Arsip | 06.20

Menjual Batang dan Buahnya

13 Des

Kajian Fiqih Empat Imam Madzab;
Syekh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi

Para Imam madzab sepakat bahwa yang termasuk menjual pekarangan adalah tanah dan segala bangunan yang berada di atasnya termasuk kamar mandinya. Namun suatu yang dapat dipindahkan tidak termasuk di dalamnya, seperti timba, kerekan, tempat tidur, pintu, bejana, rak dan paku yang masih bagus. Menurut Hanafi: segala yang dipandang hak rumah tidak termasuk dalam penjualan meskipun bersambung dengan pekarangan. Zufar berpendapat apabila di dalam rumah terdapat perkakas dan kain-kain, barang tersebut masuk penjualan.

Apabila seseorang menjual pohon kurma, sedangkan di atasnya terdapat mayang kurma yang belum dikawinkan, ia ikut dijual. Adapun yang belum dikawinkan tidak termasuk. Demikian menurut Maliki, Syafi’i dan Hambali. Hanafi berpendapat: mayang yang sedang keluar adalah hak penjual. Ibn Abi Laila berpendapat: buah kurma adalah hak pembeli.

Para imam madzab sepakat bahwa tidak termasuk yang terjual adalah pelana, kekang, dan tali kekang dalam penjualan kuda. Adapun menurut sebagian ulama, semua itu termasuk yang terjual.

Apabila seseorang menjual sebatang pohon yang di atasnya terdapat buah milik penjual maka penjual tidak dibebani keharusan memetik buah tersebut dengan segera, tetapi harus ditunggu masa memetiknya menurut kebiasaan. Demikian menurut Maliki, Syafi’i dan Hambali. Sedangkan Hanafi berpendapat: harus dipetik segera, tidak boleh dinantikan masa memetiknya.

Tidak dibolehkan menjual buah-buahan dan tanaman sebelum nyata baiknya dengan tidak disyaratkan memetik segera. Demikian menurut Maliki, Syafi’i dan Hambali. Sedangkan Hanafi berpendapat: menjualnya adalah sah secara mutlak dan hendaknya dipetik segera.

Jika seseorang menjual buah-buahan sesudah nyata baiknya, hukumnya adalah boleh. Demikian menurut Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Sedangkan menurut Hanafi: tidak boleh menjualnya dengan syarat tidak dipetik segera.

Yang termasuk dalam penjualan adalah segala sesuatu yang ada bersamanya di dalam kebun itu. Adapun yang ada pada kebun lain, tidak termasuk di dalamnya. Demikian menurut Syafi’i dan Hambali. Sedangkan Maliki berpendapat: boleh menjual yang ada di sekitarnya jika telah nyata kebaikan pada sebatang kurma, boleh dijual seluruh buah yang ada pada kebun tersebut. Al-Laits berpendapat: apabila telah nyata baiknya pada satu jenis buah-buahan yang ada dalam kebun, dibolehkan menjual seluruh jenis buah-buahan yang berada dalam kebun tersebut.

Apabila seseorang menjual buah yang telah nyata bainya dan buah yang akan keluar sesudah itu, penjualannya tidak sah. Demikian menurut Hanafi, Syafi’i dan Hambali. Sedangkan menurut Maliki: sah penjualannya.

Apabila seseorang menjual setumpuk makanan dengan mengecualikan beberapa mud, atau beberapa gantang yang sudah ditentukan, penjualannya tidak sah, sebagaimana tidak boleh mengecualikan suatu cabang tertentu dari sebatang pohon. Demikian menurut Hanafi, Syafi’i dan Hambali. Menurut pendapat Maliki: Hal demikian adalah boleh.

Apabila seseorang mengatakan: “Aku jual kepadamu buah-buahan kebun ini kecuali seperempatnya.” Maka penjualan seperti itu adalah sah. Demikian menurut kesepakatan para imam madzab. Al-Awza’i berpendapat: tidak sah penjualan yang demikian.

Tidak sah menjual kambing dengan mengecualikan sesuatu darinya, seperti kulit ataupun lainnya, baik dalam mukim maupun di dalam safar. Demikian menurut Hanafi dan Syafi’i. Menurut Hambali: hal demikian dibolehkan, jika yang dikecualikan adalah kepala dan telapaknya yang berada di bawah tumit. Maliki: boleh yang demikian dalam safar, tidak jika dalam mukim.

&

Riba

13 Des

Kajian Fiqih Empat Imam Madzab;
Syekh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi

Benda-benda yang telah ditetapkan ijma atas keharamannya karena riba, ada enam macam:
1. Emas
2. Perak
3. Gandum
4. Syair
5. Kurma
6. Garam

Menurut Syafi’i, diharamkan riba pada emas dan perak karena kedua benda itu mempunyai ‘illat [sebab] yang tetap, yaitu termasuk jenis harga. Hanafi: ‘illat diharamkannya emas dan perak karena kedua benda tersebut adalah jenis yang dapat ditimbang. Oleh karena itu, haram menjual atau membeli secara riba segala benda yang bisa ditimbang.

Adapun empat ‘illat yang lain, menurut Syafi’i dalam qaul jadid ialah karena benda-benda itu adalah jenis makanan. Oleh karena itu, haram riba pada minyak makanan dan air, menurut pendapat yang shahih. Adapun menurut pendapat dalam qaul qadim-nya ialah karena benda-benda itu termasuk jenis makanan atau jenis yang dapat disukat atau termasuk jenis yang dapat ditimbang.

Ulama ahlu dhahir berkata: Riba itu tidak di-‘illat-kan. Oleh karena itu, riba hanya terjadi pada enam macam benda itu. Maliki berpendapat: ‘illatnya adalah karena benda tersebut termasuk makanan yang mengenyangkan dan dapat dipergunakan untuk makanan pengenyang di antara jenis-jenis makanan yang dapat disimpan. Dari Hambali diperoleh dua riwayat: pertama seperti pendapat Syafi’i. Kedua seperti pendapat Hanafi.

Rabi’ah berkata: setiap barang yang diwajibkan zakat padanya maka haramlah riba padanya, seperti tidak dibolehkan menjual seekor unta dengan dua ekor unta. Ibn Sirin berkata: yang menjadi ‘illat adalah jenisnya sendiri. Dari semua itu, dinukilkan oleh sebagian para shahabat bahwa riba yang diharamkan dalam jual beli hanyalah riba nasi’ah, bukan riba tafdhil.

Apabila yang demikian telah menjadi ketetapan, seluruh kaum Muslim sepakat tidak dibolehkannya menjual emas dengan emas jika salah satunya tidak sama-sama hadir ketika terjadi jual-beli. Demikian juga, tidak boleh menjual perak dengan perak, baik yang masih terurai maupun yang sudah ditempa, kecuali seimbang, baik dalam timbangannya maupun masa pembayarannya. Oleh karena itu, tidak boleh menjual sesuatu dari yang benda-benda tersebut jika salah satunya tidak disertakan dalam jual beli itu.

Para imam madzab sepakat tentang bolehnya menjual emas dengan perak, perak dengan emas yang tidak sama satu dengan lainnya. Tidak boleh menjual gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, kecuali jika sama banyaknya dan kontan. Hal itu pula jika dilakukan dengan penakaran atau penimbangan.

Boleh menjual kurma dengan garam, dan sebaliknya, yang berlainan ukurannya asalkan tunai, dan mereka tidak boleh berpisah dari tempat penjualan tersebut sebelum terjadi serah terima, kecuali menurut Hanafi. Tidak boleh menjual emas yang sudah dijadikan pakaian dengan emas yang baru ditempa, dengan berlainan jumlahnya. Demikian menurut Hanafi, Syafi’i dan Hambali.

Maliki berpendapat: boleh menjual dengan harga dari sejenisnya dan tidak boleh berpisah sebelum masing-masing menerima haknya.
Tidak boleh berpisah sebelum mereka melakukan serah terima haknya masing-masing dalam jual-beli makanan dengan makanan. Demikian menurut Syafi’i dan Maliki. Sedangkan Hanafi: boleh, yang diharamkan berpisah sebelum serah terima hanyalah pada jual beli emas dan perak.

Segala sesuatu selain emas dan perak, makanan dan minuman, tidak diharamkan pada ribanya, yakni tidak diharamkan jual-beli tidak kontan, tidak sama jumlah dan timbangannya, dan berpisah sebelum mereka serah terima. Hanafi: hanya masalah jenis yang diharamkan jual beli secara kridit.

Maliki: tidak boleh menjual seekor binatang dengan dua ekor binatang sejenis, yang dipergunakan untuk keperluan yang sama, seperti sama-sama untuk disembelih dan sebagainya.

Apabila penjualan ditentukan dengan dirham dan dinar, haru dibayar dengan ketentuan tersebut. Demikian menurut Maliki, Syafi’i dan Hambali. Sedangkan Hanafi: tidak ditentukan dengan hal demikian.

Tidak boleh dijual mata uang yang disepuh dengan yang bukan aslinya, seperti mata uang yang disepuh dengan emas, tetapi boleh dibeli dengannya. Hanafi: jika yang disepuh itu lebih banyak, tidak boleh lagi dipakai pembeli.

Dua benda yang sama namanya dengan suatu nama dari satu asal kejadian, hukumnya satu jenis. Tiap-tiap benda yang berlainan jenisnya, hukumnya dua jenis yang berbeda. Maliki: gandum dengan syair dihukumi satu jenis.

Mengenai jenis-jenis daging dan jenis-jenis susu diperoleh dua pendapat dari Syafi’i. Pendapat yang paling shahih: benda-benda demikian memiliki jenis yang berbeda, demikian juga pendapat Hanafi.

Tidak ada riba pada besi, timah dan segala sesuatu yang menyerupainya. Sebab ‘illat emas dan perak adalah karena barang tersebut dapat dijadikan alat pembayaran. Demikian menurut Maliki dan Syafi’i. Adapun menurut Hanafi dan Hambali dalam pendapatnya yang jelas: Riba itu berlaku juga pada timah, tembaga dan sebagainya.

Bersamaan pada barang yang ditukar dan ditimbang dipakai takaran dan timbangan Hijaz, dipergunakan takaran atau timbangan setempat.

Segala yang diharamkan riba padanya tidak boleh dijual sebagian dengan sebagiannya dengan cara taksiran saja, kecuali dalam penjualan araya [pohon kurma yang dipinjamkan kepada orang lain supaya dimakan buahnya atau pohon kurma yang dimakan buahnya di atas pohon]. Maliki berpendapat: boleh menjual barang tersebut dengan cara taksiran mengenai banyaknya jika penjualan itu berlaku di desa-desa. Namun barang yang ditimbang tidak dibolehkan.

Barang yang diharamkan riba padanya tidak boleh dijual sebagian dengan sebagiannya dan beserta salah satu barang yang menjadi pengganti dari jenis lainnya. Lain lagi dalam masalah pembagian. Juga tidak boleh menjual dua macam benda dari jenis sama yang berlainan harganya dengan salah satu di antaranya yang sejenis, seperti menjual satu mud kurma ditambah uang satu dirham dengan dua mud kurma. Atau seperti menjual satu dinar yang baik dengan satu dinar yang sudah buruk dengan dua dinar yang baik: demikian menurut Maliki dan Syafi’i.

Tidak boleh menjual buah yang masih mentah dengan buah yang sudah kering dan sudah dipetik, seperti menjual kurma yang masih basah dengan kurma yang sudah kering. Namun Hanafi membolehkan dengan cara ditakar. Adapun menjual kurma basah yang masih berada di pohon melalui perkiraan dengan kurma yang sudah kering hukumnya boleh asalkan kurang dari lima wasaq. Demikian menurut pendapat Syafi’i. Sedangkan Hanafi berpendapat: tidak boleh bagaimanapun keadaannya.

Tidak sah menjual biji dengan tepung dari benda yang sejenis. Demikian menurut Hanafi, Syafi’i dan salah satu pendapat Hambali. Sedangkan Maliki berpendapat: boleh dijual dengan cara ditakar. Hambali dalam riwayat lain: boleh dijual dengan cara ditimbang. Abu Tsawr: boleh menjual gandum dengan tepung, meskipun tidak sama jumlah timbangan atau takarannya.

Tidak boleh menjual tepung gandum dengan tepungnya. Demikian menurut Syafi’i dan Maliki. Sedangkan Hambali berpedapat: boleh. Hanafi: boleh menjual salah satunya dengan yang lain jika halus dan kasarnya sama.

Tidak boleh menjual tepung dengan rotinya. Namun Hanafi membolehkannya asalkan sama takaran dan timbanganya.
Tidak boleh menjual roti dengan roti, apabila keduanya atau salah satunya basah. Hambali: boleh asalkan sebanding.

Apabila seseorang menjual emas yang tidak ditimbang, sah penjualannya. Hanafi: jika diketahui persamaan keduanya oleh penjual dan pembeli, sebelum mereka berpisah, hukumnya sah. Adapun jika mereka mengetahuinya sesudah berpisah, tidak sah. Zufar berpendapat: sah bagaimanapun keadaannya.

Apabila dua orang sepakat melakukan jual beli, kemudian mereka saling meyerahkan sebagian harta pembelanjaan, dan sudah saling berpisah, seluruh akad yang akan dilakukan dengan orang lain menjadi batal. Sedangkan Hanafi: boleh terhadap barang yang sudah diserahterimakan, tetapi tidak sah untuk barang yang belum diserahterimakan.

Boleh menjual hewan yang boleh dimakan dagingnya dengan daging yang sejenis. Demikian menurut tiga imam madzab. Sedangkan Hanafi membolehkan cara demikian.

&