Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi (Gua)
Surah Makkiyyah; surah ke 18: 110 ayat
“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (al-Qur’an). Tidak ada (seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya. (QS. 18:27) Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. 18:28) (al-Kahfi: 27-28)
Allah berfirman seraya memerintah Rasul-Nya untuk membaca Kitab-Nya yang mulia serta menyampaikan kepada umat manusia. Laa mubaddila likalimaatiHi (“Tidak ada [seorang pun] yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya.”) Maksudnya, tidak ada yang dapat merubah, menyelewengkan dan menghapusnya.
Firman-Nya: wa lan tajidu min duuniHii multahadan (“Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari Nya.”) Dari Mujahid, ia mengemukakan: “Multahadan berarti tempat berlindung,” dan Qatadah mengartikan “penolong.” Sedangkan Ibnu Jarir mengatakan: “Jika engkau, hai Muhammad, tidak membaca apa yang telah Aku wahyukan kepadamu dari Kitab Rabbmu, maka tidak ada tempat berlindung bagimu dari Allah Ta’ala.”
Firman-Nya: wash-bir nafsaka ma’al ladziina yad’uuna rabbaHum bil ghadaati wal ‘asyiyyi yuriiduuna wajHaHu (“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaan-Nya.”) Maksudnya, duduklah bersama orang-orang yang berdzikir kepada Allah, bertahlil, bertahmid, bertasbih, dan bertakbir serta berdo’a kepada-Nya pada pagi dan sore hari, baik mereka yang miskin maupun yang kaya, kuat maupun lemah.
Ada yang mengatakan, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang terhormat dari kalangan kaum Quraisy, ketika mereka meminta kepada Nabi untuk duduk sendiri saja bersama mereka dan tidak mengajak para sahabatnya yang lemah, misalnya Bilal, ‘Ammar, Shuhaib, Khabbab dan Ibnu Mas’ud. Mereka meminta supaya mereka diberi majelis khusus, maka Allah melarang beliau memenuhi permintaan mereka itu, di mana Dia berfirman: “Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Rabb-nya pada pagi hari dan pada petang hari.” (QS. Al-An’aam: 52).
Allah; menyuruh beliau bersabar dalam duduk bersama mereka, di mana Allah berfirman: wash-bir nafsaka ma’al ladziina yad’uuna rabbaHum bil ghadaati wal ‘asyiyyi (“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan petang hari”) Dalam Shahih Muslim, diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash, ia bercerita: Kami enam orang pemah bersama Nabi . Lalu kaum musyrik berkata kepada Nabi, “Usirlah mereka. Mereka tidak akan berani melawan kami.” Lebih lanjut Sa’ad berkata: Ketika itu aku bersama Ibnu Mas’ud serta seseorang dari Hudzail, Bilal dan dua orang yang aku lupa namanya. Maka timbullah dalam diri Rasulullah apa yang telah menjadi kehendak Allah, lalu beliau berbicara pada diri sendiri. Hingga akhirnya, Allah menurunkan firman-Nya: “Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Rabbnya pada pagi hari dan pada petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya.” (QS. Al-An’aam: 52).
Hadits tersebut diriwayatkan sendiri oleh Muslim tanpa al-Bukhari.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Umamah, ia menceritakan, Rasulullah pernah keluar menemui ahli kisah yang sedang bercerita. Lalu beliau menghentikannya seraya bersabda: “Berkisahlah. Duduk pagi hari sampai matahari terbit lebih aku sukai daripada memerdekakan empat budak.”
Selain itu, Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Anas bin Malik dari Rasulullah saw, beliau bersabda: “Tidaklah suatu kaum berkumpul untuk berdzikir kepada Allah, yang dengannya mereka tidak menghendaki kecuali wajah-Nya, melainkan ia akan diseru oleh seorang penyeru dari langit, ‘Bangunlah kalian dalam keadaan terampuni, dan berbagai keburukanmu telah diganti dengan kebaikan.” Diriwayatkan sendiri oleh Imam Ahmad.
Firman Allah Ta’ala: wa laa ta’du ‘ainaka ‘anHum turiidu ziinatal hataatad dun-yaa (“Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka [karena] mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini.”) Ibnu ‘Abbas mengatakan, dan janganlah engkau mengabaikan mereka karena orang lain. Yakni, engkau mencari ganti mereka dengan orang-orang terhormat dan yang banyak kekayaan.
Wa laa tuthi’ man aghfalnaa qalbaHuu ‘an dzikrinaa (Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami,”) yakni, mengabaikan agama dan ibadah karena sibuk dengan dunia. Wat taba’a HawaaHu wa kaana amruHuu furuthan (“Serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”) Yakni, amal dan perbuatannya sebagai bentuk kebodohan, tindakan melampaui batas, dan sia-sia, dan janganlah kamu taat kepadanya, jangan menyukai jalannya dan jangan iri dengan keadaannya.
Bersambung
Tag:al-kahfi, Al-qur'an, ayat, ayat 27-28, ibnu katsir, surah, surah al kahfi, surat, surat al kahfi, tafsir, tafsir alquran, tafsir ibnu katsir