Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 243-245

27 Apr

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat

tulisan arab surat albaqarah ayat 243-245“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampong halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: ‘Matilah kamu,’ kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. (QS. Al-Baqarah: 243) Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesunggubnya Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui. (QS. Al-Baqarah: 244) Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)

Dari Ibnu Abbas, mengenai firman Allah: alam tara ilalladziina kharajuu min diyaariHim wa Hum uluufun hadzaral mauti (“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu jumlahnya karena takut mati,”) ia mengatakan, “Mereka berjumlah empat ribu orang. Mereka pergi untuk menghindarkan diri dari wabah tha’un. Mereka mengatakan, “Kami akan pergi ke daerah yang tidak ada kematian disana.” Dan ketika mereka sampai di suatu tempat, Allah Ta’ala berfirman kepada mereka, “Matilah kamu.” Maka mereka pun mati semuanya. Setelah itu ada seorang nabi yang melewati mereka. Ia berdo’a kepada Rabb-Nya agar Dia menghidupkan mereka. Kemudian Allah Ta’ala menghidupkan mereka. Dihidupkannya mereka kembali oleh Allah, mengandung pelajaran dan dalil yang pasti akan adanya kebangkitan jasmani pada hari kiamat kelak. Oleh karena itu Allah berfirman, innallaaHa dzuu fadlin ‘alannaasi (“Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia.”) Yaitu karunia berupa diperlihatkannya tanda-tanda kekuasaan Allah yang jelas. Walaakinna aktsaran naasi laa yasykuruun (“Tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.”) Artinya, mereka tidak bersyukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka, baik nikmat agama maupun dunia.

Dalam kisah tersebut mengandung pelajaran dan dalil yang menunjukkan bahwa tindakan menghidarkan diri dari takdir itu sama sekali tidak berguna. Dan bahwasanya tidak ada tempat berlindung dari ketentuan Allah kecuali kepada-Nya. Karena mereka pergi dengan tujuan menghindarkan diri dari wabah penyakit untuk meraih kehidupan yang panjang, tetapi mereka mendapatkan kebalikan dari apa yang mereka tuju. Kematian mendatangi mereka dengan cepat dan dalam satu waktu.

Termasuk dalam pengertian ini adalah sebuah hadits shahih Yang diriwayatkan Imam Ahmad, bahwa Abdurrahman bin Auf memberitahu Umar bin Khaththab di Syam, Nabi bersabda: “Sesungguhnya penyakit ini dijadikan sebagai siksaan bagi umat-umat sebelum kalian. Jika kalian mendengarnya melanda di suatu daerah, maka janganlah memasuki daerah itu. Dan jika penyakit itu melanda di suatu daerah, sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar untuk menghindarinya.”

Ia menuturkan, kemudian Umar bin Khaththab pulang kembali Syam (tidak jadi memasuki wilayah Syam).

Hadits senada juga diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahihain, dari Malik, dari az-Zuhri.

Firman Allah: wa qaatiluu fii sabiilillaaHi wa’lamuu annallaaHa samii’un ‘aliim (“Dan peranglah kamu di jalan Allah. Ketahuilah sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Mahamengetahui.”) Maksudnya, sebagaimana tindakan menghindarkan diri dari takdir sama sekali tidak bermanfaat, demikian juga halnya tindakan melarikan diri dan menghindar dari jihad sama sekali tidak mendekatkan atau menjauhkan ajal kematian yang telah ditetapkan dan rizki yang sudah digariskan, bahkan hal itu merupakan ketentuan yang tidak ditambah ataupun dikurangi.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya: “Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang ‘Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak bunuh.’ Katakanlah: ‘Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar.’” (QS. Ali Imraan: 168).

Firman-Nya: man dzal ladzii yuqridlullaaHa qardlan hasanan fayudlaa’ifaHuu laHuu ‘adl’aafan katsiiran (“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik [Menafkahkan hartanya di jalan Allah], maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.”) Allah menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berinfak di jalan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala telah beberapa kali mengulangi ayat ini dalam kitab-Nya yang mulia tidak hanya di satu tempat.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ia menceritakan, ketika turun ayat tersebut, Abu Dahdah al-Anshari bertanya: “Ya Rasulullah, apakah Allah swt. mengharapkan pinjaman dari kita?” “Ya, wahai Abu Dahdah,” jawab Rasulullah. Kemudian Abu Dahdah berujar. “Perlihatkan tanganmu kepadaku, ya Rasulullah.” Kemudian Rasulullah, mengulurkan tangannya dan Abu Dahdah berkata: “Sesungguhnya aku akan meminjamkan kepada Rabbku kebunku.” Ibnu Mas’ud menceritakan: “Di dalam kebun itu terdapat enam ratus pohon kurma dan di sana tinggal pula ibu Abu Dahdah dan keluarganya.” Ibnu Masud melanjutkan, kemudian Abu Dahdah datang dan memanggilnya: “Hai Ummu Dahdah.” “Labbaik,” jawabannya. Dia berujar: “Keluarlah, karena aku telah meminjamkannya kepada Rabbku.” Hadits ini juga diriwayatkan Ibnu Mardawaih.

Firman-Nya: qardlan hasanan (“Pinjaman yang baik.”) Diriwayatkan dari Umar dan ulama salaf lainnya, yaitu infak di jalan Allah. Ada juga yang mengatakan, yaitu pemberian nafkah kepada keluarga. Tetapi ada juga yang berpendapat, yaitu tasbih dan “taqdis” (penyucian).

Firman-Nya: fa yudlaa’ifu laHuu adl’aafan katsiiratan (“Maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.”) Hal ini seperti firman Allah Ta’ala yang artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Mahamengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261). Dan mengenai hal ini akan diuraikanlebih lanjut.

Firman-Nya selanjutnya: wallaaHu yaqbidlu wa yab-shuthu (“Dan Allah menyempitkan dan melapangkan [rizki].”) Artinya, berinfaklah dan janganlah kalian pedulikan, karena Allah Mahamemberi rizki. Dia akan sempitkan rizki siapa saja yang Diakehendaki, dan meluaskan rizki orang yang Dia kehendaki pula. Dan dalam hal itu Dia mempunyai hikmah yang sangat sempurna.
Wa ilaiHi turja’uun (“Dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”) Yaitu pada hari kiamat kelak.

&

Satu Tanggapan to “Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 243-245”

  1. Narto narto 23 Februari 2018 pada 14.12 #

    Ayat 245 btulkah bagian dari jihad ?

Tinggalkan komentar