Arsip | 09.42

Learning Islam

29 Jul

Do you want to learn Islam?
Please select the links below. You may to translate this Indonesian Text

cropped-99.jpg

Ijab Qabul Bahasa Arab

29 Jul

Ijab Qabul Bahasa Arab
Akad Nikah dengan Bahasa Arab dan Artinya

ijab qobul bahasa arab dan artinya

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anbiyaa’ ayat 38-40

29 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anbiyaa’ (Nabi-Nabi)
Surah Makkiyyah; surah ke 21: 112 ayat

tulisan arab alquran surat al anbiyaa' ayat 38-40“Mereka berkata: ‘Kapankah janji itu akan datang, jika kamu sekalian adalah orang-orang yang benar?’ (QS. 21: 38) Andaikata orang-orang kafir itu mengetahui, waktu (di mana) mereka tak mampu untuk mengelakkan api neraka dari muka mereka dan (tidak pula) dari punggung mereka, sedang mereka tidak (pula) mendapatkan pertolongan, (tentulah mereka tidak meminta disegerakan). (QS. 21: 39) Sebenarnya (adzab) itu akan datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong, lain membuat mereka menjadi panik, maka mereka tidak sanggup menolaknya dan tidak (pula) mereka diberi tangguh. (QS. 21: 40)” (al-Anbiyaa’: 38-40)

Allah Ta’ala mengabarkan tentang orang-orang musyrik bahwa mereka meminta disegerakan pula ditimpakan adzab sebagai wujud pendustaan, penentangan, kekufuran, pembangkangan dan sikap meremehkan. Maka, Dia berfirman: wa yaquuluuna mataa Haadzal wa’du in kuntum shaadiqiin (“Mereka berkata: ‘Kapankah janji itu akan datang, jika kamu adalah orang-orang yang benar?’”)

Allah Ta’ala berfirman: lau ya’lamul ladziina kafaruu hiina laa yakuffuuna ‘aw wujuuHiHimun naara walaa ‘an dhuHuuriHim (“Andaikata orang-orang kafir itu mengetahui, waktu [di mana] mereka itu tidak mampu mengelakkan api neraka dari muka mereka dan dari punggung mereka,”) yaitu seandainya mereka yakin bahwa hal tersebut tidak mustahil akan terjadi pada mereka, niscaya mereka tidak meminta disegerakan. Maka, adzab itu akan meliputi mereka dari berbagai sudut. Wa laa Hum yunsharuun (“Sedangkan mereka tidak mendapatkan pertolongan,”) yaitu tidak ada yang menjadi penolong mereka, sebagaimana Dia berfirman: “Dan tak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari adzab Allah.” (QS. Ar-Ra’d: 34)

Firman-Nya: bal ta’tiiHim baghtatan (“Sebenarnya adzab itu akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba,”) yaitu mendadak, lalu membuat mereka menjadi panik, kemudian mereka menyerah dalam keadaan bingung, tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan.
Walaa yastathii’uuna raddaHaa (“Maka mereka tidak sanggup menolaknya”) yaitu mereka tidak lagi memiliki kekuatan untuk itu.
Wa laa Hum yundharuun (“Dan tidak pula mereka diberi tangguh,”) yaitu tidak ditunda bagi mereka satu jam pun.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anbiyaa’ ayat 36-37

29 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anbiyaa’ (Nabi-Nabi)
Surah Makkiyyah; surah ke 21: 112 ayat

tulisan arab alquran surat al anbiyaa' ayat 36-37“Dan apabila orang-orang kafir itu melihatmu, mereka hanya membuatmu menjadi olok-olok. (Mereka mengatakan): ‘Apakah ini orang yang mencela ilah-ilahmu?’ padahal mereka adalah orang-orang yang ingkar mengingat Allah Yang Mahapemurah. (QS. 21: 36) Manusia telah dijadikan (bertabi’at) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (adzab)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. (QS. 21: 37)” (al-Anbiyaa’: 36-37)

Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya: idzaa ra-aakal ladziina kafaruu (“Dan apabila orang-orang kafir itu melihatmu,”) yaitu orang-orang kafir Quraisy, seperti Abu jahal dan orang-orang yang serupa dengannya. Iy yattakhidzuunaka illaa Huzuwan (“Mereka hanya membuatmu menjadi olok-olok,”) yaitu mereka mengolok;olok dan meremehkanmu. Mereka berkata: aHaadzal ladzii yadzkuru aaliHatakum (“Apakah ini orang yang mencela ilah-ilahmu?”) Yang mereka maksudkan adalah, apakah ini orang yang mengejek ilah-ilah kalian dan menganggap bodoh pembesar-pembesar kalian?

Allah Ta’ala berfirman: wa Hum bidzikri rahmaani Hum kaafiruun (“Padahal mereka adalah orang-orang yang ingkar mengingat Allah Yang Mahapemurah”) yaitu mereka kafir kepada Allah, dan di samping itu mereka mengolok-olok Rasulullah saw.

Firman-Nya: khuliqal insaanu min ‘ajal (“Manusia telah dijadikan [bertabi’at] tergesa-gesa,”) sebagaimana Dia berfirman di dalam ayat yang lain: wa kaanal insaanu ‘ajuulan (“Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa,”) (QS. Al-Israa’:11), dalam berbagai urusan.

Allah Ta’ala berfirman: khuliqal insaanu min ‘ajalin. Sa uuriikum aayaatii falaa tasta’jiluun (“Manusia telah dijadikan [bertabi’at] tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda-Ku. Maka, janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera,”) hikmah disebutkannya ketergesa-gesaan manusia dalam ayat ini adalah ketika Dia menceritakan orang-orang yang mengejek Rasul saw, yaitu terjadi di dalam jiwa, serta kecepatan pembalasan dan ketergesa-gesaan menghukum mereka, maka Allah Ta’ala berfirman bahwa manusia diciptakan (bertabi’at) tergesa-gesa. Karena, sesungguhnya Allah Ta’ala mengulur orang yang dhalim, hingga tiba-tiba Dia menghukumnya tanpa ditunda-tunda, kemudian disegerakan dan dilihat tanpa diakhirkan.

Untuk itu, Dia berfirman: sa-uuriikum aayaatii (“Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda-Ku,”) yaitu hukuman-Ku, kebijaksanaan-Ku dan siksaan-Ku bagi orang-orang yang bermaksiat kepada-Ku; falaa tasta’jiluun (“Maka, janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.”)

bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anbiyaa’ ayat 34-35

29 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anbiyaa’ (Nabi-Nabi)
Surah Makkiyyah; surah ke 21: 112 ayat

tulisan arab alquran surat al anbiyaa' ayat 34-35“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelummu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? (QS. 21: 34) Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (QS. 21: 35)” (al-Anbiyaa’: 34-35)

Allah Ta’ala berfirman: wa maa ja’alnaa libasyarim min qablika (“Kami tidak menjadikan bagi seorang manusia pun sebelummu,”) Hai Muhammad; al-khulda (“Hidup abadi,”) di dunia. Bahkan, bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Ar-Rahmaan: 26-27)

Firman-Nya: afa im matta (“Maka jikalau kamu mati,”) hai Muhammad; fa Humul khaaliduun (“Apakah mereka akan kekal?”) Yaitu, mereka berangan-angan untuk hidup setelahmu. Semua ini tidak mungkin, bahkan seluruhnya akan menuju kebinasaan. Untuk itu, Allah Ta’ala berfirman: kullu nafsin dzaa-iqatul maut (“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.”)

Firman-Nya: wa nabluukum bisyarri wal khairi fitnatan (“Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan,”) yaitu Kami terkadang menguji kalian dengan berbagai musibah dan terkadang dengan berbagai nikmat, lalu Kami akan melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur serta siapa yang bersabar dan siapa yang putus asa. Sebagaimana `Ali bin Abi Thalhah berkata bahwa Ibnu `Abbas berkata: wa nabluukum; Kami menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan, yaitu dengan kesulitan dan kelapangan, kesehatan dan penyakit, kaya dan faqir, halal dan haram, taat dan maksiat, petunjuk dan kesesatan.

Firman-Nya: wa ilainaa turja’uun (“Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan,”) lalu, Kami akan membalas amal-amal kalian.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anbiyaa’ ayat 30-33

29 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anbiyaa’ (Nabi-Nabi)
Surah Makkiyyah; surah ke 21: 112 ayat

tulisan arab alquran surat al anbiyaa' ayat 30-33“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetabui bahwasanya langit bumi itu keduanya dulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak juga beriman? (QS. 21: 30) Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi ini goncang bersama mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk. (QS. 21: 31) Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya 21: 32) Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan Siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (QS. 21: 33)” (al-Anbiyaa’: 30-33)

Allah Ta’ala berfirman mengingatkan tentang kekuasaan-Nya sempurna dan kerajaan-Nya yang agung.

Awalam yaral ladziina kafaruu (“Dan apakah orang-orang yang kafir itu tidak mengetahui,”) yaitu orang-orang yang mengingkari Ilahiyyah-Nya lagi menyembah selain Dia bersama-Nya. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah adalah Rabb Yang Mahaesa dalam penciptaan lagi bebas dalam penataan, maka bagaimana mungkin layak diibadahi bersama selain-Nya atau disekutukan bersama yang lain-Nya?

Apakah mereka tidak mengetahui bahwa langit dan bumi dahulunya adalah bersatu, yaitu seluruhnya sambung menyambung, bersatu dan sebagiannya bertumpuk di atas bagian yang lainnya pertama kali? Lalu, satu bagian yang ini berpecah-belah, maka langit menjadi tujuh dan bumi menjadi tujuh serta antara langit dunia dan bumi dipisahkan oleh udara, hingga hujan turun langit dan tanah pun menumbuhkan tanam-tanaman.

Untuk itu, Dia berfirman: wa ja’alnaa minal maa-i kulla syai-in hayyin afalaa yu’minuun (“Dan dari air, Kami jadikansegala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”) Yaitu, mereka menyaksikan berbagai makhluk, satu kejadian demi kejadian secara nyata. Semua itu adalah bukti tentang adanya Mahapencipta Yang berbuat secara bebas lagi Mahakuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.

Athiyyah al-‘Aufi berkata: “Dahulu, alam ini bersatu, tidak menurunkan hujan, lalu hujan pun turun. Dan dahulu alam ini bersatu, tidak menumbuhkan tanam-tanaman, lalu tumbuhlah tanam-tanaman.”

Isma’il bin Abi Khalid berkata: “Aku bertanya kepada Abu Shalih al-Hanafi tentang firman-Nya: annas samaawaati wal ardla kaanataa ratqan fafataqnaa Humaa (“Bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya,”) maka dia menjawab: `Dahulu langit itu satu, kemudian dipisahkan menjadi tujuh lapis langit. Dan dahulu bumi itu kemudian dipisahkan menjadi tujuh lapis bumi.` Demikian yang dikatakan oleh Mujahid dan dia menambahkan: “Dahulu, langit dan bumi tidak saling bersentuhan.”

Said bin Jubair berkata: “Bahkan, dahulu langit dan bumi saling bersatu padu. Lalu, ketika langit diangkat dan bumi dihamparkan, maka itulah pemisahan keduanya yang disebutkan oleh Allah dalam Kitab-Nya.”
Al-Hasan dan Qatadah berkata: “Dahulu, keduanya menyatu, lalu keduanya dipisahkan dengan udara ini.”

Dan firman-Nya: wa ja’alnaa minal maa-i kulla syai-in hayyin (“Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup,”) yaitu asal setiap yang hidup. Wallahu a’lam.

Firman-Nya: wa ja’alnaa fil ardli rawaasiya (“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh,”) yaitu gunung-gunung yang mengokohkan, memantapkan dan memperberat bumi agar ia tidak goncang bersama manusia, yaitu goncang dan bergerak, hingga mereka tidak dapat tenang di dalamnya.

Karena, gunung-gunung itu tertutup di dalam air kecuali seperempatnya saja yang menjulang di udara dan mendekati matahari, agar penghuninya dapat menyaksikan langit serta tanda-tanda yang melimpah, hikmah-hikmah dan petunjuk yang terkandung di dalamnya. Untuk itu Dia berfirman: an tamiida biHim ( “Supaya bumi itu tidak tidak goncang bersama mereka.”)

Dan firman-Nya: wa ja’alnaa fiiHaa subulan fijaajan (“Dan telah Kami jadikan pula di bumi itu jalan jalan yang luas,”) yaitu lubang-lubang di dalam gunung-gunung yang digunakan untuk menempuh perjalanan dari satu daerah ke daerah lain dan dari satu negara ke negara lain. Sebagaimana yang dapat disaksikan di bumi, gunung-gunung itu menjadi dinding antara satu negeri dengan negeri yang lain, lalu Allah menjadikan di dalamnya lubang-lubang jalan yang luas, agar manusia berjalan di atasnya dari satu tempat ke tempat yang lain. Untuk itu Dia berfirman: la’allaHum yaHtaduun (“Agar mereka mendapat petunjuk.”)

Firman-Nya: wa ja’alnas samaa-a saqfam mahfuudhan (“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara,”) yaitu di atas bumi, seperti kubah yang ada di atasnya. Mahfuudhan (“Terpelihara,”) yaitu tidak dapat dicapai dan teryelihara. Mujahid berkata: “Tinggi terangkat.”

Firman-Nya: wa Hum ‘an aayaatiHaa mu’ridluun (“Sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda yang terdapat padanya,”) yaitu mereka tidak memikirkan apa yang diciptakan oleh Allah yang begitu luas lagi besar dan tinggi menjulang serta apa yang menghiasinya berupa bintang-bintang yang diam dan beredar pada malam hari dan Siang hari, beredar mengelilingi matahari yang menempuh (garis) edarnya secara sempurna satu hari satu malam. Dia menempuh perjalanan untuk tujuan yang tidak diketahui ukurannya kecuali oleh Allah Yang telah menentukan, menata dan memperjalankannya.

Kemudian Dia berfirman mengingatkan sebagian ayat-ayat-Nya: wa Huwal ladzii khalaqal laila wan naHaara (“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang,”) yaitu malam dengan kegelapan dan ketenangannya serta siang dengan cahaya dan kesibukannya. Terkadang, malam lebih panjang waktunya dan siang lebih singkat, serta sebaliknya.

Wasy-syamsa wal qamara (“Matahari dan bulan,”) matahari memiliki cahaya yang khusus, ruang edar sendiri, masa yang terbatas serta gerakan dan perjalanan khusus. Sedangkan bulan dengan cahaya lain, ruang edar lain, perjalanan lain dan ukuran lain. Kullun fii falakiy yasbahuun (“Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya,”) yaitu mereka beredar.

Ibnu `Abbas berkata: “Mereka beredar sebagaimana tenunan beredar di alat putarannya.” Mujahid berkata: “Tenunan tidak beredar kecuali di alat putarannya dan tidak ada alat putaran kecuali dengan tenunannya. Demikian pula dengan bintang-bintang, matahari dan bulan tidak beredar kecuali dengan alat edarnya dan alat edarnya tidak berputar kecuali dengan semua itu.”

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anbiyaa’ ayat 26-29

29 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anbiyaa’ (Nabi-Nabi)
Surah Makkiyyah; surah ke 21: 112 ayat

tulisan arab alquran surat al anbiyaa' ayat 26-29“Dan mereka berkata: ‘Yang Mahapemurah telah mengambil (mempunyai) anak,’ Mahasuci Allah. Sebenarnya (para Malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, (QS. 21: 26) mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkatan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. (QS. 21: 27) Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (Malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tidak memberi syafa’at melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya. (QS. 21: 28) Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan: ‘Sesungguhnya aku adalah ilah selain daripada Allah,’ maka orang itu Kami beri balasan dengan jahannam, demikian Kami memberi balasan kepada orang-orang dhalim. (QS. 21: 29)” (al-Anbiyaa’: 26-29)

Allah Ta’ala berfirman menolak orang yang menyangka bahwa Allah Yang Mahatinggi dan Mahasuci memiliki anak dari kalangan Malaikat, seperti orang Arab yang berkata: “Sesungguhnya, Para Malaikat adalah anak-anak perempuan Allah.”
Maka Dia berfirman: subhaanaHu bal ‘ibaadum mukramuun (“Mahasuci Allah. Sebenarnya para Malaikat itu adalah hamba-hamba yang dimuliakan,”) yaitu para Malaikat itu adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan di sisi-Nya, berada di tempat-tempat yang tinggi dan derajat-derajat yang agung. Sedangkan mereka berada dalam puncak ketaatan kepada-Nya, dalam perkataan dan perbuatan.

Laa yasbiquunaHu bilqauli wa Hum bi amriHii ya’maluun (“Mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah perintah-Nya,”) yaitu mereka tidak mendahului satu perkarapun di hadapan-Nya serta tidak membangkang terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka. Bahkan, mereka amat bersegera melakukannya. Dia Mahatinggi ilmu-Nya lagi meliputi mereka. Tidak satu halpun yang tersembunyi dari-Nya.
Ya’lamu maa baina aidiiHim wa maa khalfaHum (“Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka dan yang di belakang mereka.”)

Firman-Nya: laa yasy-fa’uuna illaa limanir tadlaa (“Dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridhai Allah,”) seperti firman-Nya, “Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tang izin-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 255)

Wa Hum min khasy-yataiHim musy-fiquun (“Mereka selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya,”) karena takut dan gentarnya.

Wa may yaqul minHum innii ilaaHum min duuniHi (“Dan barang-siapa di antara mereka mengatakan: `Sesungguhnya aku adalah ilah selain dari-pada Allah,”) yaitu sebagian mereka mengaku bahwa dia adalah ilah selain Allah, yaitu bersama Allah.
Fa dzaalika najziiHi jaHannama kadzaalika najzidh dhaalimiin (“Maka, orang itu kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan balasan kepada orang-orang dhalim,”) yaitu kepada setiap orang yang berkata demikian. Ini adalah syarat, dan sebuah syarat tidak mesti terjadi.

Bersambung

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anbiyaa’ ayat 24-25

29 Jul

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anbiyaa’ (Nabi-Nabi)
Surah Makkiyyah; surah ke 21: 112 ayat

tulisan arab alquran surat al anbiyaa' ayat 24-25“Apakah mereka mengambil ilah-ilah selain-Nya? Katakanlah: ‘Tunjukkanlah hujjahmu! (Al-Qur’an) ini adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang-orang sebelumku.’ Sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengetahui yang haq, karena itu mereka berpaling. (QS. 21: 24) Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada Ilah (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku. (QS. 21: 25)” (al-Anbiyaa’: 24-25)

Allah Ta’ala berfirman: amit takhadzuu min duunillaaHi aaliHatan, qul (“Apakah mereka mengambil ilah-ilah selain-Nya? Katakanlah,”) hai Muhammad; Haatuu burHaanakum (“Tunjukkanlah hujjahmu,”) yaitu dalil tentang apa yang kalian katakan. Haadzaa dzikru mam ma’iya (“Ini adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku,”) yaitu al-Qur’an. Wa dzikru man qablii (“Dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku,”) yaitu kitab-kitab terdahulu, berbeda dengan apa yang kalian katakan dan apa yang kalian kira. Maka, setiap kitab yang diturunkan kepada Nabi yang diutus, berbicara bahwa tidak ada Ilah (yang berhak untuk d ibadahi secara benar) kecuali Allah. Akan tetapi, kalian hai orang orang musyrik tidak mengetahui kebenaran, hingga kalian berpaling darinya.

Untuk itu, Dia berfirman: wa maa arsalnaa min qablika illaa nuuhi ilaiHi annaHuu laa ilaaHa ilaa ana fa’buduun (“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya; bahwasanya tidak ada Ilah [yang haq] melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian Aku,”) maka, setiap Nabi yang diutus oleh Allah mengajak untuk beribadah hanya kepada Allah Yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan fitrah pun menjadi saksi hal tersebut. Sedangkan orang-orang musyrik tidak memiliki bukti dan hujjah yang jelas di sisi Rabb mereka. Mereka akan mendapatkan kemurkaan dan adzab yang amat pedih.

Bersambung