Tag Archives: al-Furqaan

Mewarnai Gambar Kaligrafi Nama Surah Al-Furqaan

18 Okt

Mewarnai Gambar Kaligrafi
Nama-Nama Surah Al-Qur’an Anak Muslim

mewarnai gambar tulisan surah al-furqaan anak muslim

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Furqaan (15)

11 Apr

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Furqaan (Pembeda)
Surah Makkiyyah; surah ke 25:77 ayat

tulisan arab alquran surat al furqaan ayat 75-77“75. mereka Itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang Tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya, 76. mereka kekal di dalamnya. syurga itu Sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman. 77. Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): “Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadatmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya), Padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya? karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu)”. (al-Furqaan: 75-77)

Ketika Allah Ta’ala telah menyebutkan sifat-sifat hamba-Nya yang beriman dengan sifat-sifat yang indah dan perkataan serta perbuatan yang agung, Dia berfirman: ulaa-ika (“Mereka itulah”) yaitu orang-orang yang bersifat seperti ini, yujzauna (“akan dibalas”) pada hari kiamat; alqurfata (“Martabat yang tinggi”) yaitu surga.

Abu Ja’far al-Baqir, Sa’id bin Jubair, adh-Dhahhak dan as-Suddi berkata: “Dinamakan demikian karena ketinggiannya.”

Bimaa shabaruu (“Karena kesabaran mereka.”) yaitu dalam melaksanakan hal tersebut. Wa yulaqqauna fiiHaa (“dan mereka disambut di dalamnya”) yaitu di dalam surga. Tahiyyataw wa salaaman (“dengan penghormatan dan ucapan selamat.”) yaitu mereka disambut di dalamnya dengan salam dan penghormatan, dan mereka menyampaikan pengagungan dan kemuliaan.

Mereka memberikan penghormatan, saling mengucapkan “salam”; sedangkan para malaikat masuk dari setiap pintu ke tempat mereka seraya mengucapkan: “Selamat untuk kalian atas kesabaran kalian, maka inilah tempat terakhir yang paling menyenangkan.”
Khaalidiina fiiHaa (“Mereka kekal di dalamnya”) ialah menetap, tidak berlalu, tidak pindah, dan tidak mati, juga mereka tidak menghendaki adanya perpindahan.

hasunat mustaqarraw wa muqaaman (“Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman”) yaitu tempat yang terlihat indah, dan terlukis dengan kalimat yang indah dan tempat yang menyenangkan.

qul maa ya’ba-uu bikum rabbii (“Katakanlah [kepada orang-orang musyrik]: ‘Rabbku tidak mengindahkanmu.’”) yakni Rabbku tidak akan mempedulikan kalian bila kalian tidak beribadah kepada-Nya, karena sesungguhnya Dia telah menciptakan makhluk ini agar mereka beribadah kepada-Nya, mentauhidkan-Nya, dan mensucikan-Nya dengan bertasbih di waktu pagi dan petang.

Berkata Mujahid dan ‘Amr bin Syu’aib: qul maa ya’ba-uu bikum rabbii (“Katakanlah [kepada orang-orang musyrik]: ‘Rabbku tidak mengindahkanmu.’”) ialah Rabbku tidak akan berbuat untuk kalian.” Sedangkan Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah ini mengatakan: “Jika tidak ada iman kalian…” dan Allah mengabarkan bahwa Allah tidak butuh terhadap orang-orang kafir, dimana Dia ciptakan mereka bukan sebagai orang mukmin. Kalau sekiranya Allah butuh terhadap mereka, niscaya Allah jadikan mereka berkeinginan untuk beriman, seperti Allah telah berikan keinginan itu kepada orang-orang mukmin.

Firman-Nya: faqad kadzdzabtum (“Kamu sungguh telah mendustakan-Nya”) wahai orang-orang kafir! Fa saufa yakuunu lizaaman (“Karena itu kelak [adzab] pasti [menimpamu].”) yaitu kedustaan kalian akan selalu menyertai kalian, yakni yang menentukan siksa bagi kalian, menyebabkan kehancuran bagi kalian dan menjadi kebinasaan di dunia dan di akhirat kelak. Termasuk yang demikian itu kekalahan [kehancuran] di perang Badar, itulah yang ditafsirkan oleh ‘Abdullah bin Mas’ud, Ubai bin Ka’ab, Muhammad bin Ka’ab al-Qaradhi, Mujahid, adh-Dahhak, Qatadah, as-Suddi, dan selain mereka.

Berkata al-Hasan al-Bashri: fa saufa yakuunu lizaaman; yaitu hari kiamat.” Kedua macam tafsir ini tidak saling bertentangan.

Selesai.

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Furqaan (14)

11 Apr

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Furqaan (Pembeda)
Surah Makkiyyah; surah ke 25:77 ayat

tulisan arab alquran surat al furqaan ayat 72-74“72. dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. 73. dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta. 74. dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Furqaan: 72-74)

Inipun termasuk sifat-sifat ‘Ibaadurrahmaan, dimana mereka tidak menyaksikan az-zuur. Satu pendapat mengatakan: “Az-Zuur yaitu, syirik dan menyembah berhala.” Ada juga yang berpendapat: “Az-Zuur adalah dusta, fasik, kufur, permainan dan kebathilan.”
Muhammad bin al-Hanafiyyah berkata: “Yaitu permainan dan lagu.” ‘Amr bin Qais berkata: “Yaitu majelis-majelis keburukan dan kata-kata busuk.” Sedangkan Malik berkata dari az-Zuhri: “Yaitu meminum khamr, dimana mereka tidak menghadirinya dan tidak menyukainya.”

Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah: laa yasyHaduunaz zuura; adalah tidak memberikan persaksian palsu, yaitu berdusta secara sengaja kepada orang lain. Sebagaimana tercantum dalam ash-Shaihain, bahwa Abu Bakrah berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Maukah kuberitahukan kalian tentang dosa besar yang paling besar?” (beliau ucapkan 3 kali). Kami pun menjawab: “Tentu ya Rasulallah.” Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Beliau [dalam keadaan] bersandar, lalu duduk tegak, dan bersabda: “Hati-hatilah dengan persaksian palsu, hati-hatilah dengan persaksian palsu.” Beliau terus mengulang-ulanginya hingga kami berkata: “Seandainya [semoga] beliau diam [tidak diulang-ulangi lagi].”

Pendapat yang jelas berdasarkan rangkaian kalimat tersebut adalah bahwa yang dimaksud dengan tidak menyaksikan az-zuur adalah tidak menghadirinya. Untuk itu Allah berfirman: wa idzaa marruu bil laghwi marruu kiraaman (“Dan apabila mereka bertemu dengan orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat, mereka lalui [saja] dengan menjaga kehormatan dirinya.”) yaitu mereka tidak menghadiri perbuatan kotor tersebut. Dan apabila kebetulan mereka berpapasan, mereka lalui saja dan tidak mengotori dirinya sedikitpun.
Untuk itu Allah berfirman: marruu bil laghwi marruu qiraaman (“Mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya.”)

Firman Allah: walladziina idzaa dzukkiruu bi aayaati rabbiHim lam yakhirruu ‘alaiHaa shummaw wa ‘umyaanan (“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Rabb mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta.”) ini pun termasuk sifat-sifat orang-orang yang beriman. Maka firman-Nya ini; artinya berbeda dengan orang kafir yang ketika mendengar ayat-ayat Allah, sama sekali tidak terpengaruh dan terus menerus dalam keadaannya, seakan-akan ia tuli dan buta, tidak mau mendengarkannya.

Mujahid berkata tentang friman-Nya ini: yaitu mereka tidak mendengar, tidak melihat dan tidak memahaminya sedikitpun. Qatadah berkata tentang firman-Nya ini: mereka tidak tuli terhadap kebenaran dan tidak buta tentangnya. Demi Allah, mereka adalah kaum yang memahami kebenaran dan dapat mengambil manfaat dari apa yang didengarnya dari Kitab-Nya [al-Qur’an].

Firman Allah: walladziina yaquuluuna rabbanaa Hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrata a’yun (“Dan orang-orang yang berkata: ‘Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati [kami],”) yaitu orang-orang yang meminta kepada Allah untuk dikeluarkan dari tulang sulbi mereka, keturunan yang taat dan hanya beribadah kepada-Nya, yang tidak ada sekutu bagi-Nya.

Ibnu ‘Abbas berkata: “Yaitu orang yang beramal ketaatan kepada Allah, hingga menjadi penyejuk mata mereka di dunia dan di akhirat.” ‘Ikrimah berkata: “Mereka tidak dikehendaki menjadi orang yang pandai atau orang tampan, akan tetapi mereka diinginkan menjadi orang-orang yang taat.” Al-Hasan al-Bashri ditanya tentang ayat ini, lalu beliau menjawab: “Yaitu Allah memperlihatkan hamba-Nya yang Muslim dan istrinya, saudaranya dan anaknya dalam ketaatan kepada Allah. Tidak, demi Allah, tidak ada sesuatu yang dapat menyejukkan mata seorang muslim dibanding ia melihat anak yang dilahirkannya dan saudara yang mengasihinya sebagai orang yang taat kepada Allah swt.”

Ibnu Juraij berkata tentang firmannya: walladziina yaquuluuna rabbanaa Hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrata a’yun (“Dan orang-orang yang berkata: ‘Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati [kami],”) mereka beribadah kepada-Mu, lalu memperbaiki pengabdiannya kepada-Mu, serta tidak bersikap membangkang kepada kami. ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata: “Yaitu mereka meminta kepada Allah Ta’ala untuk istri dan keturunan mereka agar diberi hidayah kepada Islam.”

Imam Ahmad berkata: Telah berkata kepada kami Ma’mar bin Basyir telah bercerita kepada kami, dari ‘Abdullah bin al-Mubarak, dari Shafwan bin ‘Amr, dari ‘Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, dari ayahnya, ia berkata: Suatu hari kami duduk kepada Miqdad bin al-Aswad, di mana seorang laki-laki lewat dan berkata: “Beruntunglah bagi kedua orang ini, keduanya telah melihat Rasulullah saw. Kami mengharapkan agar kami dapat melihat apa yang anda lihat dan kami dapat menyaksikan apa yang telah anda saksikan.” Maka Miqdad pun marah, aku menjadi kagum karena tidak ada yang ia katakan melainkan kebaikan, kemudian ia [Miqdad] menghadap kepadanya dan berkata: “Mengapa seseorang berharap untuk berada dalam suatu keadaan, padahal Allah swt. telah menghadirkannya pada keadaan itu; seseorang tidak akan mengetahui kalau ia berada ketika itu, bagaimana jadinya? Demi Allah, banyak kaum yang berada pada masa Rasulullah saw. yang pada akhirnya Allah mencampakkan mereka, terjerembab dalam jahanam. Karena mereka tidak menerima dan tidak membenarkan [tidak mengimani Rasulullah saw.]. apakah kalian tidak bersyukur kepada Allah, dimana Allah telah mengeluarkan kalian dari kandungan ibu kalian, kalian tidak mengenal kecuali Rabb kalian [bukan berhala zaman jahiliyyah] lagi membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi kalian, sedangkan bencana telah menimpa orang lain [di masa jahiliyyah]? Allah swt. telah mengutus Muhammad saw. pada masa yang amat buruk keadaannya. Dibangkitkan sebagai Nabi pada masa fatrah, yaitu masa jahiliyyah yang pada masa itu mereka beranggapan, tidak ada agama yang paling baik daripada pemujaan terhadap berhala. Maka beliau datang dengan membawa al-Furqan yang dapat memisahkan yang haq dan yang bathil, memisahkan antara ayah dan anaknya jika orang itu melihat ayahnya atau anaknya atau saudaranya itu sebagai orang kafir. Allah Ta’ala telah membukakan pintu hatinya untuk mengetahui bahwa jika ia celaka dalam keadaan itu, pasti ia masuk neraka dan hatinya tidak akan tenteram jika ia mengetahui bahwa orang-orang yang dikasihinya berada di neraka.

Tentang hal itu Allah berfirman: walladziina yaquuluuna rabbanaa Hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrata a’yun (“Dan orang-orang yang berkata: ‘Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati [kami],”) sanad atsar ini shahih, tetapi rawi lain tidak meriwayatkannya.

Firman Allah: waj’alnaa lil muttaqiina imaaman (“Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”) Ibnu ‘Abbas, al-Hasan, as-Suddi, Qatadah dan ar-Rabi’ bin Anas berkata: “Yaitu para imam yang ditauladani dalam kebaikan.” Selain mereka berkata: “Para penunjuk yang mendapatkan petunjuk lagi para penyeru kebaikan.” Mereka begitu senang bahwa ibadah mereka bersambung kepada beribadahnya anak-anak dan keturunan mereka serta hidayah yang mereka dapatkan bisa bermanfaat kepada yang lainnya hingga banyaklah pahala dan baiklah tempat kembalinya. Untuk itu, tercantum dalam shahih Muslim bahwa Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: anak shalih yang mendoakannya, ilmu yang bermanfaat setelahnya atau shadaqah yang mengalir pahalanya.”

Bersambung ke bagian 15

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Furqaan (13)

11 Apr

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Furqaan (Pembeda)
Surah Makkiyyah; surah ke 25:77 ayat

tulisan arab alquran surat al furqaan ayat 68-71“68. dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), 69. (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina, 70. kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 71. dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (al-Furqaan: 68-71)

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, Rasulullah saw.ditanya: “Dosa apakah yang paling besar?” Beliau menjawab: “Yaitu engkau jadikan bagi Allah tandingan-tandingan, padahal Dia yang menciptakanmu.” Ia bertanya lagi: “Kemudian apa?” Beliau menjawab: “Yaitu engkau membunuh anakmu karena takut ia makan bersamamu.” Ia bertanya lagi: “Kemudian apa lagi?” Beliau pun menjawab: “Yaitu engkau berzina dengan istri tetanggamu.” ‘Abdullah lalu berkata: “Dan Allah menurunkan ayat untuk membenarkan hal itu, ‘Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah…’”

Demikianlah yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i, dari Ibnu Isma’il, dari Abu Mu’awiyah. Ditakhrij oleh al-Bukhari dan Muslim dari hadits al-A’masy dan Manhur. wallaaHu a’lam.

Ibnu Juraij berkata bahwa Sa’id bin Jubair mendengar Ibnu ‘Abbas bercerita, bahwa orang-orang dari pelaku syirik melakukan banyak pembunuhan dan banyak perzinahan. Kemudian mereka mendatangi Rasulullah saw. dan berkata: “Sesungguhnya yang engkau katakan dan serukan itu adalah baik, seandainya engkau beritahu kepada kami tentang penghapus dosa apa yang telah kami kerjakan.”
Maka turunlah: wal ladziina laa yad’uuna ma’allaaHi ilaaHan aakhara (“Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah lain beserta Allah.”) dan ayat seterusnya. Dan turun: qul yaa ‘ibaadiil ladziina asrafuu ‘alaa anfusiHim (“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,…..” (az-Zumar: 53)

Firman Allah Ta’ala: wa may yaf’al dzaalika yalqa atsaaman (“Barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat dosa.”)

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwa ia berkata: “Atsaaman yaitu sebuah telaga di jahanam.” ‘Ikrimah berkata: “Yalqa atsaaman; yaitu telaga di neraka jahanam tempat mengadzab para pezina. Demikian yang diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair dan Mujahid.

As-Suddi berkata: yalqa atsaaman; yaitu balasannya. Pendapat ini lebih serupa dengan dhahir ayat. Dan dengan ini pula penafsiran setelahnya sebagai pengganti, yaitu firman Allah Ta’ala: yudlaa’afu laHul ‘adzaabu yaumal qiyaamati (“Yaitu akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari kiamat.”) yaitu diulang dan diperberat untuknya. Wa yakhlud fiiHi muHaanan (“Dan dia akan kekal dalam adzab itu dalam keadaan terhina.”) yaitu terendah lagi terhina.

Firman Allah Ta’ala: illaa man taaba wa aamana wa ‘amila ‘amalan shaalihan (“Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal shalih.”) yaitu balasan atas apa yang telah dilakukannya adalah bentuk yang amat burukk yang telah disebutkan tersebut.
Illaa man taaba (“Kecuali orang-orang yang bertobat.”) di dunia kepada Allah dari semuanya itu. Maka sesungguhnya Allah akan menerima taubatnya. Di dalam ayat ini terkandung dalil tentang sahnya taubat seorang pembunuh. Dan tidak ada pertentangan antara ayat ini dengan ayat an-Nisaa’: wa may yaqtul mu’minam muta’ammidan (“Dan baransiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja…” (an-Nisaa’: 93).
Sesungguhnya ayat an-Nisaa’ ini, sekalipun ayat Madaniyyah, akan tetapi bersifat mutlaq [tidak terikat satu sifat] yang dapat dimungkinkan kepada orang yang belum bertaubat. Sedangkan ayat ini muqayyad [diikat oleh satu sifat] dengan taubat.

Kemudian Allah berfirman: innallaaHa laa yaghfiru ay yusraka biHii (“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik….”)(an-Nisaa’: 48). Telah tercantum dalam Sunnah Shahihah yang berasal dari Rasulullah saw. tentang sahnya taubat seorang pembunuh, sebagaimana diceritakan sebagai suatu ketetapan dalam kitab orang yang membunuh 100 orang, kemudian ia bertaubat, lalu Allah menerima taubatnya. Serta hadits-hadits lain.

Firman-Nya: fa ulaa-ika yubaddilullaaHu sayyi-aatiHim hasanaatiw wa kaanallaaHu ghafuurar rahiiman (“Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”) di dalam makna firman-Nya: yubaddilullaaHu sayyi-aatiHim hasanaat (“Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.”) terdapat dua pendapat. Salah satunya adalah, bahwa mereka menggantikan amal keburukan dengan amal kebaikan.

‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Ibnu ‘Abbas berkata tentang ayat ini: “Mereka adalah orang-orang yang beriman, yang mana mereka telah berbuat keburukan, lalu Allah memberikan rasa benci kepada keburukan itu hingga dirubah-Nya mereka pada kebaikan.” Dan diriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ibnu ‘Abbas bersenandung, berkenaan dengan ayat ini:
“Setelah musim panas berubah menjadi musim semi. Setelah nafas panjang berubah jadi terengah-engah.”

Yaitu berubahnya kondisi-kondisi tersebut kepada kondisi lainnya. Al-Hasan al-Bashri berkata: “Allah menggantikan mereka dari amal buruk dengan amal shalih, dari kesyirikan dengan keikhlasan. Serta menggantikan mereka dari penyelewengan dengan kebersihan, dari kekufuran dengan keislaman.” Inilah pendapat Abul ‘Aliyah, Qatadah dan jama’ah yang lainnya.
Sedangkan pendapat kedua bahwa keburukan-keburukan yang lalu itu dapat berubah kepada kebaikan dengan taubat nashuha.

Hal itu tidak lain kecuali setiap kali ia ingat apa yang telah lalu, ia menyesal, kembali dan meminta ampun sehingga dosanya berubah menjadi ketaatan, sebagaimana telah tetap dan sah dari atsar-atsar yang diriwayatkan dari para ulama salaf.

Dari Abu Dzar ra. bahwa ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya aku mengetahui penghuni neraka yang paling akhir keluar dari api neraka dan orang yang paling akhir masuk surga, yaitu seorang lelaki yang didatangkan. Maka Allah berfirman: ‘Tunjukkanlah tentang dosa-dosa besarnya dan tanyakanlah tentang dosa-dosa kecilnya.’ Lalu dikatakan kepadanya: ‘Pagi hari ini engkau mengamalkan ini dan ini, dan pada hari ini dan ini.’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Ia tidak sanggup mengingkari hal itu. Maka dikatakan: ‘Sesungguhnya bagi setiap kejelekanmu terdapat kebaikan.’ Lalu ia berkata: ‘Ya Rabbku, aku telah mengamalkan sesuatu yang tidak lagi aku lihat di sini.’” Rasulullah saw. tertawa hingga tampak gigi gerahamnya. (ditakhrij oleh Muslim)

‘Ali bin al-Husain Zainal ‘Abidin berkata: yubaddilullaaHu sayyi-aatiHim hasanaat (“Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.”) yaitu di akhirat. Dan Mak-hul berkata: “Dia mengampuni kesalahan tersebut dan menjadikannya kebaikan.” Kedua pendapat ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.

Kemudian Allah Ta’ala berfirman mengabarkan tentang keumuman rahmat-Nya terhadap para hamba-Nya. barangsiapa yang bertaubat kepada-Nya, niscaya Dia akan menerima taubatnya dari dosa apapun, baik yang besar maupun yang kecil. Maka Allah berfirman: wa man taaba wa ‘amila shaalihan fa innaHuu yatuubu ilallaaHi mataaban (“Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal shalih, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.”) yaitu Allah akan menerima taubatnya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: alam ya’lamuu annallaaHa Huwa yaqbalut taubata ‘an ‘ibaadiHi (“Tidakkah mereka mengetahui, bahwasannya Allah menerima taubat hamba-hamba-Nya?”)(at-Taubah: 104)

Bersambung ke bagian 14

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Furqaan (12)

11 Apr

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Furqaan (Pembeda)
Surah Makkiyyah; surah ke 25:77 ayat

tulisan arab alquran surat al furqaan ayat 61-62“61. Maha suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. 62. dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.” (al-Furqaan: 61-62)

Allah berfirman mengagungkan dan membesarkan diri-Nya atas seluruh apa yang diciptakan-Nya di langit berupa buruj; yaitu gugusan bintang-bintang besar. “Maha suci Allah yang menjadikan langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya siraaj.” Yaitu matahari yang bersinar seperti lentera dalam kehidupan, sebagaimana firman Allah: wa ja’alnaa siraajaw waH-Haajan (“Dan Kami telah jadikan pelita yang amat terang [matahari].”)(an-Nabaa’: 13). Wa qamaram muniiran (“Dan bulan yang bercahaya”) yaitu cahaya yang memancar dari cahaya lain selain cahaya matahari, sebagaimana Allah berfirman yang artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya.” (Yunus: 5)

Kemudian Allah Ta’ala berfirman: wa Huwal ladzii ja’alal laila wan naHaara khilfatan (“Dan Dia yang menjadikan malam dan siang silih berganti.”) yaitu setiap satu di antara keduanya menggantikan yang lainnya silih berganti yang tidak mengalami kelelahan. Jika yang ini hilang maka yang itu datang. Dan jika yang ini datang maka yang itu akan hilang. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan Dia telah menundukkan [pula] bagimu matahari dan bulan yang terus-menerus beredar [dalam orbitnya].” (Ibrahim: 33)

Firman Allah: laman araada ay yadzdzak-kara au araada syukuran (“Bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”) yaitu, dijadikan keduanya silih berganti untuk peribadahan para hamba-Nya kepada Allah swt. Barangsiapa yang luput beramal di waktu malam, dia dapat meraihnya di waktu siang. Dan barangsiapa yang luput beramal di waktu siang, ia dapat meraihnya di waktu malam. Dalam hadits shahih disebutkan:

“Sesungguhnya Allah swt. membentangkan tangan-Nya di waktu malam, supaya bertaubat orang yang melakukan kesalahan di waktu siang, dan membentangkan tangan-Nya di waktu siang supaya bertobat orang yang melakukan kesalahan di waktu malam.”

Mujahid dan Qatadah berkata: “Khilfah yaitu dua pengertian, antara kegelapan dan cahaya.”

“63. dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. 64. dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. 65. dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, jauhkan azab Jahannam dari Kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”. 66. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. 67. dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (al-Furqaan: 63-67)

Ini adalah sifat hamba-hamba yang beriman: alladziina yamsyuuna ‘alal ardli Haunan (“Orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati.”) yaitu dengan ketentraman dan kewibawaan, tanpa otoriter dan kesombongan, seperti firman Allah: wa laa tamsyii fil ardli marahan (“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.” (Luqman: 18)

Mereka adalah orang-orang yang berjalan tanpa kesombongan, tanpa keangkuhan, tanpa kekerasan dan tanpa kekejaman. Yang dimaksud bukanlah mereka berjalan seperti orang sakit yang dibuat-buat dan sekedar ingin dilihat orang lain. Akan tetapi yang dimaksud dengan rendah hati di sini adalah ketentraman dan kewibawaan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Apabila kalian mendatangi shalat, maka janganlah kalian mendatanginya dalam keadaan tergesa-gesa. Akan tetapi datangilah dalam keadaan tenang. Apa saja yang kalian dapatkan dari shalat itu, maka shalatlah. Dan apa yang tertinggal, maka sempurnakanlah.” (Muttafaq ‘alaiH)

‘Abdullah bin al-Mubarak berkata dari al-Hasan al-Bashri tentang firman-Nya: wa ‘ibaadur rahmani (“Dan hamba-hamba Rabb Yang Mahapemurah itu…”). sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah kaum yang merendahkan diri. Pendengaran, penglihatan dan anggota tubuh mereka sederhana, sampai orang-orang jahil menyangka bahwa mereka adalah orang-orang sakit, padahal di antar mereka tidak ada yang terkena penyakit.

Sesungguhnya orang yang tidak merasa mulia dengan kemuliaan Allah, niscaya jiwanya akan terputus atas kehidupan dunia dengan kerugian. Dan barangsiapa yang tidak dapat melihat nikmat Allah melainkan hanya pada makanan dan minuman, sungguh sedikitlah ilmunya dan adzab ada di hadapannya.

Firman-Nya: wa idzaa khaathabaHumul jaaHiluuna qaaluu salaaman (“Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata [yang mengandung] keselamatan.”) jika orang-orang jahil mengumpat mereka dengan ucapan yang buruk, mereka tidak membalasnya dengan ucapan yang buruk pula, akan tetapi mereka memaafkan, membiarkan dan tidak membalas melainkan dengan perkataan yang baik. Sebagaimana Rasulullah saw. tidak membalas perbuatan jahil mereka melainkan dengan kesabaran dan lemah lembut. Mujahid berkata: qaaluu salaaman; yakni mereka mengucapkan kebenaran.”

Walladziina yabiituuna lirabbiHim sujjadaw wa qiyaaman (“Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.”) yakni dalam rangka mentaati dan beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya: kaanuu qaliilam minal laili maa yaHja’uuna wa bil as-haari Hum yastaghfiruun (“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam, mereka memohon ampun.”)(adz-Dzaariyaat: 17-18)

Firman-Nya: walladziina yaquuluuna rabbanash rif ‘annaa ‘adzaaba jaHannama inna ‘adzaabaHaa kaana gharaaman (“Dan orang-orang yang berkata: ‘Ya Rabb kami, jauhkanlah adzab jahanam dari kami, sesungguhnya adzab-Nya itu adalah kebinasaan yang kekal.”) yakni tetap dan terus-menerus tiada henti.

Firman-Nya: innaHaa saa-at mustaqarraw wa muqaaman (“Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.”) yakni seburuk-buruk tempat pemandangan dan seburuk-buruk tempat menetap. Firman-Nya: walladziina idzaa anfaquu lam yus-rifuu wa lam yaqturuu… (“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan [harta], mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak [pula] kikir…”) yakni mereka tidak terlalu boros dalam mengeluarkan infaq, mereka mengaturnya sesuai dengan kebutuhan, tidak membiarkan keluarga mereka, menurunkan hak-hak keluarga mereka, mereka berlaku adil dan baik, dan sebaik-baik perkara adalah pertengahan, tidak boros/lebih dan tidak kikir/kurang.
Wa kaana baina dzaalika qawaaman (“Dan adalah [pembelanjaan itu] di tengah-tengah antara yang demikian.”) sebagaimana firman-Nya:

Wa laa taj’al yadaka maghluulatan ilaa ‘unuqika wa laa tabsuth-Haa kulla basthi (“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya…”)(al-Israa’: 29). Al-Hasan al-Bashri berkata: “Tidak ada istilah berlebihan dalam berinfaq di jalan Allah.”
Iyas bin Mu’awiyah berkata: “Apa yang dibolehkan dalam [melaksanakan] perintah Allah Ta’ala adalah berlebihan [dalam infaq].” Selainnya berkata: “Istilah berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta hanya untuk maksiat kepada Allah swt.

Bersambung ke bagian 13

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Furqaan (11)

11 Apr

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Furqaan (Pembeda)
Surah Makkiyyah; surah ke 25:77 ayat

tulisan arab alquran surat al furqaan ayat 55-60“55. dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak memberi manfaat kepada mereka dan tidak (pula) memberi mudharat kepada mereka. adalah orang-orang kafir itu penolong (syaitan untuk berbuat durhaka) terhadap Tuhannya. 56. dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. 57. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan nya. 58. dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. dan cukuplah Dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya. 59. yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka Tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. 60. dan apabila dikatakan kepada mereka: “Sujudlah kamu sekalian kepada yang Maha Penyayang”, mereka menjawab:”Siapakah yang Maha Penyayang itu? Apakah Kami akan sujud kepada Tuhan yang kamu perintahkan kami(bersujud kepada-Nya)?”, dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman).” (al-Furqaan: 55-60)

Allah Ta’ala mengabarkan tentang kebodohan orang-orang musyrik dalam penyembahan mereka kepada selain Allah, para berhala yang tidak memiliki kemudlaratan dan kemanfaatan, tanpa dalil menuntun mereka dan tanpa bukti yang mengarahkannya. Wa kaanal kaafiru ‘alaa rabbiHii dhaHiiran (“Adalah orang-orang kafir itu penolong [syaitan utnuk berbuat durhaka] terhadap Rab-nya.”) yaitu penolong di jalan syaitan terhadap tentara Allah, dan tentara Allah itulah yang akan menang.

Mujahid berkata: Wa kaanal kaafiru ‘alaa rabbiHii dhaHiiran (“Adalah orang-orang kafir itu penolong [syaitan utnuk berbuat durhaka] terhadap Rab-nya.”) syaitan mendukung dan menolong mereka dalam bermaksiat kepada Allah.

Kemudian Allah berfirman kepada Rasul-Nya saw.: wa maa arsalnaaka illaa mubasy-syiraw wa nadziiran (“Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.”) yaitu kabar gembira untuk orang-orang yang beriman dan ancaman untuk orang-orang yang kafir. Mengabarkan kegembiraan dengan surga bagi orang yang mentaati Allah dan mengabarkan ancaman dari Rabb pemilik adzab yang pedih bagi orang yang menyalahi perintah-Nyaa.

Qul maa as-alukum ‘alaiHi min ajrin (“Katakanlah: ‘Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu dalam menyampaikan risalah itu.’”) yaitu dalam menyampaikan dan memperingatkan hal itu, [aku tidak meminta] upah dari harta-harta kalian. Aku hanya melakukannya dalam rangka mencari wajah Allah Ta’ala.

Illaa man syaa-a ay yat takhidza ilaa wajHi sabiilan (“melainkan [mengharapkan kepatuhan] orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Rabbnya.”) yaitu jalan, langkah dan cara yang diikuti dengan sesuatu yang diberikan kepadamu.

Kemudian Allah berfirman: wa tawakkal ‘alal hayyil ladzii laa yamuutu (“Dan bertawakallah kepada Allah Yang Mahahidup [kekal] Yang tidak mati.”) yaitu dalam seluruh urusanmu hendaklah engkau menjadi orang yang bertawakal kepada Allah yang Hidup, yang selama-lamanya tidak akan mati. Dan Dia: al awwalu wal aakhiru wadh dhaaHiru wal baathinu wa Huwa bikulli syai-in ‘aliim (“Adalah Mahaawal, Mahaakhir, Mahadhahir, dan Mahabathin, dan Dia Mahamengetahui segala sesuatu.”) kekal abadi selama-lamanya, hidup dan berdiri sendiri. Rabb dari segala sesuatu dan Rajanya. Jadikanlah Dia tempat memohon kebutuhan dan tempat meminta. Dia lah Rabb yang kita bertawakal dan menuju, karena Dia akan mencukupimu, menolong, mendukung dan memenangkanmu.

Firman-Nya: wa sabbih bihamdiHi (“Dan bertasbihlah dengan memuji-Nya”) yaitu iringkanlah antara memuji dan mensucikan-Nya. Untuk itu dalam sebuah riwayat Rasulullah saw. bersabda: “Mahasuci Engkau ya Allah, Rabb kami dan dengan memuji-Mu.”
Yaitu memurnikan ibadah dan tawakkal kepada-Nya, sebagaimana Allah berfirman: fa’budHu wa tawakkal ‘alaiHi (“Maka ibadahilah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya.”) (Huud: 123)

Firman Allah: wa kafaa biHii bidzunuubi ‘ibaadiHii khabiiran (“Dan cukuplah Dia Mahamengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” ) yaitu dengan ilmu-Nya yang sempurna yang tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya dan tidak ada yang terlenyap [meski] seberat bii dzarrah pun dari-Nya.

Firman Allah: alladzii khalaqas samaawaati wal ardla (“Yang Menciptakan langit dan bumi….”) yaitu Dia lah yang hidup dan tidak mati. Dia lah pencipta segala sesuatu, Rabb dan Raja dengan kekuasaan dan kerajaan-Nya menciptakan tujuh lapis langit dalam ketinggian dan keluasannya serta tujuh lapis bumi dalam kerendahannya dan kerimbunannya.
Fii sittati ayyaamin tsummas tawaa ‘alal ‘arsy (“Dalam enam hari, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy”) yaitu mengatur urusan dan menetapkan kebenaran. Dia lah sebaik-baik penentu.

Firman-Nya: tsummas tawaa ‘alal ‘arsyr rahmanu fas-al biHii khabiiran (“Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, [Dia lah] Yang Mahapemurah, maka tanyakanlah tentang Allah keapda yang lebih mengetahui.”) yaitu cari tahulah kepada orang yang amat mengerti dan amat mengetahui tentang-Nya, lalu ikuti dan patuhilah. Dan sesungguhnya telah diketahui bahwasannya tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui dan lebih memahami tentang Allah daripada hamba dan Rasul-Nya, yaitu Muhammad saw. pemimpin anak Adam secara mutlak di dunia dan di akhirat, yang tidak berbicara dari hawa nafsu melainkan dari wahyu yang diberikan kepadanya. Maka apa yang diucapkannya adalah kebenaran dan apa yang diberitakannya adalah kejujuran. Dia-lah imam bijaksana yang jika manusia bersengketa dengan sesuatu, wajib mengembalikan sengketa itu padanya. Apa yang sesuai dengan perkataan dan perbuatannya, maka itulah kebenaran. Dan apa yang menyelisihinya, maka dia tertolak dalam keadaan bagaimanapun.
Firman Allah: fa in tanaaza’tum fii syai-in… (“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu…”)(an-Nisaa’: 159). Untuk itu Allah Ta’ala berfirman: fas-al biHii khabiiran (“Maka tanyakanlah tentang Allah kepada yang lebih mengetahui.”)

Mujahid berkata tentang firman Allah: fas-al biHii khabiiran (“Maka tanyakanlah tentang Allah kepada yang lebih mengetahui.”) apa yang Aku beritahu kepadamu tentang sesuatu, maka demikianlah seperti apa yang Aku beritahukan kepadamu. Demikian pula perkataan Ibnu Juraij.

Kemudian Allah Ta’ala berfirman mengingkari orang-orang musyrik yang sujud kepada berhala dan tandingan-tandingan: wa idzaa qiila laHumus judur rahmaani qaaluu wamar rahmaanu (“Dan apabila dikatakan kepada mereka sujudlah kamu kepada ar-Rahmaan, mereka menjawab: ‘Siapakah ar-Rahmaan?’”) yaitu kami tidak mengenal ar-Rahmaan. Mereka mengingkari pemberian nama Allah dengan ar-Rahmaan, sebagaimana yang terjadi pada hari perjanjian Hudaibiyyah ketika Nabi saw. berkata kepada seorang penulis: “Tulislah dengan Nama Allah Yang Maharahmaan dan Maharahiim.” Mereka berkata, “Kami tidak mengenal ar-Rahmaan dan ar-Rahiim. Akan tetapi, tulislah sebagaimana sebelumnya engkau tulis: ‘Dengan nama Engkau ya Allah.’”

Untuk itu Allah berfirman yang artinya: “Katakanlah: ‘Serulah Allah atau serulah ar-Rahmaan. Dengan nama mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-Asmaa-ul husnaa [nama-nama terbaik].” (al-Israa’: 110)

Dalam dalam ayat ini Allah berfirman: wa idzaa qiila laHumus judur rahmani qaaluu wa mar rahmanu (“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Sujudlah kamu kepada ar-Rahman,’ mereka menjawab, ‘Siapakah ar-Rahmaan?’”) yaitu kami tidak mengenal ar-Rahmaan dan tidak mengakuinya: anasjudu limaa ta’murunaa (“Apakah kami akan sujud kepada Rabb yang kamu perintahkan kami [bersujud kepada-Nya]?’”) yaitu semata-mata perkataanmu, wa zaadaHum nufuuran (“Dan hal itu menambah mereka jauh.”)

Adapun orang-orang yang beriman, mereka beribadah kepada Allah Yang Maharahmaan dan Maharahiim, mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah dan sujud kepada-Nya. Sesungguhnya para ulama telah sepakat bahwa perintah sujud yang ada dalam surah al-Furqaan adalah disyariatkannya sujud bagi orang yang membaca dan mendengarnya, sebagaimana telah dijelaskan pada tempatnya. wallaaHu a’lam.

&

25. Surah Al-Furqaan

22 Nov

Pembahasan Tentang Surat-Surat Al-Qur’an (Klik di sini)
Tafsir Ibnu Katsir (Klik di sini)

Surat ini terdiri atas 77 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah. Dinamai Al Furqaan yang artinya pembeda, diambil dari kata Al Furqaan yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Yang dimaksud dengan Al Furqaan dalam ayat ini ialah Al Quran.
Al Quran dinamakan Al Furqaan karena dia membedakan antara yang haq dengan yang batil. MAka pada surat ini pun terdapat ayat-ayat yang membedakan antara kebenaran ke-esaan Allah s.w.t. dengan kebatilan kepercayaan syirik.

Pokok-pokok isinya:

1. Keimanan:
Allah Maha Besar berkah dan kebaikan-Nya; hanya Allah saja yang menguasai langit dan bumi; Allah tidak punya anak dan sekutu; Al Quran benar-benar diturunkan dari Allah; ilmu Allah meliputi segala sesuatu; Allah bersemayam di atas Arsy; Nabi Muhammad s.a.w. adalah hamba Allah yang diutus ke seluruh alam; rasul- rasul itu adalah manusia biasa yang mendapat wahyu dari Allah; pada hari kiamat akan terjadi peristiwa-peristiwa luar biasa seperti belahnya langit, turunnya malaikat ke bumi, orang-orang berdosa dihalau ke neraka dengan berjalan atas muka mereka.

2. Hukum-hukum:
Tidak boleh mengabaikan Al Quran; larangan menafkahkan harta secara boros atau kikir; larangan membunuh atau berzina; kewajiban memberantas kekafiran dengan mempergunakan alasan Al Quran; larangan memberikan saksi palsu.

3. Kisah-kisah:
Kisah-kisah Musa a.s., Nuh a.s., kaum Tsamud dan kaum Syu’aib.

4. Dan lain-lain:
Celaan-celaan orang-orang kafir terhadap Al Quran; kejadian- kejadian alamiyah sebagai bukti ke-esaan dan kekuasaan Allah; hikmah Al Quran diturunkan secara berangsur-angsur; sifat-sifat orang musyrik antara lain mempertuhankan hawa nafsu; tidak mempergunakan akal; sifat-sifat hamba Allah yang sebenarnya.
Surat Al Furqaan mengandung penjelasan tentang kebenaraan ke Esaan Allah, kenabian Muhammad s.a.w. serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari kiamat dan mengemukakan pula kebatalan kemusyrikan dan kekafiran. Kejadian alamiyah seperti pergantian siang dan malam, bertiupnya angin, turunnya hujan dan lain-lain diterangkan Allah dalam surat ini sebagai bukti dari ke Esaan dan kekuasaan-Nya. Akibat umat-umat yang dahulu yang ingkar dan menentang nabi-nabi dikisahkan pula secara ringkas. Pada bagian terakhir, Allah menerangkan sifat-sifat yang terpuji dari hamba-Nya yang beriman.

HUBUNGAN SURAT AL FURQAAN DENGAN SURAT ASY SYU’ARAA’

1. Beberapa persoalan dalam surat Al Furqaan diuraikan lagi secara luas di dalam surat yang Asy Syu’araa’ antara lain beberapa kisah nabi-nabi.

2. Masing-masing dari kedua surat itu dimulai dengan keterangan dari Allah bahwa Al Quran adalah petunjuk bagi alam semesta dan membedakan barang yang hak dengan yang batil, dan ditutup dengan ancaman kepada orang- orang yang mendustakan.

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Furqaan (1)

5 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Furqaan (Pembeda)
Surah Makkiyyah; surah ke 25:77 ayat

tulisan arab alquran surat al furqaan ayat 1-2bismillaHir rahmaanir rahiim
(“Dengan menyebut Nama Allah Yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang”)
“1. Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, 2. yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. “ (al-Furqaan: 1-2)

Tabaaraka; adalah bentuk wazan dari “tafaa’ala” yang berasal dari kata “albarakata”, yaitu keberkahan yang tetap dan terus menerus.
Alladzii nazzalal furqaana (“Yang telah menurunkan al-Furqaan.”) nazzala adalah kata Qur’an dinamakan al-Furqaan karena ia merupakan pembeda antara haq dan bathil, antara petunjuk dan kesesatan, antara penyimpangan dan pengarahan serta antara halal dan haram.
‘alaa ‘abdiHii (“Kepada hamba-Nya”) ini merupakan sifat pujian dan sanjungan, karena dikaitkan dengan sifat kehambaannya. Sebagaimana beliau disifatkan dengan sifat tersebut dalam kejadian yang sangat mulia, yaitu pada malam Israa’ dimana Allah swt berfirman: subhaanalladzii asraa ‘abdiHii lailan (“Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam.”) Begitu juga sifat yang diberikan-Nya ketika diturunkan-Nya kitab dan datangnya malaikat kepada beliau, dimana Allah berfirman: tabaarakalladzii nazzalal furqaana ‘alaa ‘abdiHii liyakuuna lil ‘aalamiina nadziiran (“Mahasuci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan [yaitu al-Qur’an] kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.”)(al-Furqaan: 1)

Firman-Nya: liyakuuna lil ‘aalamiina nadziiran (“Agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.”) al-Kitab yang terinci, agung, jelas dan bijak ini hanya diberikan khusus kepada beliau, dimana:
Laa ya’tiiHil baathilu mim baini aidiiHi walaa min khalfiHii tanziilum min hakiimin hamiid (“Tidak datang kepadanya kebathilan, baik dari depan maupun dari belakangnya yang diturunkan dari Rabb Yang Mahabijaksana lagi Mahaterpuji.”)(Fushshilat: 42). Dijadikan-Nya ia sebagai pembeda yang agung, dimana risalah itu sangat khusus bagi orang yang bernaung di daerah hijau [subur] dan orang yang terpencil di daerah padang pasir.

Alladzii laHuu mulkus samaawaati wal ardli wa lam yattakhidz waladaw walam yakullaHuu syariikun fil mulki (“Yang kepunyaan-Nya lah segala kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya.”) Allah sucikan diri-Nya dari memiliki anak dan sekutu. Lalu Dia mangabarkan bahwa Dia, khalaqa kullu syai-in faqaddaraHuu taqdiiran (“Telah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.”) artinya, segala sesuatu selain Dia adalah makhluk [yang diciptakan] dan marbub [yang berada di bawah kekuasaan-Nya]. Dia lah pencipta segala sesuatu, Rabb, Raja dan Ilahnya. Sedangkan segala sesuatu berada di bawah kekuasaan aturan, tatanan dan takdir-Nya.

tulisan arab alquran surat al furqaan ayat 3“3. kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak Kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak Kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (al-Furqaan: 3)

Allah Ta’ala mengabarkan tentang kejahilan orang-orang musyrik yang menjadikan ilah-ilah selain Allah, padahal Dia lah pencipta segala sesuatu, Pemilik seluruh perkara serta Rabb, dimana apa yang dikehendaki-Nya pasti ada dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan ada. Disamping itu mereka pun beribadah kepada-Nya dan juga menyembah berhala-berhala yang tidak mampu menciptakan satu potong sayap nyamuk pun. Bahkan mereka adalah para makhluk yang diciptakan, yang tidak memiliki kekuasaan untuk menolak suatu bahaya dari dirinya serta tidak pula mendatangkan suatu manfaat. Maka bagaimana mungkin mereka dapat menguasai hamba-hamba mereka?

Wa laa yamlikuuna mautaw walaa hayaataw walaa nusyuuran (“Dan mereka tidak kuasa [pula] mematikan, menghidupkan dan tidak [pula] membangkitkan.”) artinya mereka tidak memiliki kekuasaan terhadap semua itu. Bahkan seluruhnya kembali kepada Allah Yang menghidupkan dan mematikan. Dia lah Rabb yang menghidupkan kembali seluruh makhluk, dari manusia yang pertama hingga manusia yang terakhir pada hari kiamat. Seperti firman-Nya:
Wa maa amrunaa illaa waahidatun kalamhim bil bashari (“Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.”)(al-Qamar: 50). Dia lah Allah Yang tidak ada Ilah [yang berhak diibadahi] selain-Nya, tidak ada Rabb selain Dia dan tidak layak ibadah dipersembahkan kecuali hanya kepada-Nya. karena apa yang dikehendaki-Nya pasti ada dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak ada. Dia lah Rabb yang tidak memiliki anak, tidak memiliki orang tua, tidak memiliki tandingan, wakil, pembantu atau yang serupa, bahkan Dialah yang Mahaesa, tempat bergantung yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan serta tidak ada yang serupa dengan-Nya.

tulisan arab alquran surat al furqaan ayat 4-6“4. dan orang-orang kafir berkata: “Al Quran ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad dan Dia dibantu oleh kaum yang lain”; Maka Sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan Dusta yang besar. 5. dan mereka berkata: “Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, Maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya Setiap pagi dan petang.” 6. Katakanlah: “Al Quran itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Furqaan: 4-6)

Allah Ta’ala mengabarkan tentang rendahnya akal-akal yang bodoh dari orang-orang kafir yang berkomentar tentang al-Qur’an: in Haadzaa illaa ifkun (“Ini tidak lain hanyalah ifkun”) kebohongan, iftaraaHu (“Yang diada-adakan”) yang mereka maksud adalah oleh Nabi Muhammad saw. Wa a-‘aanaHu ‘alaiHi qaumun aakharuuna (“Dan dibantu oleh kaum yang lain”) artinya dia meminta bantuan kaum yang lain dalam menghimpunnya. Maka Allah berfirman: faqad jaa-uu dhulmaw wazuuran (“Maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kedhaliman dan dusta yang besar.”) artinya mereka sungguh telah menciptakan sebuah komentar kebathilan, padahal mereka telah mengetahui bahwa hal itu adalah sebuah kebathilan dan mereka pun mengetahui kedustaan diri-diri mereka terhadap apa yang mereka tuduhkan.

Waqaaluu asaathiirul awwaliinak tatabaHaa (“Dan mereka berkata: ‘Dongengan-dongengan orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan.”) yang mereka maksud adalah kitab-kitab kuno yang diminta untuk dicatatnya. faHiya tutlaa ‘alaiHi (“maka diimlakan kepadanya.”) yaitu dibacakan kepadanya, bukrataw wa ashiilan (“Setiap pagi dan petang.”) yaitu di awal siang [pagi] dan di akhir siang [sore]. Komentar ini karena kedunguan, kedustaan dan kebohongan mereka. Padahal setiap mereka mengetahui kebathilannya, karena secara fakta dan realita dapat diketahui bahwa Muhammad, Rasulullah saw. tidak mengenal dunia tulis menulis sejak awal hingga akhir umurnya. Beliau tumbuh di lingkungan mereka sejak awal kelahirannya hingga beliau diutus oleh Allah saat berumur 40 tahun. Mereka mengetahui tempat masuk dan keluarnya, kejujuran dan kesuciannya, kebaktian dan amanahnya serta jauhnya beliau dari kedustaan, kenistaan dan seluruh akhlak-akhlak rendah lainnya. Hingga mereka pun memberi gelar “al amiin” sejak masa kecilnya hingga diutus-Nya menjadi Rasul.
Ketika Allah telah memuliakannya dengan sesuatu yang mulia yang dari pada-Nya, merekapun tetap mengadakan permusuhan kepadanya dan melontarkan berbagai tuduhan yang sebenarnya setiap orang yang berakal mengetahui ketidak benarannya serta mereka pun memprovokasi tuduhan tersebut dengan perkataan mereka yang terkadang menyebutnya sebagai tukang sihir, terkadang ahli syair, terkadang pula dituduhnya sebagai orang gila serta terkadang dituduh pendusta.

Firman Allah: undhur kaifa dlarabuu lakal amtsaala fadlalluu falaa yastathii-‘uuna sabiilan (“Perhatikanlah bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentangmu. Mereka tidak sanggup [mendapatkan] jalan [untuk menentang kerasulanmu]”)(al-Furqaan: 9)

Allah berfirman menjawab pembangkangan dan tuduhan yang mereka lontarkan: qul anzalaHul ladzii ya’lamus sirra fis samaawaati wal ardli (“Katakanlah: ‘al-Qur’an itu diturunkan oleh Allah yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi.”) artinya al-Qur’an yang mencakup berbagai berita orang-orang terdahulu dan orang-orang yang kemudian adalah diturunkan sebagai berita kebenaran dan kejujuran yang sesuai dengan kenyataan, baik di masa lalu maupun di masa yang akan datang.

Alladzii ya’lamus sirra (“Yang Mahamengetahui rahasia”) artinya Allah Yang Mahamengetahui [hal-hal] yang ghaib di langit dan di bumi serta Mahamengetahui rahasia—rahasia, seperti Dia mengetahui yang tampak nyata. Firman Allah: innaHuu kaana ghafuurur rahiiman (“Sesungguhnya Dia adalah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”) adalah seruan bagi mereka untuk bertaubat dan kembali [kepada-Nya] serta kabar bagi mereka bahwa rahmat Allah amat luas dan kesabaran-Nya amat agung di mana saja yang bertaubat kepada-Nya, maka Dia pasti menerima taubatnya.

Bersambung ke bagian 2.