Arsip | 14.20

Download Game Gratis ???

18 Jul

Download Game Gratis ???
Download Game Gratis ???; Opini dan Dakwah

Untuk down load Game memang butuh biaya, karena pulsa atau kuota internet akan terkuras yang kemudian kita mendapatkan suatu permainan yang kita inginkan. Akan tetapi mengapa kita melupakan sesuatu? Yaitu sebuah Game Gratis yang akan memberikan kesenangan yang abadi?

Mencari kesenangan dan hiburan itu adalah memang perlu, bahkan penting. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah kita kemudian menjadi terlena dan hanyut dalam permainan itu yang sesungguhnya adalah menyita waktu peluang kita untuk menjadi orang yang maju. Fikiran menjadi tidak fokus pada pelajaran dan kerja yang menjadi tanggung jawab kita.

Hal ini jika terus berlanjut dan banyak orang muslim yang melakukannya, maka setelah berlalunya satu generasi akan menghasilkan generasi yang lemah dan tak berdaya dalam persaingan hidup. Karena tidak terbiasa untuk mengeluarkan daya fikiran dan tenaga untuk meraih cita-citanya. Dia hanya hidup dalam mimpi dan halusinasi dengan menekan-nekan tombol untuk mengalahkan musuh dalam game dan dia merasa telah menjadi pahlawan dalam pertarungan mimpinya itu. Bayangkan! Kita dapati generasi yang mabok hidup di alam mimpi dan akan marah jika diingatkan akan bahaya itu.

Sadarlah kaum muslimin, kenalilah agama dan tuntunan Tuhan kalian Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang…

Umat Islam Wajib Pandai dan Kaya

18 Jul

Umat Islam Wajib Pandai dan Kaya
Umat Islam Wajib Pandai dan Kaya; Opini Dakwah

Kenapa harus pandai? Karena segala amalan itu ada ilmunya, dan ilmu itu haruslah dikuasai agar tidak keliru dan salah dalam niat dan pelaksanaannya. Untuk itulah maka diriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah saw. yang mewajibkan bagi tiap muslim untuk menuntut ilmu. Artinya kalau sampai umat Islam terjebak dalam kebodohan, maka pada hakekatnya sekaligus ia berdosa. Kecuali benar-benar diembargo sehingga tidak ada kesempatan dan peluang sedikitpun untuk mengakses ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum.

Dan perlu diingat bahwa jika kebodohan menyelimuti kaum muslimin, maka akan mudah dijajah dan dipermainkan oleh umat lain, seperti diperalat untuk kepentingan ideologi mereka, atau mudah dihasut dan diadu domba.

Umat Islam wajib kaya? Jelas. Bukankah untuk shalat itu butuh pakaian dan perlengkapan shalat? Semua itu dengan biaya. Zakat dan Infak, karena ajaran Islam adalah memberi lebih baik daripada diberi. Kemudian naik haji wajib dan butuh biasa yang sangat besar. dan yang tak kalah penting adalah untuk biaya pendidikan generasi muslim hingga mereka menjadi ‘alim ‘ulama yang mumpuni dan berguna bagi agama dan kemaslahatan umat.

Memang benar kekayaan akan dihisab di akhirat kelak. Namun kalau penggunaannya adalah untuk kebaikan dan mendapat pahala, kenapa tidak? Jangan tertipu oleh argumentasi yang menggunakan ayat-ayat suci dan nash-nash yang berujung pada hilangnya semangat untuk maju, sehingga jadilah jumud dan kerdil hidupnya, menjadi biarawan miskin dan hanya hidup beribadah tanpa ilmu yang akurat, sementara hidupnya meminta-minta atau menjadi beban masyarakat dan negara.

Sjarah telah mencatat bahwa umat Islam pernah memimpin peradaban dunia selama tujuh abad lebih karena mereka mencintai ilmu dan giat berkarya. Nah, Jadilah Muslim yang kuat ilmu, jasmani dan ruhaninya. Sebab muslim yang kuat lebih dicintai Allah daripada muslim yang lemah….

&

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Kahfi ayat 30-31

18 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi (Gua)
Surah Makkiyyah; surah ke 18: 110 ayat

tulisan arab alquran surat al kahfi ayat 30-31“Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shalib, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan-(nya) dengan baik. (QS. 18:30) Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga ‘Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah sebaik-baik pahala, dan tempat istirahat yang indah; (QS. 18:31)” (al-Kahfi: 30-31)

Setelah Allah menceritakan keadaan orang-orang yang celaka, maka la beranjak menceritakan tentang orang-orang yang bahagia, yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan apa yang di bawa oleh para Rasul serta mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka, yakni berbagai amal shalih, maka bagi mereka surga `Adn. Tajrii min tahtiHimul anHaar (“Yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.”) Yakni, dari bawah bilik-bilik dan rumah-rumah mereka. Fir’aun berkata: wa HaadziHil anHaaru tajrii min tahtii… (“Sungai sungai ini mengalir di bawahku,”) dan ayat seterusnya. (QS. Az-Zukhruf: 51).

Firman-Nya: yuhallauna (“Mereka dihiasi,”) yakni dengan perhiasan. fiiHaa min asaawira min dzaHabin (“Di dalam surga itu dengan gelang emas.”) Dan dalam surat yang lain, Dia berfirman: “Disurga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera.” (QS. Al-Hajj: 23)

Berikut ini adalah perinciannya, di mana Dia berfirman: wa yalbasuuna tsiyaaban khudl-ram min sundusiw wa istab-raqin (“Dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal.”) Sundus berarti pakaian yang halus lagi tipis seperti pakaian dalam. Sedangkan istab-raq merupakan pakaian yang terbuat dari sutera tebal yang berkilau.

Firman-Nya lebih lanjut: muttaqi-iina fiHaa ‘alal araa-iki (“Sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah.”) Kata al-ittika’ ada yang mengartikan berbaring, dan ada Pula yang mengartikan duduk bersila, dan yang terakhir ini yang lebih dekat dengan pengertian di sini. Dari kata itu pula muncul sabda Rasulullah dalam sebuah hadits shahih: ammaa ana falaa aakulu muttaki-an (“Sedang aku tidak pernah makan sambil bersandar.”)

Berkenaan dengan kata tersebut, terdapat dua pendapat. Sedangkan kata al-araa-ik merupakan jamak dari kata al-ariikah yang berarti dipan di bawah kain hiasan. Wallahu a’lam.

`Abdurrazzaq mengatakan, Ma’mar memberitahu kami, dari Qatadah mengenai firman-Nya: ‘alal ‘araa-iki (“Di atas dipan-dipan yang indah,”) ia mengatakan, “Yakni, kain hiasan.” Ma’mar mengemukakan, ulama lainnya berkata: “Dipan-dipan di dalam kain hiasan.”

Firman-Nya: ni’mats-tsawaabu wa hasunat murtafaqan (“Itulah sebaik-baik pahala dan tempat istirahat yang indah.”) Maksudnya, surga merupakan pahala yang paling menyenangkan sebagai balasan atas amal perbuatan mereka, dan ia merupakan tempat istirahat yang paling baik. Dengan kata lain, yaitu tempat tinggal dan tempat istirahat yang indah. Sebagaimana firman-Nya berkenaan dengan neraka: “Itulah seburuk-buruk minuman dan sejelek-jelek tempat istirahat.” (QS. Al-Kahfi: 29)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Kahfi ayat 29

18 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi (Gua)
Surah Makkiyyah; surah ke 18: 110 ayat

tulisan arab alquran surat al kahfi ayat 29“Dan katakanlah: ‘Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.’ Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang dhalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah seburuk-buruk minuman dan sejelek-jelek tempat istirahat.” (QS. Al-Kahfi: 29)

Allah berfirman kepada Rasul-Nya, Muhammad saw: katakanlah hai Muhammad kepada umat manusia, apa yang aku bawa kepada kalian dari Rabb kalian adalah kebenaran yang tidak terdapat keraguan di dalamnya. Fa man syaa-a fal yu’min wa man syaa-a falyakfur (“Maka barangsiapa yang ingin [beriman] hendaklah ia beriman dan barangsiapa yang ingin [kafir] biarlah ia kafir.”) Penggalan ayat ini termasuk ancaman keras. Oleh karena itu, Dia berfirman: innaa a’tadnaa lidhh-dhaalimiina (“Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zhalim
itu.”) Yakni, orang-orang yang kafir kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada Kitab-Nya.
Naaran ahaatha biHim suraadiquHaa (“Neraka yang gejolaknya mengepung mereka.”) SuraadiquHa berarti pagarnya. Mengenai firman-Nya: ahaatha biHim suraadiquHaa (“Yang gejolaknya mengepung mereka,”) Ibnu Juraij menceritakan, Ibnu ‘Abbas berkata: “Yakni, dinding yang berasal dari api.”

Firman-Nya: wa iy yastaghitsuu yughaatsu bimaa-in kalmuHli yasywil wujuuHa (“Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah.”) Ibnu `Abbas mengatakan: “Al-muHlu yaitu air kental yang mendidih, seperti endapan minyak.” Mujahid mengatakan, “Yakni seperti darah dan nanah.” Sedangkan `Ikrimah mengungkapkan, “Yakni, sesuatu yang panasnya berada pada puncaknya.”

Pendapat-pendapat di atas tidak saling menafikan satu dengan yang lainnya, karena kata al-muhlu menyatukan sifat-sifat yang menjijikkan secara keseluruhan. Yang ia berwarna hitam, berbau busuk dan kental serta sangat panas. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman, “Yang menghanguskan wajah. “Yakni, karena panasnya. Jika orang kafir bermaksud akan meminumnya dan mendekatkan air itu ke wajahnya, maka wajahnya itu menjadi hangus hingga kulit wajahnya mengelupas.

Lebih lanjut, Allah Ta’ala berfirman: bi’sasy-syaraabu (“Itulah seburuk-buruk minuman.”) Maksudnya, minuman seperti itu benar-benar sangat buruk. Sebagaimana Dia telah berfirman dalam ayat lain: “Dan mereka diberi minum dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya.” (QS. Muhammad: 15)

Firman-Nya: wa saa-at murtafaqan (“Dan sejelek jelek tempat istirahat.”) Maksudnya, neraka itu merupakan tempat tinggal dan tempat berkumpul serta tempat beristirahat yang paling buruk. Sebagaimana yang Dia firmankan dalam ayat yang lain: “Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. Al-Furqaan: 66).

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Kahfi ayat 27-28

18 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi (Gua)
Surah Makkiyyah; surah ke 18: 110 ayat

tulisan arab alquran surat al kahfi ayat 27-28“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (al-Qur’an). Tidak ada (seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya. (QS. 18:27) Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. 18:28) (al-Kahfi: 27-28)

Allah berfirman seraya memerintah Rasul-Nya untuk membaca Kitab-Nya yang mulia serta menyampaikan kepada umat manusia. Laa mubaddila likalimaatiHi (“Tidak ada [seorang pun] yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya.”) Maksudnya, tidak ada yang dapat merubah, menyelewengkan dan menghapusnya.

Firman-Nya: wa lan tajidu min duuniHii multahadan (“Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari Nya.”) Dari Mujahid, ia mengemukakan: “Multahadan berarti tempat berlindung,” dan Qatadah mengartikan “penolong.” Sedangkan Ibnu Jarir mengatakan: “Jika engkau, hai Muhammad, tidak membaca apa yang telah Aku wahyukan kepadamu dari Kitab Rabbmu, maka tidak ada tempat berlindung bagimu dari Allah Ta’ala.”

Firman-Nya: wash-bir nafsaka ma’al ladziina yad’uuna rabbaHum bil ghadaati wal ‘asyiyyi yuriiduuna wajHaHu (“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaan-Nya.”) Maksudnya, duduklah bersama orang-orang yang berdzikir kepada Allah, bertahlil, bertahmid, bertasbih, dan bertakbir serta berdo’a kepada-Nya pada pagi dan sore hari, baik mereka yang miskin maupun yang kaya, kuat maupun lemah.

Ada yang mengatakan, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang terhormat dari kalangan kaum Quraisy, ketika mereka meminta kepada Nabi untuk duduk sendiri saja bersama mereka dan tidak mengajak para sahabatnya yang lemah, misalnya Bilal, ‘Ammar, Shuhaib, Khabbab dan Ibnu Mas’ud. Mereka meminta supaya mereka diberi majelis khusus, maka Allah melarang beliau memenuhi permintaan mereka itu, di mana Dia berfirman: “Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Rabb-nya pada pagi hari dan pada petang hari.” (QS. Al-An’aam: 52).

Allah; menyuruh beliau bersabar dalam duduk bersama mereka, di mana Allah berfirman: wash-bir nafsaka ma’al ladziina yad’uuna rabbaHum bil ghadaati wal ‘asyiyyi (“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan petang hari”) Dalam Shahih Muslim, diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash, ia bercerita: Kami enam orang pemah bersama Nabi . Lalu kaum musyrik berkata kepada Nabi, “Usirlah mereka. Mereka tidak akan berani melawan kami.” Lebih lanjut Sa’ad berkata: Ketika itu aku bersama Ibnu Mas’ud serta seseorang dari Hudzail, Bilal dan dua orang yang aku lupa namanya. Maka timbullah dalam diri Rasulullah apa yang telah menjadi kehendak Allah, lalu beliau berbicara pada diri sendiri. Hingga akhirnya, Allah menurunkan firman-Nya: “Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Rabbnya pada pagi hari dan pada petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya.” (QS. Al-An’aam: 52).

Hadits tersebut diriwayatkan sendiri oleh Muslim tanpa al-Bukhari.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Umamah, ia menceritakan, Rasulullah pernah keluar menemui ahli kisah yang sedang bercerita. Lalu beliau menghentikannya seraya bersabda: “Berkisahlah. Duduk pagi hari sampai matahari terbit lebih aku sukai daripada memerdekakan empat budak.”

Selain itu, Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Anas bin Malik dari Rasulullah saw, beliau bersabda: “Tidaklah suatu kaum berkumpul untuk berdzikir kepada Allah, yang dengannya mereka tidak menghendaki kecuali wajah-Nya, melainkan ia akan diseru oleh seorang penyeru dari langit, ‘Bangunlah kalian dalam keadaan terampuni, dan berbagai keburukanmu telah diganti dengan kebaikan.” Diriwayatkan sendiri oleh Imam Ahmad.

Firman Allah Ta’ala: wa laa ta’du ‘ainaka ‘anHum turiidu ziinatal hataatad dun-yaa (“Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka [karena] mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini.”) Ibnu ‘Abbas mengatakan, dan janganlah engkau mengabaikan mereka karena orang lain. Yakni, engkau mencari ganti mereka dengan orang-orang terhormat dan yang banyak kekayaan.

Wa laa tuthi’ man aghfalnaa qalbaHuu ‘an dzikrinaa (Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami,”) yakni, mengabaikan agama dan ibadah karena sibuk dengan dunia. Wat taba’a HawaaHu wa kaana amruHuu furuthan (“Serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”) Yakni, amal dan perbuatannya sebagai bentuk kebodohan, tindakan melampaui batas, dan sia-sia, dan janganlah kamu taat kepadanya, jangan menyukai jalannya dan jangan iri dengan keadaannya.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Kahfi ayat 25-26

18 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi (Gua)
Surah Makkiyyah; surah ke 18: 110 ayat

tulisan arab alquran surat al kahfi ayat 25-26“Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). (QS. 18:25) Katakanlah: “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain daripada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan. ” (QS. 18:26) (al-Kahfi: 25-26)

Ini merupakan berita dari Allah untuk Rasul-Nya, Muhammad saw. mengenai masa tinggalnya Ash-haabul Kahfi di dalam gua sejak mereka ditidurkan sampai dibangunkan kembali oleh Allah Ta’ala, dan Dia mempertemukan mereka dengan orang-orang yang hidup pada zaman itu. Masa tinggal mereka di dalam gua menurut Allah adalah tiga ratus tahun yang ditambah lagi dengan sembilan tahun menurut hitungan bulan, dan tiga ratus tahun menurut hitungan matahari. Perbedaan antara tahun bulan dengan tahun matahari dalam seratus tahun adalah tiga tahun. Oleh karena itu, setelah mengutarakan tigaratus tahun, Allah Ta’ala berfirman, dan ditambah sembilan tahun.

Firman-Nya: qulillaaHu a’lamu bimaa labitsuu (“Katakanlah: Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal [di gua]. “) Maksudnya, jika engkau ditanya tentang tinggalnya mereka di dalam gua yang engkau tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, maka janganlah engkau mengemukakan sesuatu, tetapi katakanlah pada saat itu, ‘Allah lebihmengetahui berapa lamanya mereka tinggal [di gua, Kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. “) Maksudnya, tidak ada yang mengetahui hal itu kecuali hanya Dia raja dan orang yang diberitahu oleh-Nya. Apa yang kami kemukakan ini juga dikemukakan oleh beberapa ulama tafsir, seperti misalnya Mujahid serta ulama Salaf dan Khalaf. Wallahu a’am.

Firman-Nya: abshir biHii wa asmi’ (“Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya.”) Maksudnya, sesungguhnya Allah Ta’ala Mahamelihat mereka dan Mahamendengar mereka. Ibnu Jarir mengemukakan: “Kalimat itu memberikan pengertian yang sangat positif. Seolah-olah dikatakan: ‘Pandangan-Nya benar-benar terang, dan pendengaran-Nya pun sangat tajam.’” Dan penafsirannya; Dia Mahamelihat segala yang ada dan Mahamendengar segala hal, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya.

Firman-Nya: maa laHum min duuniHii miw waliyyiw wa laa yusyrik fii hukmiHii ahadan (“Tak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain daripada-Nya, dan Dia tidak mengambil seorang
pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.”) Maksudnya, Allah yang mempunyai hak mencipta dan memerintah yang tidak ada penolak bagi hukum-Nya. Tidak ada pembantu, penolong, sekutu dan penasihat bagi-Nya. Mahatinggi Dia lagi Mahasuci.

Bersambung

Shahih Bukhari Bab Al-Qadar; Hadits ke 1

18 Jul

Shahih Bukhari
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ، هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، أَنْبَأَنِي سُلَيْمَانُ الأَعْمَشُ، قَالَ سَمِعْتُ زَيْدَ بْنَ وَهْبٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَهْوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ قَالَ ‏”‏ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، ثُمَّ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ مَلَكًا فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعٍ بِرِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَشَقِيٌّ، أَوْ سَعِيدٌ، فَوَاللَّهِ إِنَّ أَحَدَكُمْ ـ أَوِ الرَّجُلَ ـ يَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا غَيْرُ بَاعٍ أَوْ ذِرَاعٍ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا غَيْرُ ذِرَاعٍ أَوْ ذِرَاعَيْنِ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، فَيَدْخُلُهَا ‏”‏‏.‏ قَالَ آدَمُ إِلاَّ ذِرَاعٌ‏.‏

Telah menceritakan kepada kami Abul Walid, Hisyam bin Abdul Malik telah menceritakan kepada kami Syu’bah telah memberitakan kepadaku Sulaiman Al A’masy mengatakan, saya mendengar Zaid bin Wahab dari Abdullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seorang yang jujur lagi di benarkan, bersabda: “Sungguh salah seorang diantara kalian dihimpun dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah juga seperti itu, kemudian menjadi segumpal daging juga seperti itu, kemudian Allah mengutus malaikat dan diperintahkannya dengan empat hal, rejekinya, ajalnya, sengsara ataukah bahagia, demi Allah, sungguh salah seorang diantara kalian, atau sungguh ada seseorang yang telah mengamalkan amalan-amalan penghuni neraka, sehingga tak ada jarak antara dia dan neraka selain sehasta atau sejengkal, tetapi takdir mendahuluinya sehingga ia mengamalkan amalan penghuni surga sehingga ia memasukinya. Dan sungguh ada seseorang yang mengamalkan amalan-amalan penghuni surga, sehingga tak ada jarak antara dia dan neraka selain sehasta atau dua hasta, lantas takdir mendahuluinya sehingga ia melakukan amalan-amalan penghuni neraka sehingga ia memasukinya.” Sedang Adam mengatakan dengan redaksi ‘kecuali tinggal sehasta’.</b

Shahih Bukhari Bab Sumpah dan Nadzar; Hadits ke 1

18 Jul

Shahih Bukhari
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَبُو الْحَسَنِ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ أَبَا بَكْرٍ ـ رضى الله عنه ـ لَمْ يَكُنْ يَحْنَثُ فِي يَمِينٍ قَطُّ، حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ كَفَّارَةَ الْيَمِينِ وَقَالَ لاَ أَحْلِفُ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتُ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا، إِلاَّ أَتَيْتُ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ، وَكَفَّرْتُ عَنْ يَمِينِي‏.‏

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqatil Abul Hasan telah mengabarkan kepada kami Abdullah telah mengabarkan kepada kami Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah, bahwasanya Abu Bakr radliallahu ‘anhu belum pernah bersumpah hingga Allah menurunkan kaffarat sumpah, dan dia mengatakan; ‘Tidaklah aku bersumpah, kemudian aku melihat yang lainnya lebih baik, melainkan aku melakukan yang lebih baik dan aku membayar kaffarat sumpahku.'</b

Shahih Bukhari Bab Kafarat; Hadits ke 1

18 Jul

Shahih Bukhari
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا أَبُو شِهَابٍ، عَنِ ابْنِ عَوْنٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ، قَالَ أَتَيْتُهُ يَعْنِي النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ‏”‏ ادْنُ ‏”‏‏.‏ فَدَنَوْتُ فَقَالَ ‏”‏ أَيُؤْذِيكَ هَوَامُّكَ ‏”‏‏.‏ قُلْتُ نَعَمْ‏.‏ قَالَ ‏”‏ فِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ‏”‏‏.‏ وَأَخْبَرَنِي ابْنُ عَوْنٍ عَنْ أَيُّوبَ قَالَ صِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ، وَالنُّسُكُ شَاةٌ، وَالْمَسَاكِينُ سِتَّةٌ‏.‏

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Abu Syihab dari Ibnu ‘Aun dari Mujahid dari Abdurrahman bin Abu Laila dari Ka’b bin Ujrah mengatakan, aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau berkata: “Mendekatlah kesini!” Aku pun mendekat. Nabi bertanya: “Apa kamu merasa terganggu oleh kutumu?” “Iya” jawabku. Nabi bersabda: “Kalau begitu kamu bayar fidyahmu berupa puasa, sedekah atau binatang kurban.” Dan telah mengabarkan kepadaku Ibnu ‘Aun dari Ayyub dengan redaksi; “Puasa tiga hari, binatang kurban berupa kambing, atau memberi makan enam orang miskin.”</b

Shahih Bukhari Bab Al-Faraa’id; Hadits ke 1

18 Jul

Shahih Bukhari
Kumpulan Hadits Shahih Bukhari

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ، سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ ـ رضى الله عنهما ـ يَقُولُ مَرِضْتُ فَعَادَنِي رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبُو بَكْرٍ وَهُمَا مَاشِيَانِ، فَأَتَانِي وَقَدْ أُغْمِيَ عَلَىَّ فَتَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَصَبَّ عَلَىَّ وَضُوءَهُ فَأَفَقْتُ‏.‏ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أَصْنَعُ فِي مَالِي، كَيْفَ أَقْضِي فِي مَالِي فَلَمْ يُجِبْنِي بِشَىْءٍ حَتَّى نَزَلَتْ آيَةُ الْمَوَارِيثِ‏.‏

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Muhammad bin Al Munkadir, ia mendengar Jabir bin Abdullah radliallahu ‘anhuma mengatakan; aku pernah sakit, Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam dan Abu Bakar menjengukku dengan berjalan kaki. Keduanya mendatangiku ketika aku sedang pingsan, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam berwudhu’, dan sisa wudhunya beliau guyurkan kepadaku sehingga aku siuman (sadar). Maka aku bertanya; ‘Bagaimana yang harus aku lakukan terhadap hartaku?, bagaimana yang ahrus aku putuskan terhadap hartaku? ‘ Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam sama sekali tidak menjawab sepatah kata pun hingga turun ayat waris.</b