Arsip | 23.59

Tafsir Ibnu Katsir Surah Maryam ayat 75

24 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Maryam
Surah Makkiyyah; surah ke 19: 98 ayat

tulisan arab alquran surat maryam ayat 75“Katakanlah: ‘Barangsiapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Rabb yang Mahapemurah memperpanjang tempo baginya, sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepadanya, baik siksa maupun Kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah penolongpenolongnya.” (QS. Maryam: 75)

Allah berfirman: qul (“Katakanlah”) hai Muhammad kepada orang-orang yang berbuat syirik kepada Rabb mereka serta mengaku berada dalam kebenaran dan menyangka kalian dalam kebathilan. Man kaana fidl-dlalaalaati (“Barangsiapa yang berada di dalam kesesatan,”) di antara kami dan di antarakalian; falyamdud laHur rahmaanu maddan (“Maka biarlah Rabb yang Mahapemurah memperpanjang tempo baginya.”) Allah, ar-Rahman akan membiarkannya dalam kondisi seperti itu, hingga ia berjumpa dengan Rabbnya dan berakhir ajalnya: immal ‘adzaaba (“Baik siksa,”) yang menimpanya, yaitu datang dengan tiba-tiba; fasaya’lamuuna (“Maka mereka akan mengetahui,”) di saat itu; man Huwa syarrum makaanaw wa adl’afu jundan (“Siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah penolong-penolongnya”) sebagai perbandingan yang mereka dalilkan dari sebaik-baik tempat dan seindah-indah pemandangan.

Mujahid berkata tentang firman-Nya: falyamdud laHur rahmaanu maddan (“Maka biarlah Rabb yang Mahapemurah memperpanjang tempo baginya.”) maka Allah akan membiarkannya dalam kesesatan. Demikian yang ditetapkan oleh Abu Ja’far bin Jarir merupakan mubahalah terhadap orang-orang musyrik yang mengaku bahwa mereka berada di atas pentunjuk.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Maryam ayat 73-74

24 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Maryam
Surah Makkiyyah; surah ke 19: 98 ayat

tulisan arab alquran surat maryam ayat 73-74“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang (maksudnya), niscaya orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang beriman: ‘Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebib indah tempat pertemuan(nya)?’ (QS. 19:73) Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, sedang mereka adalah lebib bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata. (QS. 19:74)” (Maryam: 73-74)

Allah mengabarkan tentang orang-orang kafir, ketika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mereka menghalangi dan berpaling darinya. Mereka berkata bahwa mereka: khairum maqaamaw wa ahsanu nadiyyan (“Adalah kelompok yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih baik tempat pertemuan[nya].”) Yaitu yang lebih baik kedudukannya, paling tinggi tempatnya dan paling baik pertemuannya, tempat berkumpul beberapa orang untuk bercerita, tempat pertemuan mereka lebih permanen dan lebih banyak ruang dan jalannya. Bagaimana keberadaan kita yang dengan kedudukan ini berada dalam kebathilan, sedangkan mereka (mukminin), orang-orang yang bersembunyi di rumah al-Arqam bin Abil Arqam dan rumah-rumah lain itu berada di atas kebenaran? Allah mengabarkan tentang mereka:

“Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: `Kalau sekiranya dia (al-Qur an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya.’” (QS. Al-Ahqaaf: 11).

Untuk itu, Allah berfirman menolak kerancuan pemikiran mereka: wa kam aHlaknaa qablaHum min qarnin (“Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka,”) yaitu, berapa
banyak umat dan kurun para pendusta yang telah Kami binasakan dengan sebab kekufuran mereka.

Hum ahsanu atsaataw wa ri’yan (“Mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata,”) yaitu dahulu mereka berada dalam keadaan yang lebih baik daripada keadaan mereka sekarang ini, baik harta, barang-barang, pemandangan dan bentuk-bentuknya.

Al-A’masy berkata dari Abu Dzabyan, dari Ibnu ‘Abbas, “Lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuannya,” kata al-Maqam adalah rumah tempat tinggal. An-Nadiy adalah majelis, atsaatsan adalah alat-alat rumah tangga, dan ar-Ri ‘ya adalah pemandangan.

Al-‘Aufi berkata dari Ibnu `Abbas, bahwa al-Maqam adalah rumah, an-Nadiy adalah majelis, kenikmatan dan keelokan yang mereka miliki. Hal itu sebagaimana firman Allah kepada Fir’aun ketika mereka dihancurkan. Kisah mereka diceritakan dalam al-Qur’an, Alangkah banyaknya taman dan air mata yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah.” (QS. Ad-Dukhaan: 25-26).

Al-Maqam adalah tempat tinggal dan kenikmatan, an-Nadiy adalah majelis dan tempat pertemuan mereka. Allah berfirman tentang sesuatu yang di kisahkan kepada Rasul-Nya berkenaan dengan urusan kaum Luth: “Dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?” (QS. Al-‘Ankabuut: 29).
Orang Arab menamakan majelis dengan an-Nadiy.

Qatadah berkata: “Tatkala mereka melihat para Sahabat Muhammad dalam kehidupan mereka yang begitu menderita dan sempit, maka orang musyrik mengemukakan apa yang mereka dengar: ayyil fariiqaini khairum maqaamaw wa ahsanu nadiyyan (“Manakah di antara kedua golongan itu yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuannya.”)

Demikian pendapat Mujahid dan adh-Dhahhak. Ar-Ri’ya adalah pemandangan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu `Abbas, Mujahid dan selain keduanya. Malik berkata: atsaatsaw wa ri’yan; yakni paling banyak hartanya dan paling baik bentuknya. Seluruhnya memiliki anti yang saling berdekatan dan benar.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Maryam ayat 71-72

24 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Maryam
Surah Makkiyyah; surah ke 19: 98 ayat

tulisan arab alquran surat maryam ayat 71-72“Dan tidak ada seorang pun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudab ditetapkan. (QS. 19:71) Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang dhalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut. (QS. 19:72)” (Maryam: 71-72)

Imam Ahmad berkata, bahwa Abu Sumayyah berkata: “Kami berbeda pendapat tentang makna al-wuruud (mendatangi).” Sebagian mereka berkata: “Seorang mukmin tidak akan memasukinya.”

Sebagian lagi berpendapat bahwa mereka semuanya akan memasukinya, kemudian Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa. Lalu, aku berjumpa dengan Jabir bin `Abdillah dan bertanya: “Sesungguhnya kami berbeda pendapat tentang makna al-wuruud.”
Beliau menjawab: “Mereka seluruhnya akan mendatangi neraka.” `Abdullah bin al-Mubarak berkata bahwa al-Hasan al-Bashri berkata: “Seorang laki-laki bertanya kepada saudaranya, ‘Apakah datang berita padamu bahwa engkau pun akan mendatangi neraka?’ Dia menjawab: ‘Ya.’ Dia bertanya lagi: ‘Apakah datang berita padamu bahwa engkau muncul darinya?’ Dia menjawab: ‘Tidak.’ Dia berkata: ‘Bagaimana bisa tertawa?’ Dia menjawab: ‘Ia tidak terlihat tertawa lagi sampai ia berjumpa dengan Allah (wafat).”‘

Al-‘Aufi berkata dari Ibnu `Abbas tentang firman-Nya: wa im minkum illaa waariduHaa (“Dan tidak ada seorang pun daripadamu melainkan mendatangi neraka itu,”) yaitu orang yang berbakti dan orang yang durhaka. Apakah engkau tidak mendengar firman Allah kepada Fir’aun:
“Ia berjalan di muka kaumnya di hari Kiamat, lalu memasukkan mereka ke dalam neraka,” (QS. Huud: 98), mendatangi neraka berarti memasukinya.

Imam Ahmad berkata dari `Abdullah bin Mas’ud, wa im minkum illaa waariduHaa (“Dan tidak ada seorang pun daripadamu melainkan mendatangi neraka itu,”) Rasulullah bersabda:
“Seluruh manusia akan datang, kemudian menampakkan amal-amal mereka.” (HR. At-Tirmidzi)

Ahmad berkata bahwa Ummu Mubasysyir isteri Zaid bin al-Haritsah berkata di saat Rasulullah berada di rumah Hafshah beliau bersabda: “Tidak seorang pun yang masuk neraka yang menyaksikan perang Badar dan perjanjian Hudaibiyyah.”
Hafshah bertanya: “Bukankah Allah berfirman: wa im minkum illaa waariduHaa (“Dan tidak ada seorang pun daripadamu melainkan mendatangi neraka itu,”)
Maka Rasulullah bersabda: tsumma nunajjil ladziinat taqaw (“Kemudian Kami menyelamatkan orang-orang yang bertakwa”) dan ayat seterusnya.”

Di dalam ash-Shahihain, dari hadits az-Zuhri, dari Said, bahwa Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda: “Tidak seorang pun dari kaum muslimin yang ditinggalkan mati 3 orang anak,maka akan tersentuh api neraka, kecuali penebus sumpah.” (Penebus sumpah yang belum menyelesaikan sumpahnya, maka ia akan melintas neraka sebagai penebus sumpahnya yang belum selesai itu.)

`Abdurrazzaq berkata dari Qatadah tentang firman-Nya: wa im minkum illaa waariduHaa (“Dan tidak ada seorang pun daripadamu melainkan mendatangi neraka itu,”) dia berkata: “Orang yang melintasinya.”

`Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata tentang firman-Nya: wa im minkum illaa waariduHaa (“Dan tidak ada seorang pun daripadamu melainkan mendatangi neraka itu,”) kaum muslimin mendatangi, artinya melintasi jembatan di hadapannya. Sedangkan wurudnya (datangnya) orang-orang musyrik adalah memasukinya.

As-Suddi berkata dari Murrah, dari Ibnu `Abbas tentang firman-Nya: kaana ‘alaa rabbika hatmam maqdliyyan (“Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan,”) adalah pembagian yang wajib. Mujahid berkata: “Hatman adalah ketetapan.” Demikian pula perkataan Ibnu Juraij.

Firman-Nya: tsumma nunajjil ladziinat taqaw (“Kemudian Kami menyelamatkan orang-orang yang bertakwa”) yaitu jika seluruh makhluk melintas di atas api neraka dan orang-orang kafir serta pelaku maksiat jatuh ke dalamnya, maka Allah menyelamatkan orang-orang yang beriman dan bertakwa sesuai amal-amal mereka. Melintas dan cepatnya mereka di atas shirath tergantung amal-amal mereka yang dilaksanakan pada waktu di dunia.

Kemudian mereka memberikan syafa’at kepada para pelaku dosa besar. Para Malaikat, para Nabi dan orang-orang yang beriman dapat memberikan syafa’at, lalu syafa’at mereka di terima dan dapat mengeluarkan banyak makhluk yang telah ditelan api neraka kecuali bagian wajah mereka, yaitu anggota-anggota sujud. Upaya mereka mengeluarkan makhluk tersebut dari api neraka sesuai dengan keimanan yang ada di dalam hati mereka.

Pertama kali yang akan keluar adalah orang di dalam hatinya terdapat keimanan seberat dinar, kemudian orang yang selanjutnya, kemudian orang yang selanjutnya. Hingga keluar orang yang di dalam hatinya terdapat keimanan yang paling rendah seberat biji dzarrah. Kemudian Allah mengeluarkan dari api neraka orang yang berkata “Laa Ilaaha illallaah” dalam kehidupannya dan belum beramal satu kebaikan pun. Mereka tidak kekal di dalam api neraka, kecuali orang yang diwajibkan kekalnya. Sebagaimana hal tersebut dijelaskan dalam hadits-hadits shahih dari Rasulullah saw.

Untuk itu, Allah berfirman: tsumma nunajjil ladziinat taqaw wa nadzaradh dhaalimiina fiiHaa jitsiyyan (“Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zhalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Maryam ayat 66-70

24 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Maryam
Surah Makkiyyah; surah ke 19: 98 ayat

tulisan arab alquran surat maryam ayat 66-70“Dan berkata manusia: ‘Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?’ (QS. 19:66) Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali. (QS. 19:67) Demi Rabbmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama syaitan, kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahannam dengan berlutut. (QS. 19:68) Kemudian pasti akan Kami tank dari tiap-tiap golongan siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Yang Mahapemurah. (QS. 19:69) Dan kemudian Kami sungguh lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya dimasukkan ke dalam neraka. (QS. 19:70)” (Maryam: 66-70)

Allah mengabarkan tentang manusia yang merasa heran dan menganggap mustahil kembalinya mereka setelah kematian. Dia berfirman dalam ayat ini: wa yaquulul insaanu a idzaa maa mittu lasaufa ukhroju hayyan. A walaa yadzkurul insaanu annaa khalaqnaaHu min qablu wa lam yaku syai-an (“Dan berkata manusia: ‘Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?’ Dan tidaklah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?”)

Allah mengemukakan argumentasi tentang pengembalian tersebut dengan awal mula penciptaan. Yaitu, Dia telah menciptakan manusia yang dahulunya tidak ada sama sekali. Apakah Dia tidak mungkin mampu mengembalikannya, sedang makhluk-Nya itu sudah menjadi sesuatu.

Sebagaimana Allah berfirman: “Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya.” (QS. Ar-Ruum: 27)

Di dalam hadits shahih: “Allah berfirman, `Ibnu Adam mendustakan Aku, padahal tidak boleh baginya mendustakan-Ku. Ibnu Adam menyakiti Aku, padahal tidak boleh baginya menyakiti-Ku. Kedustaannya kepadaku adalah perkataannya: ‘Aku tidak akan dikembalikan sebagaimana aku pertama kali diciptakan.’ Padahal awal penciptaan tidak lebih mudah bagi-Ku daripada akhirnya. Sedangkan upaya menyakiti-Ku adalah perkataannya bahwa sesungguhnya Aku mempunyai anak, padahal Aku Mahaesa, yang bergantung kepada-Ku segala sesuatu, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan serta tidak ada satu pun yang sebanding.” (HR. Al-Bukhari)

Firman Allah: fa warabbika lanahsyurannaHum wasy syayaathiina (“Demi Rabbmu, sesungguh-
nya akan Kami bangkitkan mereka bersama syaitan.”) Allah bersumpah dengan diri-Nya yang Mahamulia bahwa Dia pasti akan membangkitkan mereka seluruhnya dengan syaitan-syaitan yang mereka ibadahi selain Allah; tsumma lanuhdlirannaHum haula jaHannama tsiliyyan (“Kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahannam dengan berlutut.”)

Al-‘Aufi berkata dari Ibnu ‘Abb.as yaitu dalam keadaan duduk seperti firman-Nya: wa taraa kulla ummatin jaatsiyatan (“Dan [pada hari itu] kamu lihat tiap-tiap umat berlutut.”) (QS. Al-Jaatsiyah: 28). As-Suddi berkata tentang firman Allah: “jaatsiyatan” artinya berdiri. Pendapat senada diriwayatkan dari Murrah dari Ibnu Mas’ud seperti itu.

Firman-Nya: tsumma lananzi’anna min kulli syii’atin (“Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap golongan,”) yaitu dari setiap umat. Dikatakan oleh Mujahid: ayyuHum asyaddu ‘alar rahmaani ‘itiyyan (“Siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Rabb yang Mahapemurah,”) ats-Tsauri berkata dari Ibnu `Abbas, ia berkata: “Dari awal sampai dengan yang akhir akan ditahan sampai seluruh bilangan telah lengkap.” Mereka akan didatangkan seluruhnya, dimulai dari para pembesar demi Para pembesar yang sangat durhaka. Itulah firman-Nya: tsumma lananzi’anna min kulli syii’atin ayyuHum asyaddu ‘alar rahmaani ‘itiyyan (“Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap golongan siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Rabb Yang Mahapemurah.”)

Tentang firman-Nya ini Qatadah berkata: “Kemudian pasti Kami akan tarik dari setiap pemeluk agama para pemuka dan pemimpin mereka yang paling jahat. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Juraij dan banyak ulama Salaf.

Firman-Nya: tsumma lanahnu a’lamu bil ladziina Hum aulaa biHaa shiliyyan (“Dan kemudian
Kami sungguh lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya dimasukkan ke dalam neraka.”) Kemudian di ayat ini terdapat sambungan berita atas berita.
Sedangkan yang dimaksud adalah bahwa Allah Mahamengetahui siapa hamba-Nya yang berhak dijerumuskan ke neraka Jahannam dan dikekalkan di dalamnya.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Maryam ayat 64-65

24 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Maryam
Surah Makkiyyah; surah ke 19: 98 ayat

tulisan arab alquran surat maryam ayat 64-65“Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Rabbmu. Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Rabbmu lupa. (QS. 19:64) Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka beribadahlah kepada-Nya dan berteguh batilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetabui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (QS. 19:65)” (Maryam: 64-65)

Imam Ahmad berkata dari Ibnu `Abbas, ia berkata, Rasulullah bersabda kepada Jibril, “Apa yang mencegahmu mengunjungi kami lebih dari yang engkau telah lakukan?” Lalu turunlah: wa maa natanazzalu illaabi amri rabbika (“Dan tidaklah kami [Jibril] turun, kecuali dengan perintah Rabbmu.”) Al-Bukhari menyendiri dalam mentakhrijnya yang diriwayatkan ketika menafsirkan ayat ini.

Firman Allah: laHuu maa baina aidiinaa wa khalfanaa (“Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada dihadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita,”) satu pendapat mengatakan bahwa apa-apa yang ada di hadapan kita adalah urusan dunia. Sedangkan apa-apa yang ada di belakang kita adalah urusan akhirat.

Wa maa baina dzaalika (“Dan apa-apa yang ada di antara keduanya,”) apa-apa yang ada di antara dua tiupan terompet. Inilah pendapat Abul `Aliyah, `Ikrimah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Qatadah dalam salah satu riwayatnya, as-Suddi dan ar-Rabi’ bin Anas. Sedangkan pendapat lain mengatakan: maa baina aidiinaa (“Apa-apa yang ada di hadapan kita,”) adalah perkara akhirat yang akan datang; wa maa khalfanaa (“Apa-apa yang ada dibelakang kita,”) yaitu dunia yang sudah berlalu; Wa maa baina dzaalika (“Dan apa-apa yang ada di antara keduanya,”) yaitu apa yang ada di antara dunia dan akhirat.

Pendapat senada diriwayatkan dari Ibnu `Abbas, Sa’id bin Jubair, adh-Dhahhak, Qatadah, Ibnu Juraij, ats-Tsauri dan dipilih pula oleh Ibnu Jarir. Wallahu a’lam.

Firman-Nya: wa maa kaana rabbuka nasiyyan (“Dan tidaklah Rabbmu lupa”) Mujahid dan as-Suddi berkata: “Maknanya, Rabbmu tidak akan melupakanmu.”

Firman-Nya: rabbus samaawaati wal ardli wa maa baina Humaa (“Rabb langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, yaitu Rabb yang menciptakan, mengatur, penentu hukum dan penata yang tidak ada penentang atas hukum-Nya.

Fa’buduHu wash-thabir li’ibaadiHi Hal ta’lamu laHuu nasiyyan (“Maka beribadahlah kepada-Nya dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia?”) Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu `Abbas: “Apakah kamu tahu sesuatu yang semisal atau serupa dengan Rabb?” Demikian pula pendapat yang dikatakan oleh Mujahid, Sa’id bin Jubair, Qatadah, Ibnu Juraij dan selain mereka. Sedangkan `Ikrimah berkata dari Ibnu `Abbas: “Tidak ada satu pun yang diberi nama ar-Rahman selain Allah Tabaaraka wa Ta’ala, Mahasuci nama-Nya.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Maryam ayat 61-63

24 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Maryam
Surah Makkiyyah; surah ke 19: 98 ayat

tulisan arab alquran surat maryam ayat 61-63“Yaitu surga ‘Adn yang telah dijanjikan oleh Yang Mahapemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak nampak. Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati. (QS. 19:61) Mereka tidak mendengar perkataan yang tak berguna di dalam surga, kecuali ucapan salam. Bagi mereka rizkinya di surga itu tiap pagi dan petang. (QS. 19:62) Itulah surge yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. (QS. 19:63)” (Maryam: 61-63)

Allah berfirman bahwa surga yang akan dimasuki oleh orang-orang yang bertaubat dari dosa-dosa mereka adalah surga ‘Adn. Artinya tempat tinggal yang dijanjikan oleh ar-Rahman terhadap hamba-hamba-Nya melalui alam ghaib adalah merupakan perkara ghaib yang harus mereka imani dan mereka tidak melihatnya. Hal tersebut karena sangat yakin dan kuatnya keimanan mereka.

Firman-Nya: kaana wa’duHuu ma’tiyyan (“Sesungguhnya janji Allah itu pasti ditepati,”) merupakan penguat tercapainya, mantap dan kokohnya hal tersebut. Karena Allah tidak menyalahi janji dan tidak akan merubahnya. Seperti firman-Nya: kaana wa’duHuu maf’uulan (“Sesungguhnya janji Allah itu pasti terlaksana,”) pasti terjadi. Firman-Nya di sini yaitu para hamba akan menuju pada-Nya dan akan mendatangi-Nya. Di antara mereka ada ulama yang berpendapat bahwa bermakna yang mendatangi. Karena setiap apa yang datang kepadamu, maka pasti engkau mendapatkannya.

Firman-Nya: laa yasma’uuna fiiHaa laghwan (“Mereka tidak mendengar perkataan yang tak berguna di dalam surga,”) yaitu di dalam surga tidak terdapat perkataan sia-sia yang tidak memiliki makna, tidak seperti di dunia.

Firman-Nya: illaa salaaman (“Kecuali ucapan salam,”) adalah pengecualian (istitsna mungathi’) Seperti firman-Nya: “Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.” (QS. Al-Waaqi’ah: 25-26)

Firman-Nya: wa laHum rizquHum fiiHaa bukrataw wa ashiyyan (“Bagi mereka rizkinya di surga itu tiap pagi dan petang,”) yaitu di waktu yang sama dengan waktu pagi dan sore. Di sana tidak ada malam dan tidak ada siang, akan tetapi mereka berada pada waktu-waktu yang silih berganti yang berlalunya waktu itu mereka ketahui melalui cahaya dan sinar.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya kelompok pertama yang memasuki surga itu, rupa mereka adalah bagaikan bulan purnama, mereka tidak meludah, tidak beringus dan tidak buang air besar. Sisir dan bejana-bejana mereka dari emas dan perak dan perapiannya adalah dari tangkai dupa harum dan keringat mereka berbau misik. Setiap satu orang di antara mereka memiliki dua orang isteri-isteri yang sumsum-sumsum betis keduanya dapat terlihat dari balik daging luarnya dikarenakan sangat indahnya, tidak ada perselisihan dan tidak juga saling membenci. Hati-hati mereka tertuju untuk seorang laki-laki saja. Mereka bertasbih kepada Allah di waktu pagi dan petang.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Firman-Nya: tilkal jannatul latii nuuritsu min ‘ibaadinaa man kaana taqiyyan (“Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.”) Yaitu surga yang telah Kami sifatkan dengan sifat-sifat yang besar ini adalah surga yang akan Kami wariskan untuk hamba-hamba Kami yang bertakwa. Mereka adalah orang-orang yang taat kepada Allah di waktu lapang dan di waktu sempit. Mereka mampu menahan amarah dan memaafkan orang lain.

Sebagaimana Allah berfirman di awal surat al-Mu’minuun:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal int tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Mu’minuun: 1-11)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Maryam ayat 59-60

24 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Maryam
Surah Makkiyyah; surah ke 19: 98 ayat

tulisan arab alquran surat maryam ayat 59-60“59. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan, 60. kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun,” (Maryam: 59-60)

Setelah Allah menceritakan tentang golongan orang-orang yang beruntung, yaitu para Nabi dan para pengikut mereka yang menegakkan hukum-hukum dan perintah-perintah Allah, serta menunaikan fardhu-fardhu ketentuan Allah, lagi meningalkan berbagai ancaman-Nya; Dia menyebutkan bahwa: Fakhalafa mim ba’diHim khalfun (“Akan datang sesudah mereka satu generasi,”) yaitu generasi (kurun) lain; adlaa’ush shalaata (“Yang menyia nyiakan shalat,”) dan jika mereka menyia-nyiakannya, maka kewajiban-kewajiban lain pasti lebih diremehkan. Karena shalat adalah tiang agama dan sebaik-baik amal seorang hamba. Kemudian, mereka pasti akan menuruti kesenangan dan kelezatan dunia, serta senang dengan kehidupan dunia, mereka merasa tenteram di dalamnya. Mereka itu akan ditimpa “ghayya,” yaitu kerugian pada hari Kiamat.

Para ulama berbeda pendapat tentang yang dimaksud dengan menyia-nyiakan shalat dalam ayat ini. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan menyia-nyiakannya adalah meninggalkannya secara total, pendapat ini dikemukakan oleh Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, Ibnu Zaid bin Aslam, as-Suddi dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Ini pula yang didukung oleh para ulama Salaf, Khalaf dan para Imam serta pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad dan salah satu pendapat dari Imam asy-Syafi’i, yaitu mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat berdasarkan hadits:

“Di antara hamba dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.”
Dan hadits lain: “Perjanjian yang ada di antara kita dan di antara mereka adalah shalat. Barang-
siapa yang meninggalkannya, maka berarti ia kafir.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i. At-Tirmidzi berkata: “Hasan shahih.” Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan al-Hakim, is berkata: “Shahih.”)

Al-Auza’i berkata dari Musa bin Sulaiman, dari al-Qasim bin Mukhai marah, tentang firman Allah: Fakhalafa mim ba’diHim khalfun adlaa’ush shalaata (“Akan datang sesudah mereka satu generasi yang menyia-nyiakan shalat,”) ia berkata: “Mereka menyia-nyiakan waktu shalat yang jika ia tinggalkan, niscaya ia kafir.”

Al-Auza’i berkata dari Ibrahim bin Yazid, bahwa `Umar bin `Abdul `Aziz membaca: Fakhalafa mim ba’diHim khalfun adlaa’ush shalaata (“Akan datang sesudah mereka satu generasi yang menyia-nyiakan shalat,”) kemudian dia berkata, menyia-nyiakannya itu bukan meninggalkan shalat, akan tetapi menyia-nyiakan waktu-waktunya.”

Ibnu Jarir berkata dari Mujahid, ia berkata: “Mereka adalah umat ini yang saling mengendarai kendaraan binatang dan himar di jalan-jalan, di mana mereka tidak merasa takut kepada Allah yang ada di langit dan tidak merasa malu kepada manusia yang ada di bumi.”

Ka’ab al-Ahbar berkata: “Demi Allah, sesungguhnya aku mendapatkan sifat orang-orang munafik di dalam Kitab Allah adalah mereka banyak minum kopi, meninggalkan shalat, banyak bermain, banyak tidur di waktu malam, lalai di waktu siang dan banyak meninggalkan jama’ah dalam shalat. Kemudian dia membaca ayat ini: Fakhalafa mim ba’diHim khalfun adlaa’ush shalaata wattaba’usy syaHawaati fasaufa yalqauna ghayyan; Al-Hasan al-Bashri berkata: “Mereka meninggalkan masjid dan selalu mengunjungi tempat-tempat hiburan.”

Firman Allah: fasaufa yalqauna ghayyan (“Maka mereka kelak akan menemui kesesatan.”) Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu `Abbas, “Maka mereka kelak akan menemui ghayyan,” yaitu kerugian.

Qatadah berkata: “Yaitu keburukan.” Sufyan ats-Tsauri, Syu’bah, Muhammad bin Ishaq, dari Abu Ishaq as-Subai’i, dari Abu `Ubaidah, bahwa `Abdullah bin Mas’ud berkata, “Maka mereka kelak akan menemui ghayyan,” yaitu sebuah danau di neraka Jahannam yang sangat dalam dan sangat busuk baunya.

Firman Allah: illaa man taaba wa aamana wa ‘amilan shhalihan (“Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih,”) yaitu, kecuali orang yang taubat dari meninggalkan shalat dan dari mengikuti syahwat. Karena Allah pasti menerima taubatnya, memperbaiki akibatnya dan menjadikannya sebagai pewaris Jannatun Na’iim.

Untuk itu, Dia berfirman: fa ulaa-ika yadkhuluunal jannata wa laa yudhlamuuna syai-an (“Maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya sedikit pun.”) Hal itu disebabkan karena taubat akan menghapuskan sesuatu sebelumnya. Di dalam hadits lain: “Orang yang bertaubat dari dosa adalah seperti orang yang tidak memiliki dosa.” (Sunan Ibnu Majah di kitab az-Zuhud)

Untuk itu, orang-orang yang bertaubat dari pekerjaan yang diamalkannya tidak akan dikurangi sedikit pun dari amal mereka, tidak diterima apa yang mereka amalkan sebelum mereka bertaubat, atau dikurangi apa yang diamalkan sesudahnya. Karena, hal tersebut hilang binasa, lenyap terlupakan dan sia-sia dari kemuliaan Allah yang Mahamulia dan dari kelembutan Allah yang Mahalembut.

Pengecualian di sini, seperti firman Allah di dalam surat al-Furqaan: “Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih; maka kejahatan mereka diganti oleh Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Mahapenyayang.” (QS. Al-Furqaan: 68-70)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Maryam ayat 58

24 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Maryam
Surah Makkiyyah; surah ke 19: 98 ayat

tulisan arab alquran surat maryam ayat 58“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Mahapemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam: 58)

Allah berfirman, para Nabi yang dimaksud (dalam ayat ini) bukan hanya orang-orang yang diceritakan di dalam surat ini saja, akan tetapi seluruh Nabi. Penyebutan seseorang ditunjukkan untuk kelompoknya.

Alladziina an’amallaaHu ‘laiHim minan nabiyyiina min dzurriyyati aadama (“Adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dan keturunan Adam,”) As-Suddi dan Ibnu Jarir berkata: “Yang dimaksud dari keturunan Adam adalah Idris, dan yang dimaksud keturunan orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh adalah Ibrahim. Sedangkan yang dimaksud keturunan Ibrahim adalah Ishaq, Ya’qub dan Isma’il, serta yang dimaksud dengan keturunan Israil adalah Musa, Harun, Zakariya, Yahya dan `Isa bin Maryam.”

Ibnu Jarir berkata: “Untuk itu, nasab-nasab mereka dibedakan, sekalipun seluruhnya bergabung pada nasab Adam. Karena, di antara mereka terdapat orang-orang yang tidak termasuk anak cucu orang yang berada di kapal bersama Nuh. Yaitu Idris, karena beliau adalah kakek Nuh. Aku (Ibnu Katsir) berpendapat: “Inilah pendapat yang lebih jelas bahwa Idris berada di jalur nasab Nuh as.” Satu pendapat mengatakan bahwa beliau adalah salah seorang Nabi Bani Israil.

Berdasarkan hadits yang menceritakan kisah Israa’ Mi’raj di mana di dalamnya terdapat kisah salam beliau kepada Nabi datang, wahai Nabi Shalih, saudara yang baik.” Beliau tidak mengucapkan: “Anak Shalih,” sebagaimana yang diucapkan oleh Adam as dan Ibrahim as.

Allah berfirman di dalam ayat yang mulia ini: idzaa tutlaa ‘alaiHim aayaatur rahmaani kharruu sujjadaw wabukiyyan (“Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Mahapemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.”) Yaitu jika mereka mendengarkan Kalamullah yang mengandung berbagai hujjah, fakta dan bukti-bukti (kekuasaan)-Nya, niscaya mereka sujud kepada Rabb mereka dengan penuh tunduk dan merendahkan diri sambil memuji dan bersyukur terhadap nikmat-nikmat agung yang diberikan kepada mereka. “Al-bukiy” adalah bentuk jamak dari baakin.

Untuk itu, Para ulama sepakat tentang disyari’atkannya sujud dalam ayat ini dalam rangka men-
tauladani dan mengikuti mereka.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Maryam ayat 56-57

24 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Maryam
Surah Makkiyyah; surah ke 19: 98 ayat

tulisan arab alquran surat maryam ayat 56-57“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka kisah) Idris (yang disebut) di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi. (QS. 19:56) Dan Kami telab mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (QS. 19:57)” (Maryam: 56-57)

Allah menyebut Idris as dengan memujinya sebagai orang yang jujur lagi seorang Nabi, dan Allah telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Telah berlalu di dalam hadits shahih bahwa Rasulullah pernah bertemu dengannya di waktu malam Israa’ dan saat itu beliau berada di langit keempat.

Ibnu Abi Najih berkata dari Mujahid tentang firman Allah: wa rafa’naaHu makaanan ‘aliyyan (“Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi,”) Idris diangkat dan belum mati sebagaimana diangkatnya `Isa as.

Al-‘Aufi berkata dari Ibnu `Abbas: wa rafa’naaHu makaanan ‘aliyyan (“Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi,”) beliau diangkat ke langit keenam, lalu wafat di sana.

Al-Hasan dan selainnya berkata tentang firman-Nya: wa rafa’naaHu makaanan ‘aliyyan (“Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi,”) yaitu surga.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Maryam ayat 54-55

24 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Maryam
Surah Makkiyyah; surah ke 19: 98 ayat

tulisan arab alquran surat maryam ayat 54-55“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Isma’il (yang tersebut) di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi. (QS. 19:54) Dan ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya. (QS. 19:55)” (Maryam: 54-55)

Ini merupakan pujian dari Allah kepada Isma’il bin Ibrahim al-Khalil yang menjadi bapak Arab Hijaz seluruhnya, yaitu seseorang yang benar janjinya.

Ibnu Juraij berkata: “Dia tidak akan memberikan janji kepada Rabbnya kecuali pasti akan dilaksanakannya.” Yaitu tidak pernah ia mewajibkan suatu ibadah tertentu dengan nadzar kecuali pasti ia akan menegakkannya dan menunaikan haknya. Ibnu Jarir berkata bahwa Isma’i berjanji dengan seorang laki-laki di suatu tempat, lalu Isma’il datang dan laki-laki itu tampaknya
lupa. Akan tetapi, Isma’il tetap menunggu sampai laki-laki itu datang esok harinya dan berkata: “Engkau belum beranjak dari tempat ini.” Isma’il menjawab: “Tidak akan.” Laki-laki itu berkata: “Aku benar-benar lupa.” Isma’il menjawab: “Aku tidak akan beranjak sampai engkau datang.” Untuk itu: kaana shaadiqal wa’di (“Ia adalah seorang yang jujur janjinya.”)

Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunannya bahwa ‘Abdullah bin Abil Hamsa berkata: “Aku berbai’at kepada Rasulullah sebelum beliau diutus menjadi Nabi. Di kemudian hari, aku berjanji bertemu dengannya di suatu tempat. Akan tetapi pada hari itu aku lupa, begitu juga hari keduanya. Maka pada hari ketiga, aku menemui beliau dan aku melihat beliau tetap berada di tempat tersebut. Beliau bersabda padaku: “Hai anak muda, engkau menyebabkan aku rindu. Aku menunggumu di sini sejak tiga hari.”

Sebagian ulama berkata: “Isma’il di sebut ‘Seorang yang jujur janjinya,’ adalah karena ia berkata kepada ayahnya: satajidunii insyaa-allaaHu minash shaabiriin (“Niscaya engkau akan mendapatkan aku termasuk orang-orang yang sabar”) lalu ia jujur dalam masalah itu.” Jujur dalam janji adalah merupakan sifat-sifat terpuji. Sebagaimana menyalahi janji yang merupakan sifat tercela.

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?” (QS. Ash-Shaff: 2)

Rasulullah bersabda: “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga; Jika bicara ia dusta, jika berjanji ia menyalahi, dan jika diberi amanah ia khianat.”

Jika yang disebutkan ini merupakan sifat orang-orang munafik, maka mengupayakan sifat-sifat lawannya merupakan bagian dari sifat-sifat orang mukmin. Untuk itu, Allah memuji hamba dan Rasul-Nya yaitu Isma’il sebagai orang jujur dalam janji. Demikian pula dengan Rasulullah, beliau adalah seorang yang menepati janji, di mana tidaklah beliau berjanji dengan seseorang kecuali beliau pasti akan menepatinya.

Firman-Nya: kaana rasuulan nabiyyan (“Beliau adalah seorang Rasul dan Nabi,”) di dalam ayat ini terkandung petunjuk tentang kemuliaan Isma’il dibandingkan saudaranya, yaitu Ishaq. Karena Allah mensifati Ishaq dengan kenabian saja, sedangkan Isma’il disifati-Nya dengan kenabian dan kerasulan.

Di dalam Shahih Muslim dinyatakan bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memilih Isma’il dari keturunan Ibrahim.”

Hal tersebut menunjukkan kebenaran pendapat yang baru saja kami kemukakan. Firman-Nya: wa kaana ya’muru aHlaHu bish-shalaati waz zakaati wa kaana ‘inda rabbiHii mardliyyan (“Dan dia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang di ridhai di sisi Rabbnya.”) Ayat inipun menunjukkan pujian yang indah, sifat yang terpuji dan persahabatan yang kokoh, dimana beliau adalah seorang yang sabar dalam ketaatan kepada Rabbnya, serta memerintahkan juga kepada keluarganya, sebagaimana firman Allah kepada Rasul-Nya, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu [agar] mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Thaahaa: 132)

Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya Malaikat-Malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6)

Yaitu perintahkanlah yang ma’ruf kepada mereka dan laranglah yang munkar dari mereka dan jangan membiarkan mereka tanpa pengawasan. Sehingga api neraka akan melahap mereka pada hari Kiamat. Terdapat dalam sebuah hadits bahwa Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda:
“Allahmemberi rahmat kepada seorang laki-laki yang bangun di waktu malam, lalu shalat dan membangunkan isterinya, jika ia enggan, maka laki-laki itu memercikkan air ke wajahnya, dan Allah memberi rahmat kepada seorang wanita yang bangun di waktu malam, lalu shalat dan membangunkan suaminya, jika ia tidak mau maka isterinya itu memercikkan air ke wajahnya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda: “Apabila seseorang bangun di waktu malam dan membangunkan isterinya, lalu keduanya shalat dua raka’at, niscaya keduanya dicatat sebagai laki-laki dan perempuan yang selalu banyak mengingat Allah.” (HR. Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah dengan lafazh ini)

bersambung