggar sumpah
      • Perintah melaksanakan sumpah: 5:89, 16:95
      • Yang dianggap melanggar sumpah: 2:225
      • Mengubah sumpah karena hal lain yang lebih perlu: 2:224, 24:22
      • Kafarat melanggar sumpah
        • Disyariatkannya kafarat pelanggaran sumpah: 5:89, 66:2
        • Yang berlaku pada kafarat sumpah: 5:89
        • Memilih kafarat sumpah: 5:89
    • Menjatuhi hukuman dengan dasar sumpah
      • Sumpah-sumpah Li’an: 24:6, 24:7, 24:8, 24:9
    • Beberapa hukum yang berkaitan dengan orang yang sumpah
      • Bersumpah untuk memutuskan tali silaturahmi: 24:22
  • Nazar
    • Melaksanakan nazar
      • Hukum melaksanakan nazar: 22:29, 38:44, 76:7
      • Hal yang memenuhi pelaksanaan nazar: 2:270
      • Beberapa contoh nazar dalam Al Quran: 3:35, 19:26

·  Zikir

  • Keutamaan majelis-majelis zikir
    • Keutamaan zikir: 2:152, 2:156, 2:185, 2:198, 2:203, 8:45, 9:112, 13:28, 18:24, 20:34, 24:37, 29:45, 33:21, 33:35, 62:10, 63:9, 87:15
    • Banyak-banyak berzikir kepada Allah: 2:200, 3:41, 4:103, 8:45, 20:33, 20:34, 20:130, 22:40, 26:227, 33:21, 33:35, 33:41, 62:10
    • Zikir yang paling baik: 13:28, 18:46, 19:76
  • Etika zikir kepada Allah
    • Zikir setiap saat: 3:191, 4:103
    • Takut dan menangis saat berzikir: 7:205, 8:2, 17:109, 19:58, 22:35
    • Menangis ketika membaca Al Quran: 5:83, 19:58
    • Merendahkan suara ketika berzikir: 7:205
  • Klasifikasi zikir
    • Istighfar (mohon ampun)
      • Keutamaan istighfar: 2:199, 3:17, 4:64, 4:106, 4:110, 5:74, 7:153, 7:161, 8:33, 11:3, 11:52, 11:90, 12:29, 18:55, 24:5, 24:62, 26:51, 26:82, 27:46, 28:16, 38:25, 40:3, 51:15, 51:16, 60:12, 71:10, 71:11, 71:12, 73:20, 110:3
      • Tempat-tempat istighfar: 2:199
      • Perintah beristighfar: 2:199, 11:52, 11:61, 11:90, 73:20
      • Istighfar Nabi saw.: 3:159, 4:64, 4:106, 9:80, 23:118, 24:62, 40:55, 47:19, 60:12, 110:3
      • Istighfar para Nabi as.: 3:159, 7:23, 7:143, 7:155, 11:47, 12:92, 12:97, 12:98, 14:41, 19:47, 23:118, 24:62, 26:82, 26:86, 28:16, 38:24, 38:35, 40:55, 47:19, 60:4, 60:12, 63:5, 63:6, 71:28, 110:3
      • Istighfar orang-orang beriman: 2:199, 2:285, 2:286, 3:16, 3:17, 3:193, 23:109, 51:18, 59:10, 66:8
      • Istighfar untuk kedua orang tua: 9:113, 9:114, 14:41, 17:24, 19:47, 26:86, 60:4, 71:28
      • Istighfar untuk saudara: 7:151
      • Istighfar untuk orang-orang musyrik: 9:80, 9:113, 9:114
      • Istighfar malaikat untuk orang-orang mukmin: 40:7, 40:8, 40:9, 42:5
      • Kapan disunnatkan istighfar: 3:17, 3:135
    • Isti’azah (mohon perlindungan)
      • Jenis-jenis isti’azah
        • Mohon perlindungan dari sifat hasad: 113:5
        • Mohon perlindungan dari hal-hal yang dibenci: 19:18, 40:56
        • Mohon perlindungan dari bahaya cuaca: 113:2
        • Mohon perlindungan dari kawan yang jahat: 113:2
        • Mohon perlindungan dari bahaya malam: 113:3
        • Mohon perlindungan dari syetan jin dan manusia: 3:36, 7:200, 16:98, 23:97, 23:98, 40:27, 41:36, 113:2, 114:4, 114:5, 114:6
        • Allah melindungi orang yang mohon perlindungan kepadaNya: 113:1, 114:1
        • Mohon perlindungan dari api neraka: 2:201, 3:16, 3:191, 25:65
    • Basmalah (Bismillahirrahmanirrahiim)
      • Membaca basmalah ketika menyembelih: 6:118, 6:119, 6:121
      • Membaca basmalah ketika berburu: 6:118, 6:119, 6:121
      • Membaca basmalah pada setiap keadaan: 1:1, 11:41, 27:30
    • Takbir (Allahu Akbar)
      • Takbir pada hari-hari Tasyrik: 2:203
      • Takbir antara Arafah dan Muzdalifah: 2:198
      • Takbir untuk mengagungkan Allah: 17:111, 22:37, 74:3
    • Zikir saat shalat
      • Zikir setelah shalat: 4:103, 50:40, 76:26
    • Tasbih
      • Tasbihnya makhluk-makhluk dengan memuji Allah: 1:2, 7:206, 13:13, 16:48, 16:49, 17:44, 21:20, 21:79, 22:18, 24:41, 25:58, 35:34, 37:166, 38:18, 39:75, 40:7, 41:38, 42:5, 50:39, 50:40, 55:6, 57:1, 59:1, 59:24, 61:1, 62:1, 64:1
      • Tasbih sebagai tanda kesucian Allah: 2:116, 3:191, 4:171, 5:116, 6:100, 7:143, 9:31, 10:18, 10:68, 12:108, 15:98, 16:1, 16:57, 17:1, 17:43, 17:44, 17:93, 17:108, 19:35, 21:22, 23:91, 25:18, 27:8, 30:40, 34:41, 36:36, 36:83, 37:159, 37:180, 39:4, 39:67, 43:13, 43:82, 52:43, 52:49, 56:74, 56:96, 59:23, 68:29, 69:52, 87:1
      • Tasbih ketika mensyukuri nikmat: 3:41, 10:10, 19:11, 43:13, 110:3
      • Tasbih ketika takjub: 17:93, 24:16
      • Tasbih ketika mendengar petir: 13:13
      • Keutamaan tasbih-tahmid-tahlil: 9:112, 21:87, 24:36, 37:143, 40:55, 48:9, 52:48, 52:49, 68:28
    • Tahmid (memuji Allah)
      • Hanya Allah yang berhak dipuji: 1:2, 6:1, 6:45, 10:10, 14:39, 16:75, 16:114, 17:111, 18:1, 23:28, 27:15, 27:59, 27:93, 28:70, 29:63, 30:18, 31:25, 34:1, 35:34, 37:182, 39:29, 39:74, 39:75, 40:7, 45:36, 64:1
      • Memuji Allah atas nikmat-nikmatNya: 1:2, 5:20, 5:89, 6:1, 6:45, 7:43, 14:39, 16:78, 16:114, 16:121, 23:28, 25:58, 27:15, 27:16, 27:19, 27:59, 30:18, 34:1, 35:34, 37:182, 93:11
  • Tempat-tempat zikir
    • Zikir di Masy’aril Haram: 2:198
    • Zikir di Mina: 2:203
    • Zikir di hari-hari tasyrik: 2:203
  • Waktu-waktu zikir
    • Zikir setelah ibadat: 2:185, 2:200, 4:103, 22:28
    • Zikir Ketika ditimpa bala: 2:156, 3:173, 20:25, 20:26, 20:33, 20:34
    • Zikir ketika lupa: 18:24
    • Zikir di setiap waktu: 3:41, 7:205, 30:17, 30:18, 33:41, 33:42, 38:18, 40:55, 48:9, 52:48, 52:49, 73:8, 76:25
    • Bacaan zikir pada waktu pagi dan sore: 7:205
    • Ancaman bagi yang melupakan zikir kepada Allah: 4:142, 5:91, 7:205, 10:92, 20:124, 21:1, 24:37, 25:18, 63:9
    • Zikir ketika menghadapi musuh: 8:45
  • Sebab-sebab zikir: 5:4, 6:118, 6:119, 6:121, 22:28, 22:34, 22:36

·  Do’a

  • Keutamaan doa: 2:186, 2:201, 3:38, 3:39, 19:7, 20:36, 20:37, 21:76, 21:84, 21:88, 21:90, 23:41, 26:119, 26:170, 27:62, 28:16, 28:21, 35:10, 37:101, 38:36, 38:43, 40:60
  • Perintah berdoa: 7:29, 7:55, 7:56, 9:103
  • Etika berdoa
    • Ikhlas dalam berdoa: 7:29, 10:22, 29:65, 31:32, 40:14, 40:65
    • Berdoa antara suara pelan dan keras: 7:55, 7:205, 17:110
    • Mengulang-ulang doa: 11:45, 19:4
  • Waktu-waktu berdoa dan sebab-sebabnya
    • Doa hendak berperang: 2:250, 3:147
    • Doa mohon kejelekan: 10:11, 17:11
    • Doa mohon petunjuk (hidayah): 1:6, 2:70, 7:89, 18:24, 28:22
    • Doa mohon kebaikan hidup: 1:6, 3:8, 3:16, 3:191, 3:193, 3:194, 7:126, 7:156, 12:101, 26:83, 26:84, 26:85, 26:87, 27:19, 52:28, 66:11
    • Doa mohon ampunan dosa: 2:58, 2:285, 3:16, 3:135, 3:147, 3:193, 7:23, 7:151, 7:155, 11:47, 14:41, 23:109, 23:118, 26:51, 26:82, 26:86, 28:16, 59:10, 60:5, 66:8, 71:28
    • Doa mohon dikaruniai anak: 3:38, 7:189, 21:89
    • Doa saat selesai haji: 22:28
    • Doa untuk keburukan lawan: 2:286, 3:147, 10:88, 21:112, 29:30, 54:10, 71:24, 71:26, 71:28, 111:1
    • Doa ketika takut: 3:173, 6:63, 28:21, 28:33
    • Doa ketika sakit: 21:83, 38:41
    • Doa ketika naik kendaraan: 43:13, 43:14
    • Doa ketika terjadi musibah: 6:40, 6:41, 6:63, 7:94, 7:126, 10:12, 10:22, 10:86, 17:67, 18:10, 21:87, 23:26, 23:39, 26:117, 26:118, 26:119, 26:169, 27:62, 28:16, 28:21, 28:24, 28:47, 29:65, 30:33, 31:32, 39:8, 39:49, 41:51, 44:22
    • Doa untuk kebaikan muslimin: 59:10, 71:28
  • Doa para nabi: 2:124, 2:126, 2:127, 2:128, 2:129, 2:260, 3:38, 3:41, 5:114, 7:23, 7:89, 7:134, 7:135, 7:143, 7:151, 7:155, 9:129, 10:88, 10:89, 11:45, 12:33, 12:34, 12:83, 12:92, 12:101, 14:15, 14:35, 14:36, 14:37, 14:38, 14:39, 14:40, 14:41, 17:80, 19:4, 19:5, 19:6, 19:7, 19:10, 20:25, 20:26, 20:27, 20:28, 20:29, 20:30, 20:31, 20:32, 20:33, 20:34, 20:35, 21:76, 21:83, 21:84, 21:87, 21:89, 21:90, 23:26, 23:29, 23:39, 23:93, 23:94, 23:97, 23:98, 23:118, 26:13, 26:78, 26:79, 26:80, 26:81, 26:82, 26:83, 26:84, 26:85, 26:86, 26:87, 26:88, 26:89, 26:117, 26:118, 26:169, 27:19, 28:34, 29:30, 37:75, 37:100, 38:35, 40:27, 44:20, 44:22, 54:10, 60:4, 68:48, 71:26, 71:27, 71:28
  • Doa orang-orang beriman: 1:5, 1:6, 3:35, 3:36, 3:53, 3:191, 3:192, 3:193, 3:194, 4:75, 5:83, 10:85, 10:86, 17:24, 17:80, 17:110, 17:111, 18:24, 23:109, 25:65, 25:74, 40:44, 46:15, 52:28, 60:4, 60:5, 66:11, 113:1, 113:2, 113:3, 113:4, 113:5, 114:1, 114:2, 114:3, 114:4, 114:5, 114:6
  • Doa malaikat untuk orang-orang beriman: 11:73, 40:7, 40:8, 40:9
  • Terkabulnya doa
    • Doa para nabi dikabulkan: 2:260, 3:39, 3:41, 5:115, 10:89, 12:34, 19:7, 19:10, 20:36, 21:76, 21:77, 21:84, 21:88, 21:90, 26:119, 26:120, 26:170, 26:171, 26:172, 26:173, 28:35, 29:31, 29:32, 29:33, 29:34, 37:75, 37:101, 38:25, 38:36, 38:39, 44:23, 44:24, 54:11, 54:12, 54:13, 68:50
    • Doa orang-orang beriman dikabulkan: 2:186, 3:37, 3:195, 8:9, 40:45, 40:46, 40:60, 42:26
  • Berdoa bukan kepada Allah: 6:71, 7:194, 7:195, 7:197, 10:106, 11:101, 13:14, 17:56, 17:67, 18:52, 22:12, 22:62, 22:73, 26:213, 28:64, 31:30, 34:32, 35:13, 35:14, 35:40, 39:38, 40:20, 41:48, 43:86, 46:5

Hukum Mempergunakan Zakat untuk Membangun Masjid

24 Jul

Dr. Yusuf Qardhawy; Fatwa Kontemporer; Fiqih Kontemporer

Pertanyaan:
Saya seorang muslim yang diberi banyak karunia oleh Allah yang saya tidak mampu mensyukurinya dengan sepenuhnya meski apa pun yang saya lakukan, karena apa yang saya lakukan itu sendiri juga merupakan nikmat dari Allah yang harus disyukuri.

Diantara karunia yang Allah berikan kepada saya adalah kekayaan yang – alhamdulillah – cukup banyak, dan saya mengeluarkan zakatnya setiap tahun. Saya juga menerapkan pendapat Ustadz untuk menzakati penghasilan gedung-gedung yang saya peroleh setiap bulan tanpa menunggu perputaran satu tahun, dengan besar zakat seperdua puluh dari total penghasilan.

Pertanyaan yang saya lontarkan kepada Ustadz sekarang adalah mengenai penggunaan zakat untuk pembangunan masjid yang digunakan untuk mengerjakan shalat didalamnya, mengadakan majelis taklim, dan mengumpulkan kaum muslim untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Kami – yang berdomisili di negara Teluk – sering didatangi saudara-saudara dari negara-negara miskin yang ada di Asia dan Afrika yang mengeluhkan berbagai penderitaan, sedikitnya penghasilan, banyaknya jumlah penduduk, seringnya ditimpa bencana alam, disamping tekanan dari kelompok-kelompok yang memusuhi Islam, baik dari negara-negara Barat maupun Timur, dari golongan salib, komunis, dan lainnya.

Bolehkah kami memberikan zakat kepada saudara-saudara kami kaum muslim yang miskin yang tertekan dalam kehidupan beragama dan dunia mereka, ataukah tidak boleh? Fatwa yang pernah diberikan para mufti berbeda-beda mengenai masalah ini, ada yang melarang dan ada yang membolehkan. Dan kami
tidak merasa puas melainkan dengan fatwa Ustadz.
Semoga Allah meluruskan langkah Ustadz, memuliakan Ustadz, dan menjadikan yang lain mulia karena Ustadz.

Jawaban:
Semoga Allah memberikan berkah kepada saudara penanya yang terhormat mengenai apa yang telah dikaruniakan-Nya kepadanya. Mudah-mudahan Allah menyempurnakan nikmat-nikmat-Nya atasnya dan menolongnya untuk selalu ingat kepada-Nya dan bersyukur kepada-Nya serta memperbaiki ibadah kepada-Nya. Saya merasa gembira bahwa dia telah mengeluarkan zakat dari penghasilan gedung-gedungnya sesuai dengan pendapat yang saya pandang kuat, tanpa menunggu berputarnya masa satu tahun. Mudah-mudahan saja dia menginfakkan seluruh hasilnya atau sebagiannya.

Adapun menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid sehingga dapat digunakan untuk mengagungkan nama Allah, berdzikir kepada-Nya, menegakkan syiar-syiar-Nya, menunaikan shalat, serta menyampaikan pelajaran-pelajaran dan nasihat-nasihat, maka hal ini termasuk yang diperselisihkan para ulama dahulu maupun sekarang. Apakah yang demikian itu dapat dianggap sebagai “fi sabilillah” sehingga termasuk salah satu dari delapan sasaran zakat sebagaimana yang dinashkan di dalam Al-Qur’anul Karim dalam surat at-Taubah: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (at-Taubah: 60) Ataukah kata “sabilillah itu artinya terbatas pada “jihad” saja sebagaimana yang dipahami oleh jumhur?

Saya telah menjelaskan masalah ini secara terinci di dalam kitab saya Fiqh az-Zakah, dan di sini tidaklah saya uraikan lagi masalah tersebut. Dalam buku itu saya memperkuat pendapat jumhur ulama, dengan memperluas pengertian “jihad” (perjuangan) yang meliputi perjuangan bersenjata (inilah yang lebih cepat ditangkap oleh pikiran), jihad ideologi (pemikiran), jihad tarbawi (pendidikan), jihad da’wi (dakwah), jihad dini (perjuangan agama), dan lain-lainnya. Kesemuanya untuk memelihara eksistensi Islam dan menjaga serta melindungi kepribadian Islam dari serangan musuh yang hendak mencabut Islam dari akar-akarnya, baik serangan itu berasal dari salibisme, misionarisme, marxisme, komunisme, atau dari Free Masonry dan zionisme, maupun dari antek dan agen-agen mereka yang berupa gerakan-gerakan sempalan Islam semacam Bahaiyah, Qadianiyah, dan Bathiniyah (Kebatinan), serta kaum sekuler yang terus-menerus menyerukan sekularisasi di dunia Arab dan dunia Islam.

Berdasarkan hal ini maka saya katakan bahwa negara-negara kaya yang pemerintahnya dan kementerian wakafnya mampu mendirikan masjid-masjid yang diperlukan oleh umat, seperti negara-negara Teluk, maka tidak seyogianya zakat disana digunakan untuk membangun masjid. Sebab negara-negara seperti ini sudah tidak memerlukan zakat untuk hal ini, selain itu masih ada sasaran-sasaran lain yang disepakati pendistribusiannya yang tidak ada penyandang dananya baik dari uang zakat maupun selain zakat.

Membangun sebuah masjid di kawasan Teluk biayanya cukup digunakan untuk membangun sepuluh atau lebih masjid di negara-negara muslim yang miskin yang padat penduduknya, sehingga satu masjid saja dapat menampung puluhan ribu orang. Dari sini saya merasa mantap memperbolehkan menggunakan zakat untuk membangun masjid di negara-negara miskin yang sedang menghadapi serangan kristenisasi, komunisme, zionisme, Qadianiyah, Bathiniyah, dan lain-lainnya. Bahkan kadang-kadang mendistribusikan zakat untuk keperluan ini – dalam kondisi seperti ini – lebih utama daripada didistribusikan untuk yang lain.

Alasan saya memperbolehkan hal ini ada dua macam:
Pertama, mereka adalah kaum yang fakir, yang harus dicukupi kebutuhan pokoknya sebagai manusia sehingga dapat hidup layak dan terhormat sebagai layaknya manusia muslim. Sedangkan masjid itu merupakan kebutuhan asasi bagi jamaah muslimah.
Apabila mereka tidak memiliki dana untuk mendirikan masjid, baik dana dari pemerintah maupun dari sumbangan pribadi atau dari para dermawan, maka tidak ada larangan di Negara tersebut untuk mendirikan masjid dengan menggunakan uang zakat. Bahkan masjid itu wajib didirikan dengannya sehingga tidak ada kaum muslim yang hidup tanpa mempunyai masjid.

Sebagaimana setiap orang muslim membutuhkan makan dan minum untuk kelangsungan kehidupan jasmaninya, maka jamaah muslimah juga membutuhkan masjid untuk menjaga kelangsungan kehidupan rohani dan iman mereka. Karena itu, program pertama yang dilaksanakan Nabi saw. setelah hijrah ke Madinah ialah mendirikan Masjid Nabawi yang mulia yang menjadi pusat kegiatan Islam pada zaman itu.

Kedua, masjid di negara-negara yang sedang menghadapi bahaya perang ideologi (ghazwul fikri) atau yang berada dibawah pengaruhnya, maka masjid tersebut bukanlah semata-mata tempat ibadah, melainkan juga sekaligus sebagai markas perjuangan dan benteng untuk membela keluhuran Islam dan melindungi syakhshiyah islamiyah.

Adapun dalil yang lebih mendekati hal ini ialah peranan masjid dalam membangkitkan harakah umat Islam di Palestina yang diistilahkan dengan intifadhah (menurut bahasa berarti mengguncang/ menggoyang; Penj.) yang pada awal kehadirannya dikenal dengan sebutan “Intifadhah al masajid.” Kemudian oleh media informasi diubah menjadi “Intifadhah al-Hijarah” batu-batu karena takut dihubungkan dengan Islam yang penyebutannya itu dapat menggetarkan bangsa Yahudi dan orang-orang yang ada di belakangnya.

Kesimpulan: menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid dalam kondisi seperti itu termasuk infak zakat fi sabilillah demi menjunjung tinggi kalimat-Nya serta membela agama dan umat-Nya. Dan setiap infak harta untuk semua kegiatan demi menjunjung tinggi kalimat (agama) Allah tergolong fi sabilillah (di jalan Allah).
Wa billahit taufiq.

&

Pembagian Zakat

15 Jul

Kajian Fiqih Empat Imam madzab
Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi

Empat imam madzab sepakat tentang bolehnya menyerahkan zakat kepada salah satu golongan dari delapan golongan yang disebutkan dalam al-Qur’an. Namun menurut Syafi’i: wajib diberikan kepada delapan golongan jika zakat tersebut dibagikan oleh imam (kepala negara) dan terdapat petugas pengumpul zakat. Jika tidak ada petugas pengumpul zakat, maka zakat tersebut dibagikan kepada tujuh golongan saja. sedangkan jika tidak ada sebagian golongan maka zakat tersebut diberikan kepada golongan yang ada. Demikian juga orang yang wajib membayar zakat wajib membagikannya kepada semua golongan jika ada golongan-golongan tersebut di sekitar tempat tinggalnya dan harta yang dibagikan itu mencukupi. Akan tetapi jika tidak mencukupi maka zakat tersebut wajib diberikan kepada tiga golongan, dan jika ketiga golongan itu tidak ada disekitar tempat tinggalnya maka diberikan kepada tiga golongan, dan jika ketiga golongan tersebut tidak ada di sekitar tempat tinggalnya maka diberikan kepada kelompok yang ada.

Delapan golongan yang dimaksud adalah:
1. Fuqara’ (orang-orang fakir)
2. Masakin (orang-orang miskin)
3. ‘Amil (pengurus zakat)
4. Muallaf qulubuhum (orang yang ditundukkan hatinya)
5. Riqab (budak mukatab)
6. Gharim (orang yang berhutang)
7. Fii sabilillah (kepentingan agama)
8. Ibn sabil (musafir)

Menurut Hanafi dan Maliki: fakir adalah orang yang dapat memenuhi sebagian kebutuhannya dan tidak dapat memenuhi sebagian lainnya. Sedangkan miskin adalah orang yang tidak mempunyai apa-apa. Syafi’i dan Hambali: fakir adalah orang yang tidak mempunyai apa-apa. Sedangkan miskin adalah orang yang dapat memenuhi sebagian kebutuhannya.

Para imam madzab berbeda pendapat mengenai muallaf qulubuhum (orang yang ditundukkan hatinya). Hanafi: ketentuan tentang mereka telah dihapus (mansukh). Demikian juga menurut riwayat dari Hambali.
Pendapat paling masyhur dari Maliki: tidak ada lagi bagian mereka pada orang-orang Muslim yang kaya. Dalam riwayat lain dari Maliki: apabila kepala negara merasa perlu kepada golongan muallaf, ia boleh memberikan zakat kepada mereka karena ada ‘illat.

Sementara itu Syafi’i memiliki dua pendapat dalam hal apakah mereka masih diberi zakat sesudah masa Rasulullah saw. atau sudah tidak diberi lagi? Pendapat yang paling shahih: muallaf tetap diberi zakat dan hukum mereka tidak dihapus. Demikian juga menurut Hambali dalam satu riwayatnya.

Apakah bagian yang diambil ‘amil adalah sebagai zakat ataukah upah pekerjaannya: Hanafi dan Hambali: bagian yang diambil ‘amil adalah sebagai zakat bukan upah pekerjaanya. Hambali membolehkan budak menjadi ‘amil atau dzawil qurba (keluarga dekat). Juga mengenai ‘amil kafir, menurut beliau ada dua pendapat.
Hanafi, Maliki dan Syafi’i tidak membolehkan apa yang dibolehkan oleh Hambali tersebut.
Riqab adalah budak mukatab, yakni budak yang dijanjikan majikannya untuk dimerdekakan asalkan ia dapat menebus dirinya. Demikian, pendapat para imam madzab, kecuali Maliki.

Hanafi dan Syafi’i membolehkan menyerahkan zakat kepada budak mukatab agar ia dapat menebus pembebasan dirinya. Sedangkan Maliki berpendapat: tidak boleh, sebab riqab adalah hamba yang belum mukatab. Oleh karena itu menurut Maliki: budak itu dibeli dengan zakat, lalu dimerdekakan. Demikian juga pendapat Hambali dalam salah satu riwayatnya.

Gharim adalah orang yang mempunyai utang. Demikian menurut kesepakatan para imam madzab. Fii sabilillah adalah para pejuang agama. Hambali dalam salah satu riwayatnya yang jelas berpendapat bahwa orang yang berhaji termasuk fii sabilillah.
Ibn sabil adalah musafi, demikian kesepakatan empat imam madzab.

Bolehkan zakat diberikan kepada gharim yang kaya? Hanafi, Maliki dan Hambali: tidak boleh. Sementara itu Syafi’i: boleh.
Para imam madzab berbeda pendapat mengenai sifat ibn sabil sesudah mereka sepakat bolehnya ibn sabil memperoleh bagian zakat.
Menurut Hanafi dan Maliki, ibn sabil adalah orang yang sudah melakukan perjalanan, bukan orang yang hendak melakukan perjalanan. Syafi’i berpendapat: ibn sabil adalah orang yang sudah melakukan perjalanan dan yang akan melakukan perjalanan. Sementara itu dari Hambali diperoleh dua riwayat dan yang lebihjelas: ibn sabil adalah orang yang berada dalam perjalanan.

Bolehkan seseorang memberikan seluruh zakatnya hanya kepada orang miskin? Hanafi: boleh, asalkan orang miskin itu tidak menjadi kaya lantaran zakat yang diterimanya. Maliki: boleh memberinya sehingga ia menjadi kaya apabila demikian ia menjadi terpelihara. Syafi’i: zakat diberikan kepada sedikitnya tiga oran dari setiap golongan.

Empat imam madzab berbeda pendapat mengenai bolehnya membayar zakat dari suatu negeri ke negeri lain. Hanafi: hal demikian adalah makruh, kecuali kepada kerabat yang memerlukan atau suatu kaum dari suatu negeri yang betul-betul memerlukannya. Jika demikian maka tidak makruh. Maliki: tidak boleh, kecuali kecuali kalau penduduk negeri yang dituju sangat memerlukannya. Jika demikian kepala negara (imam) tidak boleh membayarkannya kepada mereka menurut kemampuan. Syafi’i mempunyai dua pendapat dan pendapat yang paling shahih adalah tidak boleh memindahkan zakat ke negeri lain. Sedangkan pendapat Hambali yang paling masyhur: tidak boleh memindahkan zakat suatu negeri ke negeri lain yang dibolehkan qashar shalat padanya, meskipun di negerinya sendiri tidak ada yang berhak menerimanya.

Empat imam madzab sepakat tentang tidak bolehnya memberikan zakat kepada orang kafir. Az-zuhri dan Ibn Syubrumah membolehkan pemberian zakat kepada ahlu dzimmah. Menurut pendapat yang paling kuat dari Hanafi: boleh memberikan zakat fitrah dan kafarah kepada orang kafir dzimmi.

Empat imam madzab berbeda pendapat mengenai sifat orang kaya yang tidak boleh diberi zakat. Hanafi: orang yang memiliki harta satu nisab. Pendapat paling masyhur dari Maliki: boleh memberi zakat kepada orang yang mempunyai 40 dirham.
Al-Qadhi ‘Abdul Wahab berpendapat: tidak ada batasan bagi orang kaya mengenai hartanya. Ia pun mengatakan bahwa zakat diberikan kepada orang yang mempunyai tempat tinggal, pelayan, dan kendaraan, yang tidak mempunyai kecukupan untuk membiayai semua itu.
Ada yang berpendapat bahwa zakat boleh diberikan kepada orang yang mempunyai kekayaan 40 dirham. Ada juga yang berpendapat bahwa orang berilmu boleh menerima zakat, sekalipun ia seorang kaya.

Orang yang sibuk mencari ilmu agama, jika ia mencari nafkah sendiri dan menyebabkannya tidak bisa mencari ilmu, maka ia boleh mengambil zakat. Menurut Syafi’i: jika ilmunya diharapkan bisa memberikan manfaat (bagi umat) maka ia boleh mengambil zakat. Jika tidak, maka tidak boleh.

Adapun orang yang sibuk dengan ibadah sunnah jika ia meninggalkannya untuk bekerja dapat mengakibatkannya tidak bisa mengerjakan ibadah sunnah, maka ia tidak boleh mengambil zakat. Hal itu karena bersungguh-sungguh mencari nafkah agar tidak menggantungkan hidup kepada orang lain adalah lebih utama daripada mengerjakan ibadah sunnah tetapi selalu menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Hal ini sangat berbeda dengan pencari ilmu yang hukumnya fardlu kifayah dan masyarakatpun membutuhkannya.
Dari Hambali diperoleh beberapa riwayat yang saling bertentangan. Kebanyakan shahabatnya menerangkan bahwa apabila seseorang mempunyai 40 dirham, ia tidak boleh mengambil zakat.

Jika seseorang memberikan zakatnya kepada orang lain, kemudian diketahui bahwa orang itu adalah orang kaya, maka menurut pendapat Hanafi: zakatnya sah. Maliki: tidak sah. Syafi’i: memiliki dua riwayat dan pendapat yang paling shahih: tidak sah. Hambali juga mempunyai dua riwayat, yaitu seperti kedua pendapat imam madzab di atas.

Orang yang sanggup berusaha, sehat jasmani dan kuat tidak boleh mengambil zakat. Demikian pendapat Syafi’i dan Hambali. Menurut Hanafi dan Maliki: mereka boleh mengambil zakat.

Para imam madzab sepakat tentang tidak bolehnya memberikan zakat kepada ayah, ibu, kakek dan nenek. Begitu juga kepada anak, cucu, dan seterusnya. Namun menurut Maliki: memberikan zakat kepada kakek dan cucu laki-laki dari anak laki-laki adalah boleh, karena nafkah mereka tidak lagi menjadi tanggungannya.

Bolehkah membayar zakat kepada orang yang mewarisinya di antara para kerabat, seperti saudara dan paman? Hanafi, Maliki dan Syafi’i: boleh. Sedangkan Hambali memiliki dua riwayat dan yang lebih jelas: tidak boleh.

Para imam madzab sepakat tentang tidak bolehnya memberikan zakat kepada budak sendiri. Hanafi membolehkan pemberian zakat kepada budak orang lain jika tuannya fakir.
Bolehkan memberi zakat kepada suami? Hanafi: tidak boleh. Syafi’i: boleh. Maliki: jika zakat yang diambil itu untuk nafkah keluarga maka tidak boleh. Namun jika dipergunakan untuk nafkah anak suami dari istri lain yang miskin maka boleh.

Para imam madzab sepakat tentang tidak bolehnya mengeluarkan zakat untuk membangun masjid atau mengkafani mayat.

Empat imam madzab sepakat bahwa haram memberikan sedekah wajib (zakat) kepada bani Hasyim. Mereka adalah lima keluarga berikut:
1. Keluarga ‘Ali
2. Keluarga ‘Abbas
3. Keuluarga Ja’far
4. Keluarga ‘Aqil
5. Keluarga al-Harits putra Abdul Muththalib

Para imam madzab berbeda pendapat tentang Bani ‘Abdul Muththalib. Maliki, Syafi’i dan Hambali dalam riwayatnya yang paling kuat: mereka haram menerima zakat.

Hanafi dan Hambali mengharamkan para maula Bani Hasyim menerima zakat. Demikian juga pendapat Maliki dan Syafi’i.

Zakat Perdagangan

15 Jul

Kajian Fiqih Empat Imam madzab
Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi

Para imam mujtahid sepakat bahwa barang dagangan wajib dizakati. Sementara itu Dawud berpendapat: tidak wajib zakat atas barang perniagaan.

Para imam madzab sepakat bahwa besarnya zakat yang harus dikeluarkan dari harta perdagangan adalah 2,5 %.
Apabila seseorang membeli budak untuk diperdagangkan, maka ia wajib membayar zakat fitrahnya. Demikian, menurut tiga imam madzab. Sedangkan untuk zakat pedagangannya disyaratkan perdagangan itu sudah dimiliki genap setahun. Sedangkan Hanafi berpendapat: yang disyaratkan setahun adalah zakat fitrah.

Apabila seseorang membeli dagangan dalam jumlah kurang dari satu nisab maka sempurnanya nisab dihitung pada awal dari akhir tahun pembelian. Maliki dan Syafi’i: sempurnanya nisab dihitung pada seluruh tahun.

Zakat tergantung dari harga barang. Demikian menurut Maliki, Hambali dan salah satu pendapat Syafi’i yang paling kuat.

zakat

15 Jul

Kajian Fiqih Empat Imam madzab
Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi

Semua ulama madzab sepakat bahwa zakat merupakan salah satu rukun Islam. Benda-benda yang wajib dizakati ada empat macam, sebagai berikut:
1. Binatang ternak
2. Dua mata uang (emas atau perak)
3. Barang dagangan
4. Barang yang dapat disimpan dan ditakar; seperti buah-buahan dan tanaman dengan sifat tertentu.

Para imam sepakat bahwa zakat diwajibkan kepada orang Islam yang merdeka, baligh, dan berakal sehat. Mereka berbeda pendapat tentang kewajiban zakat bagi budak mukatab. Hanafi berpendapat: wajib zakat sepersepuluh atas tumbuh-tumbuhan milik mukatab, tidak pada hartanya yang lain.

Ats-Tsauri berpendapat: “Wajib zakat atas mukatab secara mutlak.” Maliki, Syafi’i dan Hambali berpendapat: tidak wajib zakat atas budak mukatab.

Orang murtad yang semasa Islamnya telah diwajibkan membayar zakat, maka kewajiban tersebut tidak gugur lantaran kemurtadannya. Demikian menurut pendapat tiga imam madzab. Sementara itu, Hanafi berpendapat: kewajiban tersebut gugur.

Maliki, Syafi’i, dan Hambali: harta anak kecil dan harta orang gila wajib dikeluarkan zakatnya. Yaitu, walinya harus mengeluarkan zakat itu dari harta mereka. Pendapat ini juga yang diriwayatkan dari sekelompok shahabat terkemuka. Adapun Hanafi berpendapat: tidak wajib zakat atas harta anak kecil dan harta orang gila hingga diwajibkan sepersepuluh atas hasil pertanian milik anak kecil dan orang gila.
Menurut al-Auza’i dan ats-Tsauri, zakat itu adalah wajib, tetapi dikeluarkan setelah anak itu mencapai usia baligh dan sesudah orang gila itu sembuh.

Pemilikan selama setahun (hawl) merupakan syarat wajibnya zakat. Demikian menurut ijma’ para mujtahid. Diriwayatkan bahwa Ibn Mas’ud ra. dan Ibn Abbas ra mewajibkan zakat semata-mata adanya pemilikan harta –meskipun belum setahun. Kemudian, apabila sudah dimiliki setahun maka wajib dikeluarkan lagi zakatnya. Ibn Mas’ud apabila menerima suatu pemberian, ia langsung mengeluarkan zakatnya.
Jika seseorang memiliki barang yang mencapai nisab maka ia harus mengeluarkan zakatnya. Kalau pada pertengahan tahun barang itu dijual atau ditukarkan dengan sesuatu yang lain, maka gugurlah hitungan hawlnya. Demikian menurut Syafi’i dan Hambali.

Hanafi berpendapat: tidak gugur hitungan hawl jika barang yang ditukar tersebut berupa emas dan perak. Namun jika barang itu berupa binatang ternak, maka gugurlah hitungan hawl-nya. Sementara itu, Maliki berpendapat: jika barang itu ditukar dengan sesuatu yang sejenisnya, maka hitungan hawl-nya tidak terputus. Namun jika barang itu tidak sejenis, dalam hal ini ada dua riwayat. Pertama, terputus hitungan hawl-nya. Kedua, tidak terputus.

Apabila sebagian barang senisab itu rusak atau dirusak sebelum genap setahun, maka hitungan hawl-nya gugur. demikian menurut pendapat Hanafi dan Syafi’i. Sementara itu Maliki dan Hambali berpendapat: Jika perusakannya dimaksudkan untuk menghindari kewajiban zakat, maka hitungan hawl-nya tidak gugur dan tetap wajib dikeluarkan zakatnya kalau sudah genap satu tahun.

Harta kekayaan yang dirampas, dihilangkan, dan digelapkan orang lain, jika dikembalikan dalam jumlah yang sama, apakah wajib dizakati jika sudah genap satu tahun? Dalam hal ini Syafi’i mempunyai dua pendapat: pertama, dalam qaul jadid dan yang paling kuat adalah wajib. Kedua, dalam qaul qadim: dimulai dari penghitungan hawl sejak barang itu dikembalikan, dan untuk masa yang telah lalu tidak dikenakan zakat. Pendapat kedua ini juga dianut Hanafi berserta para shahabatnya dan sesuai dengan pendapat Hambali dalam salah satu riwayatnya. Sementara itu menurut Maliki: jika barang itu dikembalikan kepadanya, hendaklah dizakati untuk satu tahun saja.

Apakah utang menggugurkan kewajiban zakat?
Orang yang mempunyai utang jumlah yang dapat menghabiskan barang senisab atau menguranginya, apakah kewajibannya gugur? dalam hal ini Syafi’i mempunyai dua pendapat: pertama, dalam qaul jadid dan yang terkuat: tidak gugur. kedua, dalam qaul qadim: gugur. pendapat qadim Syafi’i sesuai dengan pendapat Hanafi, tetapi kewajiban membayar sepersepuluhnya tidak gugur.
Hambali juga mempunyai dua pendapat tentang harta konkrit. Pendapt termasyhur di antaranya: utang tidak menggugurkan kewajiban zakat jika harta itu berupa benda konkrit. Sementara itu Maliki berpendapat: utang menggugurkan kewajiban zakat atas emas dan perak, tetapi tidak atas binatang ternak.

Apakah kewajiban zakat itu pada pertanggungan atau pada harta itu sendiri? Dalam masalah ini, Syafi’i mempunyai dua pendapat. Pertama, dalam qaul qadim: zakat itu wajib dalam pertanggungan dan sebagian dari harta itu tergadai dengannya. Kedua, dalam qaul jadid dan yang kuat: pada harta itu sendiri. Maka orang yang wajib membayar zakat mempunyai sekadar tertentu harta dan harus menyerahkan sebagian harta yang lain. Seperti itu pula pendapat Maliki dalam masalah ini. Hanafi: zakat itu tergantung pada harta itu sendiri, seperti ketergantungan tindak kriminal pada diri pelakunya. Pemilikannya atas sebagian harta itu tidak hilang, kecuali ia menyerahkannya kepada yang berhak. Pendapat ini sesuai dengan salah satu pendapat Hambali.

Niat dalam membayar zakat
Empat imam madzab sepakat bahwa membayar zakat tidak sah kecuali disertai dengan niat.
Al-Auza’i berpendapat bahwa dalam mengeluarkan zakat tidak diperlukan niat. Para imam madzab berbeda pendapat bolehnya mendahulukan niat daripada pembayarannya. Hanafi: tidak boleh tidak, harus ada niat bersamaan dengan pembayarannya atau pemisahan kadar yang wajib dibayarkan. Maliki dan Syafi’i: sahnya pembayaran zakat memerlukan kesertaan niat. Sementara itu, Hambali berpendapat: hal demikian adalah mustahab. Oleh karena itu, jika sekiranya niat itu lebih sedikit dibolehkan. Sedangkan jika terlalu lama, tentu tidak sah, sebagaimana thaharah, shalat dan haji.

Orang yang wajib zakat dan mampu untuk mengeluarkannya, maka ia tidak boleh menunda-nundanya. Sementara itu, jika pembayaran zakatnya ditunda, maka hal itu menjadi tanggungannya sehingga zakat itu tidak gugur jika hartanya hilang atau rusak. Demikian pendapat Maliki dan Syafi’i. Hanafi: gugur kewajiban zakatnya dan tidak menjadi tanggungannya. Sedangkan menurut Hambali: kemampuan membayar tidak menjadi syarat, baik dalam wajibnya maupun dalam pertanggungannya. Oleh karena itu, jika harta tersebut rusak mencapai hawl, pembayaran zakat itu tetap berada dalam jaminannya, baik ia mampu membayarnya maupun tidak.

Orang yang wajib membayar zakat kemudian mati sebelum melaksanakannya, maka zakat itu diambilkan dari harta peninggalannya. Demikian menurut tiga imam madzab. Sementara itu, Hanafi berpendapat: kewajibannya gugur disebabkan kematiannya. Akan tetapi, jika ia berwasiat tentang kewajiban itu, maka diambilnya sepertiga dari hartanya.
Syafi’i dan hambali: kewajibannya tidak gugur. menurut Maliki: jika ia tidak mempedulikan kewajiban zakatnya hingga melampaui masa setahun atau beberapa tahun, maka hal itu menjadi tanggungannya dan berarti ia telah durhaka kepada Allah swt. Selain itu hartanya semuanya menjadi hak ahli waris. Sementara itu zakat yang menjadi tanggungannya berubah menjadi utang kepada orang yang tidak jelas. Oleh karena itu, tanggungan tersebut tidak dapat dibayar dengan harta ahli warisnya. Kalau ia mewasiatkan hal itu, maka diambil sepertiga dari peninggalannya terlebih dahulu sebelum wasiat lainnya dipenuhi. Jika ia tidak membayarkannya hingga ia mati, maka zakat harus dikeluarkan dari keseluruhan hartanya.

Barangsiapa yang menolakk untuk mengeluarkan zakat karena kikir, maka zakat harus diambil darinya secara paksa dan orang itu dikenai hukum dera (ta’zir). Demikian menurut kesepakatan empat imam madzab.
Syafi’i berpendapat dalam qaul qadim: harus diambil sebagian hartanya disamping harta yang wajib dikeluarkan. Hanafi: orang itu harus dipenjarakan hingga ia mengeluarkan zakat, tetapi tidak diambil hartanya secara paksa.
Adapun orang yang menghindari kewajiban zakat, seperti memberikan sebagian hartanya atau menjualnya dan membelinya kembali sebelum satu tahun, maka gugurlah kewajiban zakat darinya, tetapi ia dipandang telah berbuat kejahatan atau kedurhakaan. Demikian menurut pendapat Hanafi dan Syafi’i. Sedangkan Maliki dan Hambali berpendapat: tidak gugur kewajiban zakatnya.

Menyegerakan pembayaran zakat sebelum mencapai hawl, dibolehkan apabila harta itu telah mencapai nisab, kecuali menurut Maliki, yang tidak membolehkannya.
Jika seseorang menyegerakan pembayaran zakat dan memberikannya kepada orang fakir, kemudian orang fakir itu meninggal atau menjadi kaya bukan karena zakat yang diterimanya, sebelum mencapai hawl, maka harta tersebut ditarik kembali. Namun Hanafi berpendapat bahwa zakat itu tidak perlu diminta kembali.

Selain zakat, tidak ada hak lain di dalam harta. Demikian menurut kesepakatan empat imam madzab dan kebanyakan ulama lain. Akan tetapi para ulama muhaqqiq berpendapat: selain zakat, ada juga hak fakir dan miskin pada harta orang kaya.
Mujahid dan asy-Sya’bi mengatakan: apabila seseorang memanen tanamannya, ia wajib memberikan sedekah dari hasil pertaniaannya kepada orang miskin. Jika memetik buah kurma, ia wajib memberikan sedikit darinya kepada orang miskin. Demikian juga buah-buahan lainnya.

Sekian.

Zakat Barang Tambang

15 Jul

Kajian Fiqih Empat Imam madzab
Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi

Empat imam madzab sepakat bahwa tidak diperlukan waktu setahun untuk zakat barang tambang, kecuali menurut salah satu pendapat Syafi’i. Mereka juga sepakat bahwa tidak diperlukan waktu setahun untuk zakat barang temuan.

Mereka juga sepakat bahwa untuk barang tambang diperlukan nisab, kecuali menurut Hanafi yang berpendapat: tidak perlua nisab bagi barang tambang, melainkan atas jumlah sedikit ataupun banyak wajib dizakati sebesar 20%.
Mereka juga sepakat bahwa tidak perlu nisab untuk barang temuan, kecuali menurut salah satu pendapat Syafi’i.

Para imam madzab berbeda pendapat tentang besarnya zakat yang dikeluarkan atas barang tambang. Hanafi dan Hambali: besarnya adalah 2,5%. Maliki dalam pendapatnya yang paling masyhur: besarnya adalah 2,5%. Sedangkan Syafi’i mempunyai dua pendapat dan pendapat yang paling shahih besarnya adalah: 2,5%.

Empat imam madzab berbeda tentang orang-orang yang boleh menerima zakat barang tambang. Hanafi: diberikan kepada orang yang berhak mendapat harta fa’i (harta rampasan dari musuh Islam tanpa peperangan), jika barang tambang tersebut diperoleh di tanah yang dikenai pajak atas tanah yang dikenai zakat sebesar 10%. Sedangkan, jika didapatkan dari pekarangan rumahnya sendiri maka tidak ada zakatnya. Maliki dan Hambali: diberikan kepada orang yang berhak menerima harta fa’i. Syafi’i: diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat.

Empat imam madzab berbeda pendapat tentang orang yang berhak menerima zakat harta rikaz. Hanafi: seperti orang yang berhak menerima harta tambang. Syafi’i dalam pendapat yang paling masyhur: diberikan kepada orang yang berhak menerima barang tambang. Hambali memiliki dua pendapat. Pertama, mereka yang berhak menerima harta fa’i. Kedua, mereka yang berhak menerima zakat. Sedangkan menurut Maliki: mereka berhak menerima ghanimah (harta rampasan perang) dan jizyah. Terserah pada pertimbangan imam (kepala negara), kepada siapa harta rikaz tersebut diberikan, asalkan untuk kemashlahatan.

Zakat barang tambang hanya terbatas pada emas dan perak. Demikian menurut Maliki dan Syafi’i. Oleh karena itu jika barang yang dihasilkan dalam penambangan bukan berupa emas dan perak, seperti mutiara, maka tidak wajib dizakati. Hanafi: segala barang tambang yang dikeluarkan dari bumi, berupa barang yang dapat dicetak dengan memanaskan api, serperti besi dan timah. Hambali: segala barang tambang yang dikeluarkan dari bumi, baik yang dapat dicetak dengan api maupun tidak, berupa celak sekalipun.

Zakat Hasil Pertanian

15 Jul

Kajian Fiqih Empat Imam madzab
Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi

Empat imam madzab sepakat bahwa nisab hasil pertanian adalah 5 wasaq. Satu wasaq adalah 60 sha’. Kadar yang wajib dikeluarkan dari jumlah tersebut adalah sepersepuluh (10%) jika tanaman tersebut diairi dengan air hujan atau air sungai. Sementara itu, jika diairi dengan air yang diangkut, ditimba dari sumur, atau air yang dibeli maka zakatnya adalah 1/20 atau 5%. Nisab tersebut berlaku untuk buah-buahan dan tanam-tanaman. Namun, Hanafi tidak mengakuinya. Melainkan, ia mewajibkan zakat tersebut 10% untuk jumlah yang banyak ataupun sedikit.
Al-Qadhi ‘Abdul Wahab berpendapat: ada yang mengatakan bahwa Hanafi menyalahi ijma dalam masalah ini.

Empat imam madzab berbeda pendapat tentang jenis tumbuh-tumbuhan yang wajib dizakati. Hanafi: wajib dikeluarkan zakatnya segala tumbuh-tumbuhan, baik berupa buah-buahan maupun tanam-tanaman, baik yang diairi dengan air hujan maupun air yang diangkut, kecuali kayu bakar, rumput dan tebu. Maliki dan Syafi’i: wajib dikeluarkan zakatnya setiap tumbuh-tumbuhan yang dapat disimpan dan menjadi makanan pokok seperti gandum, padi, kurma dan anggur. Hambali: wajib dikeluarkan zakatnya setiap buah-buahan dan tanam-tanaman yang dapat disimpan, bahkan buah laus, tetapi pala tidak wajib.

Hikmah dari perbedaan pendapat antara Maliki, Syafi’i dan Hambali adalah bahwa menurut Hambali bahwa wajib dizakati biji-bijian, laus, almond, biji rami, jintan dan sawi. Sedangkan menurut Syafi’i dan Maliki bahwa semua tumbuh-tumbuhan tersebut tidak wajib dikeluarkan zakatnya.

Hikmah perbedaan pendapat antara mereka (Maliki, Syafi’i, dan Hambali) dan Hanafi adalah menurut Hanafi bahwa segala sayur sayuran wajib dikeluarkan zakatnya, sedangkan menurut tiga imam lainnya tidak wajib.

Empat imam madzab berbeda pendapat tentang zaitun. Hanafi: tidak wajib dizakati. Dari Maliki diperoleh dua riwayat, tetapi pendapat yang paling masyhur menyatakan wajib. Oleh karena itu menurut dua pendapat itu, jika pemilik barang tersebut menghendaki, hendaknya dibayarkan zakat dua zaitun atau satu zaitun. Syafi’i memiliki dua pendapat. Juga Hambali memiliki dua riwayat, yang lebih kuat menyatakan tidak wajib.
Tidak ada zakat atas kapas, demikian menurut kesepakatan empat imam madzab. Abu Yusuf berpendapat: kapas wajib dizakat.

Empat imam madzab berbeda pendapat mengenai zakat madu. Hanafi dan Hambali berpendapat: zakat madu adalah 10%. Maliki dan Syafi’i dalam qaul jadid serta paling kuat: tidak ada zakat atas madu.
Kemudian Hanafi berbeda dengan Hambali. Menurut Hanafi: jika madu tersebut berada di tanah yang dikenakan pajak maka tidak diambil 10% darinya.. sementara itu menurut Hambali: adalah 360 rithl Baghdad. Sedangkan menurut Hanafi: tidak wajib dikeluarkan 10 % baik jumlahnya banyak maupun sedikit.

Masing-masing jenis tumbuhan hanya dizakati apabila sudah mencapai nisab. Oleh karena itu, tidak boleh mencampurkan jenis tumbuh-tumbuhan dengan jenis lain. Demikian menurut pendapat Syafi’i dan Hanafi.
Menurut Maliki: gandum bermutu tinggi boleh dicampur dengan gandum bermutu rendah untuk mencukupkan satu nisab. Demikian pula, sebagian gandum atas sebagian yang lainnya. Sementara itu, Hambali dalam masalah ini memiliki dua riwayat yang saling bertentangan.

Di antara hal-hal yang disunnahkan adalah pemilik barang wajib memanggil petugas zakat untuk menaksir jumlah buah-buahan jika sudah mulai baik. Demikian menurut pendapat tiga imam madzab. Sebab, hal itu membawa kemanfaatan bagi pemiliknya dan kamu Muslimin yang faqir. Sedangkan menurut Hambali: tidak boleh mengadakan penaksiran.
Penaksiran itu cukuplah seorang. Demikian menurut Maliki, Hambali dan Syafi’i –dalam pendapatnya yang paling kuat.

Apabila sudah dikeluarkan zakat sebesar 10% dari buah-buahan atau biji-bijian, lalu sisanya disimpan pemiliknya bertahun-tahun, maka tidak wajib lagi zakat atasnya. Demikian menurut kesepakatan empat imam madzab.
Al-Hasan al-Bashri berpendapat: setiap kali sisa tersebut sudah mencapai satu tahun, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 10%.

Apabila tanaman berada di atas tanah yang dikenakan pajak, maka pajak wajib dikeluarkan pada waktunya dan wajib dikeluarkan 10% sebagai zakat atas tanam-tanaman. Demikian menurut tiga imam madzab. Sebab, zakat sebesar 10% atas penghasilan, sedang pajak diwajibkan atas orang mengolah tanah tersebut. Sementara itu Hanafi berpendapat: tanah yang dikenai pajak tidak wajib dizakati sebesar 10%. Tidak dikenakan pajak dan zakat sebesar 10% sekaligus pada satu orang.

Apabila tanaman itu milik seseorang, sedangkan tanahnya milik orang lain, maka pemilik tanaman wajib membayarkan 10% dari hasil panen sebagai zakat. Demikian menurut Maliki, Syafi’i dan Hambali, Abu Yusuf, dan Muhammad bin al-Hasan. Sedangkan Hanafi berpendapat: zakat sebesar 10% dari hasil panen adalah kewajiban pemilik tanah.
Apabila tanah itu disewakan, maka zakat sebesar 10% menjadi kewajiban pemilik tanaman. Demikian menurut jamaah ulama. Akan tetapi Hanafi berpendapat: hal itu merupakan kewajiban pemilik tanah.

Apabila tanah itu mili orang Islam yang tidak wajib membayar pajak, lalu dijual kepada kafir dzimmi (non Muslim yang tunduk pada pemerintah Islam), maka tidak ada pajak dan tidak ada kewajiban zakat 10% atas tanamannya. Demikian menurut pendapat Syafi’i dan Hambali. Sementara Hanafi berpendapat: wajib baginya membayar pajak. Abu Yusuf berpendapat: wajib atasnya membayar 2×10%. Muhammad bin al-Hasan berpendapat: hanya sekali membayar 10%. Maliki berpendapat: penjualannya tidak sah.

Zakat Fitrah

15 Jul

Kajian Fiqih Empat Imam madzab
Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi

Empat imam madzab sepakat bahwa zakat fitrah hukumnya adalah wajib. Al-‘Asham dan Ibn Haytsam berpendapat: zakat fitrah adalah sunnah. Maliki, Syafi’i dan mayoritas ulama: wajib di sini harus dalam arti fardlu karena setiap fardlu adalah wajib, tetapi tidak sebaliknya. Hanafi: wajib disini artinya wajib, bukan fardlu, sebab fardlu lebih kuat daripada wajib.

Zakat fitrah diwajibkan atas anak kecil dan orang dewasa. Demikian menurut kesepakatan empat imam madzab.
Al-Hasan dan Ibn Musayyab berpendapat: zakat fitrah tidak diwajibkan kecuali atas orang yang (wajib) berpuasa dan shalat.
Zakat fitrah atas budak yang dikongsikan wajib atas dua kongsi yang mengkongsikannya. Demikian menurut Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Namun dalam riwayat lain, Hambali berpendapat: masing-masing kongsi membayarkan zakatnya sepenuhnya (satu sha’). Hanafi: tidak ada kewajiban atas kongsi-kongsi.

Orang yang mempunyai budak kafir, menurut Hanafi: wajib dibayar zakat fitrahnya. Pendapat ini berbeda dengan pendapat tiga imam madzab lainnya yang menyatakan: tidak wajib.
Suami wajib membayarkan zakat fitrah istrinya, sebagaiman ia wajib memberikan nafkah. Demikian pendapat Maliki, Syafi’i dan Hambali. Sedangkan menurut Hanafi: zakat fitrah istri tidak wajib dibayarkan oleh suami.

Orang yang setengah merdeka dan setengah budak tidak diwajibkan membayar zakat fitrah. Demikian menurut Hanafi. Menuru Syafi’i dan Hambali: ia wajib membayar separuh zakat fitrahnya dan separuh sisanya dibayarkan oleh suaminya. Dari Maliki diperoleh dua riwayat. Pertama, seperti pendapat Syafi’i. Kedua, wajib atas tuannya membayarkan separuhnya, sedangkan budak itu tidak wajib membayarnya. Abu Tsawr berpendapat: masing-masing wajib membayar 1 sha’.

Bagi wajibnya zakat fitrah, tidak perlu orang yang mengeluarkannya harus mempunyai satu nisab perak, yaitu 200 dirham. Demikian menurut Maliki, Syafi’i dan Hambali. Bahkan, mereka menyatakan: wajib zakat fitrah atas orang yang mempunyai kelebihan makanan sekadar untuk zakat fitrah tersebut pada siang dan malam hari raya untuk dirinya, keluarganya, dan orang-orang dalam tanggungannya. Hanafi: zakat fitrah tidak wajib, kecuali atas orang yang mempunyai satu nisab, selain tempat tinggalnya, budaknya, kudanya dan senjatanya.

Para imam madzab sepakat bahwa orang yang wajib mengeluarkan zakat fitrah bagi anak-anaknya yang masih kecil dan budak-budaknya yang Muslim.

Empat imam madzab berbeda pendapat mengenai waktu yang diwajibkan dalam membayar zakat fitrah. Hanafi: zakat fitrah wajib dibayarkan ketika terbit fajar pada hari pertama bulan Syawal. Hambali: pada waktu terbenamnya matahari pada malam hari raya. Maliki dan Syafi’i berpendapat seperti kedua imam madzab di atas. Namun menurut qaul jadid dan yang paling kuat dari Syafi’i: pada waktu terbenamnya matahari.
Para imam madzab sepakat bahwa zakat fitrah tidak gugur lantaran diakhirkan sampai keluar waktunya, melainkan menjadi utang baginya hingga dibayarkan.

Mereka juga sepakat tentang tidak bolehnya menunda pembayaran zakat fitrah hingga lewat hari raya. Ibn Sirin dan an-Nakha’i mengatakan: boleh mengakhirkan pembayaran zakat fitrah hingga lewat hari raya. Hambali: kami berharap agar hal demikian tidak menjadi masalah.

Empat imam madzab sepakat mengenai bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dengan lima jenis barang sebagai berikut:
1. Gandum bermutu tinggi
2. Gandum bermutu rendah
3. Kurma
4. Kismis
5. Susu kering, kecuali menurut Hanafi yang tidak membolehkan susu kering, tetapi boleh dengan harganya.
Syafi’i berpendapat: apa saja yang wajib dikeluarkan sepersepuluhnya (10%) sebagai zakat, maka barang tersebut boleh dikeluarkan untuk fitrah, seperti beras, gandum dan jagung.

Maliki dan Syafi’i berpendapat: tidak boleh membayar zakat fitrah dengan tepung anggur. Hanafi dan Hambali: keduanya boleh dibayarkan sebagai zakat fitrah. Demikian juga menurut al-Anmathi, salah seorang pengikut Syafi’i.
Menurut Hanafi: boleh membayar zakat fitrah dengan cara membayar harganya.

Mengeluarkan kurma untuk membayar zakat fitrah lebih utama. Demikian menurut Maliki dan Hambali. Syafi’i: yang lebih utama adalah gandum. Hanafi: yang lebih utama adalah dengan barang yang lebih mahal harganya.

Empat imam madzab sepakat bahwa yang wajib dikeluarkan adalah 1 sha’ menurut ukuran sha’ Rasulullah saw. dari lima jenis makanan yang telah disebutkan di atas. Namun Hanafi membolehkan membayar zakat fitrah sebesar setengah sha’ gandum.

Para imam madzab berbeda pendapat tentang ukuran 1 sha’. Syafi’i, Maliki dan Hambali, dan Abu Yusuf berpendapat bahwa 1 sha’ adalah 5 rithl dan 1/3 rithl Irak. Sedangkan menurut Hanafi satu sha’ adalah 8 rithl.
Menurut Syafi’i dan mayoritas shahabat, zakat fitrah wajib diberikan kepada delapan asnaf sebagaimana dalam zakat harta.
Al-Istikhri, salah seorang pengikut Syafi’i berpendapat: boleh diberikan kepada tiga orang fakir dan miskin saja dengan syarat pembayar zakat adalah orang yang membayarkannya sendiri. Sedangkan jika ia menyerahkannya kepada kepala negara (imam), maka zakat fitrah wajib diberikan kepada delapan asnaf secara merata, karena zakat itu sudah terkumpul di tangannya sehingga tidak ada alasan untuk tidak membaginya secara rata.

An-Nawawi dalam kitabnya, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyatakan: Maliki, Hanafi dan Hambali membolehkan seseorang membayarkan zakat fitrahnya kepada seorang fakir saja. mereka mengatakan bahwa boleh membayarkan zakat fitrah sekelompok orang kepada seorang miskin. Pendapat ini dipilih oleh segolongan ulama pengikut Syafi’i, seperti Ibn al-Mundzir, ar-Ruyani, dan Abu Ishaq asy-Syairazi.

Apabila seseorang telah mengeluarkan zakat fitrah, lalu zakat tersebut diberikan kepadanya, sementara ia sendiri memerlukannya, maka ia boleh menerimanya. Demikian menurut pendapat Hanafi, syafi’i dan Hambali. Sementara itu Maliki: hal demikian tidak dibolehkan.

Empat imam madzab sepakat tentang bolehnya mengeluarkan zakat fitrah sehari atau dua hari sebelum hari raya. Namun, mereka berbeda pendapat jika pembayarannya dua hari setelah hari raya. Menurut Hanafi: boleh mendahulukan pembayaran zakat fitrah sebelum bulan Ramadlan. Syafi’i: boleh membayarkannya pada awal bulan Ramadlan. Maliki dan Hambali: tidak boleh mendahulukan pembayaran zakat fitrah dari waktu wajibnya.

Sekian.

Sumbangan (Zakat) untuk Keperluan Administrasi dan Perkantoran

25 Jun

Dr. Yusuf Qardhawy; Fatwa Kontemporer; Fiqih Kontemporer

Pertanyaan:
Kami kirimkan surat ini kepada Anda dengan memohon kepada Allah Azza wa Jalla semoga Dia memberikan manfaat kepada kami melalui Anda dan memberikan kebenaran kepada Anda. Wa ba’du.

Lembaga Bantuan Islam di Inggris merupakan lembaga kebajikan yang didirikan untuk menghimpun sumbangan-sumbangan dari Inggris dan dari luar Inggris, kemudian menyalurkannya kepada kaum muslim di pelbagai wilayah Islam khususnya Afghanistan, Lebanon, Palestina, Afrika, dan Bangladesh.

Lembaga ini memerlukan bangunan (kantor) untuk mengatur segala kegiatannya. Tetapi, terlebih dahulu kami ingin mengetahui pandangan syara’ tentang masalah ini. Bolehkah kami membeli gedung dengan menggunakan uang sumbangan tersebut tanpa konsultasi lebih dahulu dengan para penyumbangnya? Lebih-lebih diantara penyumbang itu ada yang telah menentukan kegunaan sumbangan yang diberikannya, disamping ada yang sepenuhnya menyerahkan penyalurannya kepada kami (lembaga).

Selain itu, kami juga ingin tahu sampai dimana batas kebolehan kami membeli bangunan (gedung) itu jika tidak ada larangan syara’.

Mohon jawaban, dan semoga Allah membalas Anda dengan balasan yang sebaik-baiknya.

Jawaban:
Segala puji kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluarganya, dan orang-orang yang setia kepadanya. Amma ba’du.

Tidak diperbolehkan mendirikan bangunan (gedung, kantor) untuk lembaga tersebut dengan menggunakan uang bantuan yang oleh para penyumbangnya telah ditentukan penggunaannya, seperti untuk menolong orang-orang yang perlu ditolong, orang-orang yang sengsara, orang-orang yang dilanda bencana alam, peperangan, dan sebagainya. Dalam hal ini, niat para penyumbang wajib dipelihara, lebih-lebih kebanyakan dana yang masuk adalah dari zakat, sedangkan zakat itu telah mempunyai sasaran sendiri sebagaimana yang ditetapkan syara’, yang tidak boleh dipergunakan untuk selain itu.

Kalaupun sebagian penyumbang ada yang sepenuhnya menyerahkan kepada lembaga bagaimana mempergunakan dana bantuan tersebut -sebagaimana dikatakan dalam pertanyaan itu – maka sebenarnya ia telah menentukan penggunaannya, meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit. Karena penyerahan mereka kepada lembaga (pengelola) itu disebabkan mereka percaya akan amanah, keikhlasan, dan pengelolaan para pengurusnya.

Hal ini mengandung pengertian bahwa mereka percaya kalau lembaga yang Anda kelola dapat menyalurkan bantuan tersebut ke Palestina, Afghanistan, Bangladesh, Afrika, atau ke negara lainnya dengan syarat disalurkan untuk
orang-orangyang membutuhkannya.

Sedangkan urusan administrasi – yang tak dapat dihindari -untuk memperlancar penyampaian sumbangan-sumbangan itu kepada yang berhak menerimanya, maka tidak mengapa jika diambilkan dari sumbangan secara umum. Hal ini mengacu pada ketetapan Al-Qur’an mengenai penyaluran zakat yang diantaranya “memberikan bagian kepada amil/pengurus” yang diambilkan dari hasil zakat itu sendiri, dan didasarkan pada kaidah bahwa: “Suatu kewajiban tidak dapat terlaksana dengan sempuma melainkan dengan sesuatu (sarana), maka sesuatu itu hukumnya adalah wajib.”

Hanya saja penggunaannya hendaklah dipersempit sedapat mungkin, demi menjaga uang para penyumbang supaya tidak digunakan untuk perlengkapan kantor, peralatan administrasi, dan sebagainya yang merupakan suatu cacad yang dikeluhkan oleh orang-orang bijak (hukama) dan orang-orang yang jujur.

Adapun untuk mendirikan bangunan tersendiri yang menjadi milik lembaga – apabila sangat dibutuhkan dan telah disepakati oleh para ahli pikir dan orang-orang yang jujur – hendaklah menghimpun dana tersendiri dengan maksud untuk tujuan tersebut. Sehingga orang yang hendak menyumbangnya mengetahui dengan jelas kegunaan dan tujuannya. Dengan demikian, para donatur tersebut akan mendapatkan pahala karenanya, sebab amal itu tergantung pada niat, dan seseorang akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya.

Mudah-mudahan Allah memberikan kepada kita keselamatan dalam menentukan tujuan, manhaj yang tepat, sasaran yang mulia, dan jalan yang lurus.

&

Zakat untuk Membangun Islamic Center

25 Jun

Dr. Yusuf Qardhawy; Fatwa Kontemporer; Fiqih Kontemporer

Pertanyaan:
Semoga Allah senantiasa melindungi Ustadz. Kami harap Ustadz berkenan memberikan fatwa kepada kami mengenai masalah yang sangat penting bagi kami dan bagi kaum muslim di Amerika dan di negara-negara Barat umumnya. Persoalan ini menyangkut pembangunan islamic centre dan masjid-masjid di Barat serta masalah-masalah urgen yang berkaitan langsung dengan kehidupan kaum muslim.

Para imigran Islam yang bermukim di negara-negara Barat dan para mahasiswa yang sedang belajar di sana dalam batas waktu tertentu sangat membutuhkan pusat kegiatan Islam (Islamic centre) di kota mereka. Keberadaan islamic centre ini sangat mereka perlukan sekaligus memiliki peranan yang besar untuk menjaga agama para imigran dan mahasiswa.

Pertanyaan penting yang sering kali muncul selama penghimpunan sumbangan – yang merupakan sumber utama pendanaan proyek-proyek tersebut – adalah bolehkah menggunakan uang zakat untuk membangun islamic centre di negara-negara Barat? Karena kebanyakan penderma mensyaratkan pemberiannya, sebagaimana halnya para pengurus proyek ini pun merasa keberatan menerima uang zakat karena mereka tidak yakin akan kebolehan membelanjakannya untuk keperluan (membangun islamic centre) ini.

Nah, menurut pendapat Ustadz, apakah pembangunan Islamic centre ini dapat dimasukkan sebagai salah satu sasaran penyaluran zakat? Mengingat markas (islamic centre) tersebut meliputi masjid – ruang untuk shalat – dan kadang-kadang juga terdapat perpustakaan, ruangan khusus untuk shalat kaum wanita, tempat imam rawatib, dan keperluan-keperluan lain yang relevan. Selain itu, mengingat bahwa pemegang peraturan bagi sebagian markas di Amerika adalah Waqaf Islami di Amerika Utara (NAIT) yang menginduk pada “Persatuan Islam di Amerka Utara” (ISNA). Kedua lembaga tersebut merupakan lembaga Islam yang dipercaya karena amanah dan kecakapannya.

Kami mohon kepada ustadz yang terhormat untuk menjawab permohonan fatwa kami ini, lebih-lebih kami sekarang sedang giat menghimpun dana untuk memulai pembangunan markas kami yang memang memerlukan dana sangat besar. lika tidak – kalau Allah tidak melonggarkan – niscaya kami akan merugi, padahal asetnya sangat besar untuk menyelesaikan proyek ini.

Semoga Allah memberi taufiq kepada Ustadz, melindungi Ustadz dan memberi manfaat melalui Ustadz.

Jawaban:
Telah saya terirna surat Anda yang terhormat yang menanyakan seputar masalah pembangunan islamic centre di kota Thousand Oaks, Amerika Serikat, dan sampai sejauh mana kebolehan menggunakan uang zakat untuk keperluan itu. Mengingat pentingnya masalah ini, khususnya mengenai kondisi di kota Anda, maka saya segera menulis jawaban untuk Anda, meskipun kesempatan saya sangat sempit karena kesibukan yang amat banyak.

Saya ingin menjelaskan disini bahwa diantara sasaran penggunaan zakat menurut nash Al-Qur’anul Karim ialah fi sabilillah. Sedangkan para fuqaha berbeda pendapat dalam menafsirkan pengertian fi sabilillah (di jalan Allah) ini. Sebagian berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fi sabilillah adalah “jihad” (perjuangan/perang) saja, karena itulah makna yang segera ditangkap apabila kata tersebut diucapkan, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Sebagian lagi mengatakan bahwa fi sabilillah meliputi semua ketaatan atau kemaslahatan bagi kaum muslim yang termasuk didalamnya membangun masjid, madrasah, jembatan, membelikan kafan untuk orang-orang fakir yang meninggal dunia, dan hal-hal lain yang dikategorikan qurbah (pendekatan diri kepada Allah) atau maslahat.

Menurut pendapat saya, sasaran penggunaan zakat fi sabilillah mencakup kedua pendapat di atas sekaligus. Dengan demikian, sebagian dari zakat itu dapat digunakan untuk membangun islamic centre yang menjadi pusat dakwah, pusat pemberian pengarahan, pendidikan, dan pengajaran, terutama di negara-negara dimana keberadaan kaum muslim terancam serangan agama dan paham lain, seperti Kristen, komunisme, dan sekularisme yang berusaha melucuti kaum muslim dari akidah mereka atau menyesatkan mereka dari hakikat agama mereka. Sebagai contoh, kaum minoritas muslim yang harus menghadapi golongan mayoritas yang memegang kekuasaan ketika mereka berada di luar dunia Islam, sedangkan kemampuan yang mereka miliki terbatas.

Adapun menurut pendapat kedua, maka tidak diragukan lagi bahwa membangun islamic centre merupakan salah satu bentuk jihad Islam (perjuangan Islam) pada zaman kita sekarang ini, yaitu jihad dengan lisan, tulisan, dakwah, dan pendidikan. Dan ini merupakan jihad yang tidak boleh ditinggalkan demi menghadapi serangan sengit dari kekuatan-kekuatan yang
memusuhi Islam.

Sebagaimana halnya orang yang berperang untuk menjunjung tinggi kalimat (agama) Allah dinilai sebagai berjuang fi sabilillah, maka demikian pula halnya orang yang berdakwah, mengajar, dan memberikan pengarahan-pengarahan dengan maksud untuk menjunjung tinggi kalimat Allah, dia juga berjuang fi sabilillah.

Sesungguhnya kedudukan islamic centre dalam kondisi seperti ini merupakan benteng pertahanan Islam … dan masing-masing orang akan memperoleh balasan sesuai dengan niatnya. Hal ini lebih diperkuat oleh kondisi khusus kota Thousand. Di kota ini terdapat markas Rasyad Khalifah, tokoh yang mengingkari sebagian ayat-ayat Al-Qur’an dan mengingkari Sunnah Rasul yang suci secara total. Hingga pada akhirnya ia mengingkari shalat – yang merupakan sesuatu yang dimaklumi sebagai bagian dari ad-Din secara dharuri (pasti) – yang ia anggap sebagai shalat yang sia-sia dan ia sebut dengan “shalat orang-orang musyrik.” Kemudian kesesatannya ini ia tutupi dengan kebohongan yang sangat besar, yaitu dia mengaku sebagai “Rasul Allah”!!

Dengan demikian, sudah barang tentu gerakan kebenaran harus mempunyai markas (sentral) untuk memerangi kebatilan dan harus mempunyai benteng Islam demi menghadapi kekafiran yang senantiasa ditegakkan dari dalam dan luar.

“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka diantara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah Yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan (Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).” (Muhammad: 38)

Semoga Allah meluruskan langkah-langkah Anda dan menolong Anda untuk menampilkan kebenaran dan membatalkan kebatilan walaupun orang-orang yang berdosa tidak menyukainya.

&