Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-An’am ayat 93-94

18 Des

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-An’am (Binatang Ternak)
Surah Makkiyyah; surah ke 6: 165 ayat

tulisan arab alquran surat al an'am ayat 93-94“93. dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, Padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” Alangkah dahsyatnya Sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya. 94. dan Sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa’at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah).” (al-An’am: 93-94)

Allah berfirman: wa man adhlamu mim maniftaraa ‘alallaaHi kadziban (“Dan siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang mengadakan kedustaan terhadap Allah.”)
Maksudnya, tidak ada seorang pun yang lebih dhalim dari orang yang mengada-ada kedustaan terhadap Allah, di mana ia menjadikan bagi-Nya sekutu, anak, atau mengaku bahwa Allah telah mengutus dirinya kepada umat manusia, padahal Allah lama sekali tidak pernah mengutusnya.

Oleh karena itu Allah berfirman: au qaala uuhiya ilayya wa lam yuuhaa ilaiHi sya-un (“Atau yang berkata: ‘Telah dwahyukan kepadaku,’ padahal tidak diwahyukan sesuatu pun kepadanya.”) `Ikrimah dan Qatadah mengatakan: “Ayat ini turun berkenaan dengan Musailamah al-Kadzdzab.”

Firman Nya: wa man qaala sa-unzilu mitsla maa anzalallaaHu (“Dan orang yang berkata: ‘Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.’”) Dan barangsiapa mengaku bahwa dirinya mampu menandingi wahyu yang dibawa dari sisi Allah dengan perkataan yang diada-adakannya. Sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Dan jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata: `Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat seperti ini). Kalau kami menghendaki, niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini.’” (QS. Al-Anfaal: 31)

Allah berfirman: walau taraa idzidh dhaalimuuna fii ghamaraatil mauti (“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dhalim [berada] dalam tekanan-tekanan sakaratul maut.”) Yakni berada dalam sakaratul maut dan kesulitan-kesulitannya.
Wal malaa-ikatu baasithuu aidiiHim (“Sedang malaikat membentangkan tangannya.”) Maksudnya yaitu memukul.

Adh-Dhahhak dan Abu Shalih mengemukakan: “Para Malaikat membentangkan tangan mereka, maksudnya yaitu mengadzab.”

Yang demikian itu, bahwa jika orang kafir mengalami naza’ (sekarat), maka Malaikat akan membawakan kepadanya berita gembira berupa adzab, belenggu, rantai, Neraka Jahim, air panas yang bergolak, dan kemurkaan Allah yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang, sehingga nyawanya bergejolak dalam jasadnya dan enggan keluar darinya, kemudian Malaikat memukulnya sehingga arwah mereka keluar dari jasad mereka seraya para Malaikat berseru kepada mereka:

Akhrijuu anfusakumul yauma tujzauna ‘azaabul Huuni bimaa kuntum taquuluuna ‘alallaaHi ghairal haqqi (“’Keluarkanlah nyawamu!’ Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah [perkataan] yang tidak benar.’”) Maksudnya, pada hari ini, kalian benar-benar dihinakan sehina-hinanya, sebagaimana dulu kalian telah mendustakan Allah dan enggan mengikuti ayat-ayat-Nya serta angkuh tunduk patuh kepada para Rasul-Nya.

Telah banyak hadits mutawatir yang disebutkan berkenaan dengan saat naza’ yang dialami orang mukmin dan orang kafir, yang semuanya itu ada pada pembahasan firman Allah yang artinya:
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS. Ibrahim: 27)

Firman-Nya: wa laqad ji’tumuunaa furaadaa kamaa khalaqnaakum awwala marratin (“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri, sebagaimana kamu Kami ciptakan
pada mulanya.”) Maksudnya, hal tersebut dikatakan kepada mereka pada hari mereka dikembalikan. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya:
“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Rabbmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakanmu pada kali yang pertama.” (QS. Al-Kahfi: 48)

Maksudnya, sebagaimana Kami telah menciptakan kalian pertama kali, maka Kami mengembalikan kalian seperti itu lagi, dan kalian telah mengingkari hal itu akan terjadi dan bahkan menganggapnya mustahil, maka inilah hari kebangkitan itu.

Firman Allah: wa taraktum maa khawwalnaa waraa-a dhuHuurikum (“Dan kamu tinggalkan di belakangmu [di dunia] apa yang telah Kami karuniakan kepadamu.”) Yakni, berbagai kenikmatan dan harta benda yang telah dinikmati selama di dunia (kalian tinggalkan,-Ed-) di belakang kalian.

Dalam sebuah hadits Shahih disebutkan bahwa Rasulullah bersabda:
“Anak Adam berkata: `Hartaku… hartaku…’ Adakah harta yang kau miliki, melainkan apa yang telah engkau makan maka engkau telah habiskan, atau apa yang telah engkau pakai engkau telah jadikan usang, atau apa yang engkau telah sedekahkan maka engkau telah kekalkan, dan yang selain itu akan lenyap dan ditinggalkan untuk orang lain.”

Firman-Nya lebih lanjut: wa maa naraa ma’akum syufa’aa-akumul ladziina za’amtum annaHum fiiHi syurakaa-u (“Dan Kami tidak melihat beserta kamu pemberi syafa’at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Allah di antara kamu.”) (Yang demikian itu merupakan) hinaan dan celaan atas apa yang mereka jadikan di dunia ini sebagai sekutu berupa patung dan berhala, dengan beranggapan bahwa semua itu dapat memberikan manfaat dalam kehidupan dan pada hari kebangkitan mereka. Maka pada hari Kiamat kelak, terputuslah semua hubungan di antara mereka, hilanglah kesesatan dan lenyaplah apa yang dahulu mereka ada-adakan. Dan dikatakan kepada mereka yang artinya:
“Di manakah berhala-berhala yang dulu kamu selalu beribadah [kepadanya] selain Allah? Dapatkah mereka menolongmu atau menolong diri sendiri ?” (asy-Syu’araa’: 92-93)

Oleh karena itu, di sini Allah berfirman: wa maa naraa ma’akum syufa’aa-akumul ladziina za’amtum annaHum fiiHi syurakaa-u (“Dan Kami tidak melihat beserta kamu pemberi syafa’at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Allah di antara kamu.”)
Yaitu penyekutuan dalam ibadah kepada mereka, dan kalian membagi ibadah yang sebenarnya kepada mereka [berhala-berhala].

Selanjutnya Allah berfirman: laqad taqaththa’naa bainakum (“Sungguh telah terputuslah [pertalian] di antara kamu.”) ada yang membaca dengan rafa’ [harakat dlamah] yakni putusnya persatuan dan dibaca dengan nasab, yakni telah terputus semua pertalian di antara kalian baik itu sebab-sebab, hubungan dan sarana.
Wa dlalla ‘anHum (“Dan telah lenyap dari kamu”) yakni telah pergi dari kalian; maa kuntum taj’umuun (“apa yang dahulu kamu anggap [sebagai sekutu Allah].”) Yakni harapan yang ditujukan kepada berhala dan para sekutu.

&

Tinggalkan komentar