Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 16-17

11 Okt

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-A’raaf (Tempat Tertinggi)
Surah Makkiyyah; surah ke 7: 206 ayat

tulisan arab alquran surat al a'raaf ayat 16-17“Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalangi-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, (QS. 7:16) kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).’ (QS. 7:17)” (al-A’raaf: 16-17)

Allah memberitahukan, bahwa setelah Allah memberikan tangguh kepada iblis; ilaa yaumi yub’atsuuna (“Sampai pada waktu mereka dibangkitkan.”) Dan Iblis benar-benar merasa yakin akan penangguhan tersebut, maka ia pun benar-benar melawan dan durhaka seraya berkata: fabimaa aghwaitanii la-aqu’udanna laHum shiraathakal mustaqiima (“Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan menghalang-halangi mereka dari jalan-Mu yang lurus.”) Maksudnya, sebagaimana Engkau telah menjadikanku tersesat.

Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Sebagaimana Engkau telah menyesatkanku.”
Sedangkan ulama lainnya mengatakan: “Sebagaimana Engkau telah membinasakanku, maka aku pun akan menghadang hamba-hamba-Mu yang Engkau ciptakan dari keturunan Adam, di mana dengan sebab dia, Engkau menjauhkanku dari: shiraathakal mustaqiim (“Jalan-Mu yang lurus,”) yaitu jalan kebenaran dan keselamatan. Dan aku juga akan menyesatkan mereka dari jalan kebenaran dan keselamatan tersebut, supaya mereka tidak menyembah dan mengesakan-Mu, dikarenakan Engkau telah menyesatkanku.”

Sebagian ahli ilmu Nahwu berpendapat, huruf ba’ di sini merupakan kata sumpah, seolah-olah ia mengatakan: “Karena engkau telah menyesatkanku, maka aku benar-benar akan menghalang-halangi anak cucu Adam dari jalan-Mu yang lurus.”

(Mengenai ash-Shirathul Mustaqiim), Ibnu Jarir mengatakan: “Yang benar adalah, bahwa ash-Shirathul Mustaqiim itu lebih umum dari itu semua.”
Yang demikian itu didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari Sirah bin Abi al-Fakih, ia berkata, aku pernah mendengar bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya syaitan itu menghadang anak Adam di semua jalannya. Ia menghadang ketika akan masuk Islam, di mana ia berbisik: `Apakah engkau akan masuk Islam dan meninggalkan agamamu dan agama nenek moyangmu?’ Namun anak Adam itu tidak menghiraukannya dan tetap masuk Islam. Lalu (ia) menghadang ketika anak Adam akan hijrah, di mana iblis berbisik: `Apakah engkau akan berhijrah meninggalkan tanah airmu? Sesungguhnya perumpamaan orang yang berhijrah itu seperti kuda lari yang tidak tahu ke mana akhirnya.’

Maka anak Adam itu pun tetap tidak menggubrisnya dan tetap berhijrah. Selanjutnya, iblis menghadang anak Adam ketika hendak pergi berjihad, yaitu jihad memerangi hawa nafsu dan mengorbankan harta benda. Maka si iblis itu berkata: `Engkau akan berperang dan akan terbunuh, lalu isterimu dikawini orang lain dan kekayaanmu dibagi-bagi.’ Maka anak Adam itu menentangnya dan berjihad. Lebih lanjut Rasulullah bersabda: `Barangsiapa di antara mereka yang berbuat seperti itu lalu mati, maka suatu kewajiban bagi Allah untuk memasukkannya ke dalam Surga. Jika ia terbunuh, maka suatu kewajiban bagi Allah untuk memasukkannya ke Surga. Jika tenggelam, maka suatu kewajiban bagi Allah untuk memasukkannya ke Surga. Atau jika ia dijatuhkan oleh tunggangannya, maka suatu kewajiban bagi Allah untuk memasukkannya ke Surga.” (HR. Ahmad)

Dan firman Allah berikutnya: tsumma la-atiyannaHum mim baini aidiiHim wa min khalfiHim (“Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka.”) Mengenai firman-Nya ini, ‘Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, maksudnya, iblis berkata: “Aku akan jadikan mereka ragu akan kehidupan akhirat mereka.”

Wa min khalfiHim (“Dan dari belakang mereka.”) Maksudnya, aku akan menjadikan mereka cinta kepada dunia mereka. Wa ‘an aimaaniHim (“Dan dari sebelah kanan mereka.”) Maksudnya, aku akan menjadikan urusan agama samar-samar bagi mereka. Wa ‘an syamaa-iliHim (“Dan dari sebelah kiri mereka.”) Dan akan aku jadikan mereka menyukai kemaksiatan.

Sedangkan Ibnu Jarir memilih berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan hal itu adalah pencampuradukan antara jalan kebaikan dengan jalan keburukan. Maka iblis menghalangi mereka dari kebaikan dan menjadikan keburukan itu indah dalam pandangan mereka.

Mengenai firman Allah: tsumma la aatiyannaHum mim baini aidiiHim wa min khalfiHim wa ‘an aimaaniHim wa ‘an syamaa-iliHim (“Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka.”) Al-Hakam bin Abban mengatakan dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Dalam ayat itu Allah tidak mengatakan, ‘Dari atas mereka,’ karena
rahmat itu turun dari atas mereka.”

Dan mengenai firman-Nya: wa laa tajidu aktsaraHum syaakiriin (“Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur [taat],”) Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “(Bersyukur) maksudnya, mengesakan-Nya. ”

Pernyataan iblis tersebut hanya merupakan prasangka dan dugaan belaka, tapi kemudian sesuai dengan kenyataan, sebagaimana firman Allah:

“Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka, lalu mereka mengikutinya, kecuali sebagian dari orang-orang yang beriman. Dan tidak ada kekuasaan iblis terhadap mereka, melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat, dari siapa yang ragu-ragu tentang itu. Dan Rabbmu Mahamemelihara segala sesuatu.” (QS. Saba’: 20-21)

Oleh karena itu, dalam hadits disebutkan (dianjurkan) untuk senantiasa memohon perlindungan dari kekuasaan syaitan atas manusia dari segala sisi. Sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad (yang disandarkan kepada Umar), ia mengatakan, aku pernah mendengar `Abdullah bin `Umar berkata: “Rasulullah tidak pernah meninggalkan do’a-do’a itu, baik ketika pagi hari maupun sore hari tiba, yaitu:

doa rasulullah di waktu pagi dan sore“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutuplah auratku dan amankanlah ketakutanku. Ya Allah, jagalah diriku dari depan, belakang, sebelah kanan dan sebelah kiriku, serta dari atasku. Dan aku berlindung dengan kebesaran-Mu agar tidak dibinasakan dengan tiba-tiba dari bawahku.’”

Menurut Waki’: “min tahtii” (dari bawahku)” berarti terbenam ke dalam bumi.
(Demikian hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan ia mengatakan bahwa isnad hadits ini shahih.)

bersambung

Tinggalkan komentar