Tag Archives: surah an-nasr

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nashr

20 Feb

Tafsir Ibnu Katsir; Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nashr
Surat Madaniyyah;
Surat ke 110: 3 ayat

An-Nasa-i meriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah, dia berkata: “Ibnu ‘Abbas pernah berkata kepadaku: ‘Wahai Ibnu ‘Utbah, apakah engkau tahu akhir surat al-Qur’an yang diturunkan?’ ‘Ya, idzaajaa-a nashrullaahi walfath (“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenganngan.” Jawabku. Diapun berkata: ‘Engkau benar.’” Dua orang hafidz, Abu Bakar al-Bazzar dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, dia berkata: “Surat ini, idzaajaa-a nashrullaahi walfath (“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.”) turun kepada Rasulullah saw di pertengahan hari-hari tasyriq, sehingga beliau mengetahui bahwa ia merupakan surat yang terakhir. Kemudian beliau memerintahkan binatang tunggangannya, al-Qushwa’, untuk melakukan perjalanan, maka unta beliau pun berangkat. Selanjutnya beliau berdiri dan berkhutbah kepada orang-orang. Lalu disebutkan khutbah beliau yang sangat terkenal itu.

tulisan arab alquran surat an nashr ayat 1-3

1. Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,2. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, 3. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat.”
(an-Nashr: 1-3)

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata: “Umar pernah memasukkanku ke dalam deretan para pemuka perang Badr. Ada beberapa orang di antara mereka yang merasa keberatan dan mengatakan: ‘Mengapa orang ini dimasukkan ke dalam deretan kami, padahal kami memiliki anak-anak yang seusia dengannya?’ Maka ‘Umar berkata: ‘Sesungguhnya dia termasuk orang yang sudah kalian kenal.’ Pada suatu hari dia memanggil mereka. Pada hari itu aku tidak mengira kalau dia memanggilku ke tengah-tengah mereka melainkan untuk memberikan pendapat kepada mereka. ‘Umar berkata: ‘Bagaimana pendapat kalian mengenai firman Allah, idzaajaa-a nashrullaahi walfath (“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.”) Sebagian mereka mengatakan: ‘Kita diperintahkan untuk memanjatkan pujian kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya, karena Dia telah memberi pertolongan dan kemenangan kepada kita.’ Ada sebagian lagi yang diam tidak melontarkan sepatah katapun. Kemudian ‘Umar bertanya kepadaku: ‘Apa pendapatmu juga demikian wahai Ibnu ‘Abbas?’ Lalu kukatakan: ‘Tidak.’ ‘Lalu bagaimana pendapatmu?’ tanya ‘Umar. Maka akupun menjawab: ‘Itulah ajal Rasulullah saw. yang Dia beritahukan kepada beliau. Allah berfirman idzaajaa-a nashrullaahi walfath (“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.”), dan demikianlah tanda ajalmu, fasabbih bihamdi rabbika was taghfirhu innahuu kaana tawwaabaa (“maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Mahapenerima taubat.”)’. Kemudian ‘Umar bin al-Khaththab berkata: ‘Aku tidak mengetahuinya kecuali apa yang kau katakan itu.’” Hadits ini hanya diriwayatkan oleh al-Bukhari.

Dan penafsiran yang diberikan oleh beberapa orang sahabat dari teman-teman ‘Umar secara keseluruhan adalah bahwa kita telah diperintahkan untuk memanjatkan pujian kepada Allah, bersyukur kepada-Nya serta bertasbih dan memohon ampunan kepada-Nya, karena Dia telah memberikan kepada kita atas beberapa kota dan benteng. Dan itu merupakan penafsiran yang benar yang telah ditetapkan satu syahid baginya dari shalat Nabi saw. pada saat berlangsungnya pembebasan kota Mekah pada pagi hari sebanyak delapan rakaat. Ada beberapa orang yang menyatakan bahwa yang demikian itu adalah shalat dhuha. Pernyataan itu dijawab bahwa beliau tidak mengerjakan shalat tersebut secara terus menerus setiap hari, lalu bagaimana mungkin beliau mengerjakan shalat tersebut pada hari itu padahal pada saat itu bermukim di Mekah? Oleh karena itu beliau bermukim di sana sampai akhir bulan Ramadlan, hampir mendekati 19 hari beliau mengqashar shalat dan tidak berpuasa yang juga diikuti oleh seluruh bala tentara yang jumlahnya sekitar 10 ribu orang.

Orang-orang itu mengatakan bahwa shalat tersebut adalah shalat al-Fath (kemenangan). Mereka mengatakan: “Dengan demikian, disunnahkan bagi panglima perang jika mendapat kemenangan atas suatu negeri untuk mengerjakan shalat di sana ketika pertama kali memasuki negeri tersebut sebanyak delapan rakaat.” Dan demikianlah yang dikerjakan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash pada hari pembebasan beberapa kota. Kemudian sebagian mereka mengatakan: “Dia mengerjakan delapan rakaat itu dalam satu salam.” Dan yang benar adalah dia mengucapkan salam setiap dua rakaat. Sedangkan penafsiran yang diberikan oleh Ibnu ‘Abbas dan ‘Umar bahwa di dalam surat ini Allah memberitahu Rasulullah saw. tentang ruh beliau yang mulia. Dan Dia memberitahu, jika kamu (Muhammad) telah berhasil membebaskan kota Mekah, yaitu kampungmu sendiri yang dirimu dulu telah diusir darinya, sedang orang-orang berduyun-duyun memeluk agama Allah. Dan kini perhatian Kami kepadamu di dunia sudah berakhir, karenanya bersiap-siaplah untuk menghadap Kami. Sebab, akhirat lebih baik bagimu daripada dunia. Dan kelak, Rabbmu akan memberimu anugerah sehingga kamu menjadi puas. Oleh karena itu Allah berfirman: “fasabbih bihamdi rabbika was taghfirhu innahuu kaana tawwaabaa (“maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Mahapenerima taubat.”).

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata: “Rasulullah saw. memperbanyak bacaan dalam rukuk dan sujudnya: subhaanaka allaahumma rabbanaa wabihamdika allaahummagh firlii (“Mahasuci Allah, ya Allah, ya Rabb kami, dan dengan memuji-Mu. Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku.”).

Dan diriwayatkan oleh al-Jama’ah kecuali at-Tirmidzi. Dan dia mengatakan: “Ibnu Jarir memberitahu kami. Dan kami telah menulis hadits kaffarat majelis dari semua jalan dan lafazh-lafazhnya yang disampaikan di dalam satu buku tersendiri. Dan kami telah menguraikan tentang perang al fath ini di dalam buku kami, as-Sirah, dan bagi yang berminat silakan merujuk kepadanya.