Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 68-69

18 Sep

Tafsir Al-Qur’an Surah An-Nahl (Lebah)
Surah Makkiyyah; surah ke 16: 128 ayat

tulisan arab alquran surat an nahl ayat 68-69“Dan Rabbmu mengilhamkan kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.’ (QS. 16:68) Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. 16:69)” (an-Nahl: 68-69)

Yang dimaksud dengan wahyu di sini adalah ilham, petunjuk dan bimbingan bagi lebah, agar ia menjadikan gunung-gunung sebagai rumah yang menjadi tempat tinggal, juga pepohonan, serta tempat-tempat yang dibuat oleh manusia. Kemudian lebah-lebah itu membuat rumah-rumahnya dengan penuh ketekunan dalam menyusun dan menatanya, di mana tidak ada satu bagian pun yang rusak.

Selanjutnya, Allah Ta’ala memberi izin kepada lebah-lebah itu dalam bentuk ketetapan qadariyyah (Sunnatullah) dan pengerahan untuk memakan segala macam buah-buahan, berjalan di berbagai macam jalan yang telah dimudahkan oleh Allah, di mana ia bisa dengan sekehendaknya berjalan di udara yang agung ini dan juga daratan yang membentang luas, juga lembah-lembah, serta gunung-gunung yang tinggi menjulang. Kemudian masing-masing dari mereka kembali ke rumah-rumah mereka, tanpa ada satu pun yang keliru memasuki rumahnya baik sebelah kanan maupun kirinya, tetapi masing-masing memasuki rumahnya sendiri-sendiri, yang di dalamnya terdapat ribuan anak-anaknya dengan persediaan madu. Dia membangun sarang dari bahan yang ada di kedua sayapnya, lalu memuntahkan madu dari dalam mulutnya, dan bertelur dari duburnya.

Firman Allah Ta’ala: yakhruju mim buthuuniHaa syaraabum mukhtalifun alwaanuHuu fiiHi syifaa-ul lin naasi (“Dari perut lebah itu keluar minuman [madu] yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.”) Ada yang berwarna putih, kuning, merah, dan warna-warna lainnya yang indah sesuai dengan lingkungan dan makanannya.

Firman-Nya: fiiHi syifaa-ul lin naasi (“Terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia,”) maksudnya, di dalam madu itu terdapat obat penyembuh bagi manusia. Sebagian orang yang berbicara tentang thibbun Nabawi (ilmu kedokteran Nabi) mengatakan, jika Allah mengatakan: “fiiHisy-syifa’ lin nas”, berarti madu itu menjadi obat bagi segala macam penyakit, tetapi Dia mengatakan, “fiiHi syifa’ linnas”, yang berarti bahwa madu itu bisa dipergunakan untuk obat penyakit kedinginan, karena madu itu panas. Penyakit itu selalu diobati dengan lawannya.

Dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala: fiiHi syifaa-ul lin naasi (“Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia,”) yaitu madu.

Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwasanya ada seseorang yang datang kepada Rasulullah, lalu orang itu berkata: “Sesungguhnya saudaraku sakit perut.” Maka beliau bersabda: “Berilah dia minum madu.” Kemudian orang itu pergi dan memberinya minum madu. Setelah itu orang tersebut
datang dan berkata: “Ya Rasulullah, aku telah memberinya minum madu dan tidak bereaksi kecuali bertambah parah.” Maka beliau berkata: “Pergi dan beri dia minum madu lagi.” Kemudian orang itu pun pergi dan memberinya minum madu. Setelah itu orang tersebut datang lagi dan berkata: “Ya Rasulullah, dia semakin bertambah parah.” Maka Rasulullah bersabda: “Mahabenar Allah dan perut saudaramu yang berdusta. Pergi dan berilah dia minum madu.” Kemudian dia pun pergi dan memberinya minum madu hingga akhirnya saudaranya itu sembuh.

Ada beberapa ahli ilmu kedokteran mengatakan: “Pada perut orang itu terdapat banyak endapan sisa-sisa makanan, dan setelah diberi asupan madu, yang memang madu itu panas, maka endapan kotoran itu terlepas dan segera terdorong keluar sehingga hal itu membuat perutnya bertambah sakit.

Maka orang badui itu pun berpikir bahwa madu itu hanya akan membahayakannya, padahal ia sangat bermanfaat bagi saudaranya tersebut. Kemudian dia memberinya minum untuk yang kedua kalinya dan sakitnya semakin bertambah dan semakin keras mendorong. Kemudian dia memberinya minum untuk yang ketiga kalinya. Ketika madu itu semakin mendorong sisa-sisa makanan yang sudah rusak dan membahayakan bagi badan, perutnya bertahan dan tekanannya pun menjadi normal sehingga semua penyakit terdorong keluar berkat petunjuk Rasulullah yang mendapatkan wahyu dari Rabbnya.

Dalam kitab ash-Shahihain juga disebutkan, dari `Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw pernah tertarik oleh manisan dan madu. Ini adalah lafazh al-Bukhari.

Dalam kitab Shahih al-Bukhari disebutkan dari Ibnu `Abbas, di mana dia bercerita, Rasulullah
bersabda: “Kesembuhan itu ada pada tiga hal, yaitu pada pembekaman, pada minum madu, atau pembakaran dengan api. Aku melarang umatku dari kayy (pengobatan dengan cara pembakaran).”
Hadits tersebut juga diniwayatkan oleh Muslim dari `Achim bin `Umar bin Qatadah dari Jabir.

Imam Ahmad meriwayatkan,’ Ali bin Ishaq memberitahu kami, `Abdullah memberitahu kami, Sa’id bin Abi Ayyub memberitahu kami, dari `Abdullah bin al-Walid, dari Abul Khair, dari `Ugbah bin `Amir al Juhni, dia bercerita, Rasulullah bersabda: “Ada tiga hal (obat) jika orang terkena sesuatu (penyakit); hijam (pembekaman), minum madu, atau pembakaran pada bagian yang terkena penyakit, dan aku membenci pembakaran dan tidak menyukainya.”

Juga diriwayatkan oleh ath-Thabrani dari Harun bin Salul al-Mishri dari Abu `Abdirrahman al-Mugri, dari `Abdullah bin al-Walid. Lafazhnya adalah sebagai berikut: “Obat jika orang terkena sesuatu (penyakit): pembekaman.” Lalu dia menyebutkan hadits tersebut, dan sanad hadits ini shahih.

Imam Abu `Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazwaini dalam Sunannya, dari Abdullah bin Mas’ud, dia bercerita, Rasulullah bersabda: “Hendaklah kalian berpegang pada dua penyembuh, yaitu: madu dan al-Qur’an.” Sanad hadits ini adalah jayyid, yang diriwayatkan sendiri oleh Ibnu Majah sebagai hadits marfu’.

Kami riwayatkan dari Amirul Mukminin `Ali bin Abi Thalib, dia berkata: “Jika salah seorang di antara kalian ingin kesembuhan, maka hendaklah dia menulis salah satu ayat dari kitab Allah (al-Qur’an) dalam satu lembar kertas lalu membasuhnya dengan air langit (hujan). Kemudian hendaklah dia meminta dirham (uang) dari isterinya dengan penuh kerelaan darinya, lalu membeli madu dengan uang tersebut, untuk selanjutnya meminumnya juga, karena ia adalah itu penyembuh, yakni dari segala sisi.

Allah berfirman yang artinya: “Kami turunkan dari al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Israa’: 82)

Dia juga berfirman yang artinya: “Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak berkah (manfa’at)nya.” (QS. Qaaf: 9)

Demikianjuga dengan firman-Nya yang artinya: “Kemudian jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa’: 4)

Mengenai madu, Allah berfirman: fiiHi syifaa-ul lin naasi (“Sesungguhnya pada yang demikian terdapat obat penyembuh bagi umat manusia.”)

Firman-Nya: inna fii dzaalika la aayaatal liqaumiy yatafakkaruun (“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda [kebesaran Rabb] bagi orang-orang yang memikirkan.”) Maksudnya, sesungguhnya pemberian ilham oleh Allah kepada hewan-hewan yang bertubuh lemah itu untuk berjalan menelusuri hutan belantara dan mengambil dari seluruh buah-buahan, lalu mengumpulkannya untuk dibuat sarang dan madu, yang ia merupakan sesuatu yang sangat baik, adalah tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang memikirkan keagungan yang menciptakannya, menentukannya, menggiringnya, dan yang memperjalankannya.

Sehingga dengan demikian, orang-orang yang berfikir itu mendapatkan bukti bahwa Allah adalah Dzat yang kuasa berbuat apa pun juga, juga berkuasa, Mahabijaksana, Mahamengetahui, dan Mahamulia lagi Mahapenyayang.

Bersambung

3 Tanggapan to “Tafsir Ibnu Katsir Surah An-Nahl ayat 68-69”

  1. Veysee 22 April 2020 pada 07.43 #

    Ijin untuk mengambil potongan ayat Alqur’an yang ada dipost ini nggih untuk dipost ulang.. jazakumullah Khairan admin

  2. Retno Titik Sugesti 28 Juli 2020 pada 19.00 #

    izin ngambil untuk bahan proposal, mdh2an barokah dunia akhirat ilmunya

Tinggalkan komentar