Arsip | Maret, 2015

Mewarnai gambar bus anak muslim

23 Mar

Mewarnai Gambar Islami Untuk Anak Muslim
Untuk Kreatifitas dengan Mewarnai Gambar
alquranmulia.wordpress.com

Mewarnai gambar bus anak muslim

Mewarnai gambar bunga2 anak muslim

23 Mar

Mewarnai Gambar Islami Untuk Anak Muslim
Untuk Kreatifitas dengan Mewarnai Gambar
alquranmulia.wordpress.com

Mewarnai gambar bunga2 anak muslim

Mewarnai Gambar Bunga Anak Muslim

23 Mar

Mewarnai Gambar  Islami Untuk Anak Muslim
Untuk Kreatifitas dengan Mewarnai Gambar
alquranmulia.wordpress.com

Mewarnai gambar bunga anak muslim

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 87

20 Mar

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat

tulisan arab surat albaqarah ayat 87“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada ‘Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombongkan diri, maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?” (QS. Al-Baqarah: 87)

Allah telah mencap Bani Israil dengan sifat melampaui batas, ingkar, melanggar perintah, dan sombong terhadap para Nabi. Mereka ini hanya menuruti hawa nafsu. Lalu Allah Ta’ala mengingatkan bahwa Dia telah menurunkan al-Kitab kepada Musa, yaitu Taurat. Tetapi orang-orang Yahudi itu mengubah, menukar, dan melanggar perintah-Nya. Sepeninggal Musa, Allah mengutus para Rasul dan Nabi yang menjalankan hukum berdasarkan syari’at-Nya, sebagaimana firman-Nya yang artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi) yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh Nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. ” (QS. Al-Maa-idah: 44).

Oleh karena itu Dia berfirman: wa qaffainaa mim ba’diHii bir rusul (“Dan Kami telah menyusulinya [berturut-turut] sesudah itu dengan rasul-rasul”) dari Abu Malik, as-Suddi meriwayatkan, “Artinya Kami [Allah] susulkan di belakang mereka.” Sebagaimana firman-Nya: tsumma arsalnaa rusulanaa tat-raa (“Kemudian kami mengutus para rasul Kami berturut-turut.” (QS. Al-Mukminun: 44) Hingga Dia menutup para nabi Bani Israil itu dengan Isa putera Maryam yang datang dengan mengganti beberapa hukum Taurat. Oleh karena itu, Allah memberinya beberapa keterangan, yaitu mukjizat.

Menurut Ibnu Abbas, di antara mukjizatnya itu adalah menghidupkan orang mati, membuat bentuk seekor burung dari tanah lalu ditiupkan padanya roh sehingga benar-benar menjadi burung dengan seizin Allah, menyembuhkan orang sakit, dan mampu memberitahu hal-hal yang bersifat ghaib, dan diperkuat dengan Ruhul Qudus, yaitu jibril as. Semuanya itu merupakan bukti yang menunjukkan kepada mereka kebenaran apa yang dibawa oleh `Isa. Namun meski begitu, Bani Israil semakin gencar mendustakannya. Kedengkian dan keingkaran mereka pun semakin parah, disebabkan mereka menyelisihi sebagian isi Taurat.

Sebagaimana firman-Nya tentang `Isa: “Dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Rabbmu.” (QS. Ali Imraan: 50).

Bani Israil memperlakukan para nabi dengan perlakuan yang paling kasar dan kejam. Satu golongan mendustakannya, dan golongan yang lain membunuhnya. Semua itu tidak lain disebabkan karena para Nabi datang kepada mereka dengan membawa hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan hawa nafsu dan pendapat mereka, serta mengharuskan mereka berpegang-teguh pada hukum Taurat yang telah mereka ubah dengan tujuan menyelisihinya. Maka hal itupun menyulitkan mereka, sehingga mereka mendustakan para nabi, bahkan membunuh sebagian dari mereka.

Oleh karena itu, Allah swt. berfirman: afa kulla maa jaa-akum rasuulum bimaa laa taHwaa anfusukumus takbartum fafariiqan kadz-dzabtum wa fariiqan taqtuluun (“Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa suatu [pelajaran] yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombongkan diri. Maka beberapa orang [di antara mereka] kamu dustakan dan beberapa orang yang [lainnya] kamu bunuh?”

Ruhul Qudus yang dimaksud di situ adalah Jibril as. sebagaimana ditegaskan Ibnu Mas’ud dalam manafsirkan ayat ini. Dan pendapat itu diikuti pula oleh Ibnu Abbas, Muhammad bin Ka’ab, Ismail bin Khalid, as-Suddi, Rabi’ bin Anas, Athiyyah al-Aufi, dan Qatadah. Demikian juga kaitannya dengan firman Allah swt.: “Ia dibawa turun oleh Ruhul Amin [Jibril] ke dalam hatimu [Muhammad] agar engkau menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. ” (QS. Asy-Syu’ara’: 193-194).

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah pemah menaruh sebuah mimbar dimasjid untuk Hassan bin Tsabit, dan ia selalu membela Rasulullah (dengan bait-bait syairnya), maka beliau pun berdiri seraya berdo’a: “Ya Allah, dukunglah Hassan dengan Ruhul Qudus, sebagaimana ia telah membela Nabi-Mu.”

Demikian hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari secara muallaq juga Abu Daud serta at-Tirmidzi. Imam at-Tirmidzi mengatakan, hadits ini hasan shahih, dari Abu az-Zanad. Hadits muallaq ialah yang diriwayatkan dengan tidak menggunakan sanad, kadang karena hendak diringkas, padahal sanadnya ada, dan kadang memang diriwayatkan begitu saja, yakni dengan tidak bersanad.

Sedangkan dalam kitab Shahihain (al-Bukhari dan Muslim) diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Umar bin al-Khatthab pemah melewati Hassan, ketika ia sedang membaca syair di dalam masjid. Kemudian ia pun memperhatikannya, maka Hassan berkata kepadanya, “Aku telah membaca syair di dalamnya dan di sana terdapat orang yang lebih baik darimu.” Setelah itu Umar menoleh ke arah Abu Hurairah seraya berkata, “Demi Allah, apakah engkau pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Ya Allah, perkenankanlah bagiku, perkuatkanlah ia dengan Ruhul Qudus.” Ia menjawab, “Ya, pernah.”

Dalam beberapa riwayat yang lain disebutkan bahwa Rasulullah pernah berkata kepada Hassan, “Balaslah celaan mereka, dan Jibril bersamamu.” Melalui sebuah syair, Hassan pernah berkata:
Jibril adalah utusan Allah, ada bersama kita
Dan dia adalah Ruhul Qudus yang tidak diragukan lagi.

Dalam kitab Shahih Ibnu Hibban ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Sesungguhnya Ruhul Qudus mewahyukan ke dalam diriku. Bahwasanya seseorang tidak akan mati sehingga rizki dan ajalnya dengan sempurna. Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah permohonanmu.” (HR. Ibnu Hibban)

As-Suddi mengatakan, al-Qudus artinya al-barakah. Sedang menurut al-Aufi dari Ibnu Abbas, al-Qudus artinya at-thuhr (kesucian).

Mengenai firman Allah Ta’ala: biruuhil qudusi (“Dengan Ruhul Qudus,”) Zamakhsyari mengungkapkan, “Artinya dengan ruh yang disucikan seperti anda menyebut Hatim baik, orang jujur. Dan ruh ini disifasi dengan al-Qur’an. Hal itu seperti pada firman-Nya, wa ruuhum minHu (“Dengan tiupan roh dari-Nya. “) Penyebutan khusus itu dimaksudkan sebagai penghormatan.”

Dan mengenai firman-Nya: “fa fariiqan kadz-dzabtum wa fariiqan taqtuluun” az-Zamakhsyari mengatakan: “Dalam ayat ini Allah tidak mengajarkan karena Dia bermaksud mengungkapkan juga untuk masa yang akan datang (mustaqbal). Karena mereka berusaha untuk membunuh Nabi dengan racun dan sihir. Pada saat itu beliau menderita sakit yang menyebabkan kematiannya, Rasulullah bersabda: “Makanan Khaibar (kambing yang diracuni orang Yahudi) masih menyakitiku, dan sekarang adalah saat terputusnya urat nadiku.”

Saya (Ibnu Katsir) katakan, hadits ini terdapat dalam kitab shahih al-Bukhari dan lainnya.

&

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 84-86

20 Mar

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat

tulisan arab surat albaqarah ayat 84-86“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): Kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung balamanmu, kemudian kamu berikrar (akan memenuhi) sedang kamu mempersaksikannya.” (QS. Al-Baqarah: 84) Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan darimu dari kampung halamannya, kamu bantu-membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakab kamu beriman kepada sebagian dari al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian darimu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada bari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengab dari apa yang kamu perbuat. (QS. Al-Baqarah: 85) Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong. (QS. Al-Baqarah: 86)

Allah mengecam orang-orang Yahudi pada zaman Rasulullah di Madinah dan apa yang mereka alami karena peperangan dengan kaum Aus dan Khazraj. Kaum Aus dan Khazraj adalah kaum Anshar, yang pada masa Jahiliyah mereka menyembah berhala. Di antara mereka terjadi banyak peperangan, kaum Yahudi Madinah terbagi menjadi tiga kelompok: Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir menjadi sekutu kaum Khazraj, dan Bani Quraidhah yang menjadi sekutu kaum Aus. Apabila perang meletus, masing-masing kelompok bersama sekutunya saling menyerang. Orang Yahudi membantai musuh-musuhnya, bahkan ada orang Yahudi yang membunuh orang Yahudi dari kelompok lain. Padahal menurut ajaran mereka, yang demikian itu merupakan suatu hal yang diharamkan bagi mereka dan telah tertuang di dalam kitab mereka. Kelompok yang satu mengusir kelompok yang lain sambil merampas harta kekayaan dan barang-barang berharga. Kemudian apabila peperangan usai mereka segera melepaskan tawanan kelompok yang kalah sebagai bentuk pengamalan hukum Taurat.

Oleh karena itu Allah berfirman: a fa tu’minuuna bi ba’dlil kitaabi wa takfuruuna bi ba’dlin (“Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab [Taurat] dan inkar terhadap sebagian lainnya.”) dan firman-Nya juga: wa idz akhadnaa miitsaaqakum laa tasfikuuna dimaa-akum wa laa tukhrijuuna anfusakum min diyaarikum (“[ingatlah] ketika Kami mengambil janji darimu, yaitu: kalian tidak akan menumpahkan darah [membunuh orang] dan kamu tidak akan mengusir diri kamu dari kampung halaman kamu”). Artinya, sebagian kalian tidak diperbolehkan membunuh sebagian yang lain, tidak boleh juga mengusirnya, sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Maka bertaubatlah kepada Rabb yang menjadikanmu dan bunuhlah dirimu. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu di sisi Rabb yang menjadikanmu. ” (QS. Al-Baqarah: 54)

Hal itu karena pemeluk satu agama adalah seperti satu tubuh, sebagaimana disabdakan Rasulullah “Perumpamaan orang mukmin dalam cinta mencintai, kasih mengasihi, dan sayang menyayangi adalah laksana satu tubuh. Jika salah satu anggotanya sakit, maka seluruh tubuhnya akan merasakan sakit dengan demam dan tidak dapat tidur.” (Muttafaq ‘alaih)

Firman-Nya: tsumma aqrartum wa antum tasy-Haduun (“Kemudian kamu berikrar [akan memenuhinya] sedang kamu mempersaksikannya.”) Maksudnya, kalian mengakui dan mempersaksikan bahwa kalian mengetahui perjanjian itu dan kebenarannya.

Firman-Nya: tsumma antum Haa-ulaa-i taqtuluuna anfusakum wa takhrijuuna fariiqam minkum min diyaariHim (“Kemudian kamu [Bani Israil membunuh dirimu [saudara seagama] dan mengusir segolongan darimu dari kampong halamannya.”) Allah swt. memberitahu mereka mengenai hal itu dan kandungan ayat di atas. Siyaq (redaksi) ayat ini merupakan kecaman sekaligus hinaan terhadap orang-orang Yahudi yang meyakini kebenaran perintah Taurat itu, dan menyalahi syari’atnya di sisi lain, padahal mereka mengetahui dan memberikan kesaksian akan kebenarannya. Oleh karena itu mereka tidak dapat dipercaya dalam (pengamalan) isinya, penukilannya, dan mereka tidak jujur dalam hal sifat Rasulullah, perilakunya, pengutusannya, kehadirannya, dan hijrah Nabi yang mereka sembunyikan, dan segala hal yang telah diberitahukan oleh para Nabi sebelumnya. Orang-orang Yahudi -la’natullah ‘alaihim- saling menutup-nutupi apa yang ada di antara mereka.

Oleh karena itu, Allah berfirman: fa maa jazaa-u may yaf’alu dzaalika minkum illaa khizjun fil hayaatid-dun-yaa (“Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian darimu, melainkan kehinaan dalam kehidupan di dunia.”) hal itu disebabkan oleh pelanggaran yang mereka lakukan terhadap syariat dan perintah Allah swt.

Wa yaumal qiyaamati yuradduuna ilaa ‘asyaddil ‘adzaab (“Dan pada hari kiamat kelak mereka dikembalikan kepada siksa yang berat.”) sebagai balasan atas penyimpangan mereka terhadap kitab Allah yang berada di tangan mereka.

Wa mallaaHu bighaafilin ‘amaa ta’maluun. Ulaa-ikaladziinasytarawul hayaatad-dun-yaa bil aakhirati (“Dan Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan [kehidupan] akhirat.”) artinya mereka lebih mencintai dan memilih dunia, fa laa yukhaffafu ‘anHumul ‘adzaabu (“Maka tidak akan diringankan siksa mereka.”) maksudnya adzab itu tidak akan dihilangkan dari mereka meski hanya sekejap saja. Wa laa Hum yunsharuun (“Dan mereka tidak akan ditolong.”) artinya tidak ada seorang penolong pun yang akan membantu dan menyelamatkan mereka dari adzab yang menimpa mereka selamanya.

&

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 83

20 Mar

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat

tulisan arab surat albaqarah ayat 83“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): ‘Janganlah kamu beribadah kepada selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil darimu, dan kamu selalu berpaling.” (QS. Al-Baqarah: 83)

Allah mengingatkan Bani Israil mengenai beberapa perkara yang telah diperintahkan kepada mereka. Dia mengambil janji dari mereka untuk mengerjakan perintah tersebut. Namun mereka berpaling dan mengingkari semua itu secara sengaja, sedang mereka mengetahui dan mengingatnya.

Kemudian Allah menyuruh mereka agar beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dia juga memerintahkan hal itu kepada seluruh makhluk-Nya. Dan untuk itu Pula (beribadah) mereka diciptakan. Sebagaimana firman-Nya: “Dan tidaklah Kami mengutus para Rasul sebelummu melainkan Kami wahyukan kepadanya. Bahwasannya tidak ada ilah (yang haq) melainkan Aku, maka beribadahlah kepada-Ku.” (QS. Al-Anbiyaa’: 25).

Itulah hak Allah yang paling tinggi dan agung, yaitu hak untuk senantiasa diibadahi dan tidak disekutukan dengan sesuatu apapun, lalu setelah itu hak antar sesama makhluk. Hak antar makhluk yang paling ditekankan dan utama adalah hak kedua orang tua. Oleh karena itu, Allah memadukan antara hak-Nya dengan hak kedua orang tua, sebagaimana firman-Nya: Aku pernah bertanya: “Ya Rasulullah, perbuatan apakah yang paling utama?” “Shalat tepat pada waktunya,” jawab Rasulullah saw. “Lalu apa lagi,” tanyaku lebih lanjut. Beliau menjawab: “Berbakti kepada ibu bapak.” Selanjutnya kutanyakan: “Lalu apa lagi?” Beliau menjawab: “Berjihad di jalan Allah.”

Dalam hadits shahih disebutkan: Ada seseorang bertanya, “Ya Rasulallah, kepada siapa aku harus berbakti.” “Ibumu,” jawab Rasulullah saw. “Lalu siapa lagi?” tanyanya. “Ibumu.” Ujar beliau. “Kemudian siapa lagi?” lanjutnya. Beliau menjawab, “Kepada bapakmu, kemudian kepada orang yang terdekat denganmu, lalu orang yang terdekat denganmu lagi.”

Firman-Nya: laa ta’buduuna illallaaHa (“Janganlah kamu beribadah kepada selain Allah.”) az-Zamakhsyari mengatakan, “Ini merupakan kabar dengan dengan makna thalab [tuntutan] dan hal itu lebih tegas dan kuat.

Wal yataamaa (“anak-anak yatim”) yaitu anak-anak yang masih kecil dan tidak memiliki orang tua lagi yang memberikan nafkah kepada mereka. “Orang-orang miskin” adalah orang-orang yang tidak mampu menafkahi dirinya sendiri dan keluarganya. Mengenai hal ini akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan tentang orang-orang yang berhak mendapatkan zakat dalam surah an-Nisaa’.

Dan Allah secara jelas dan gamblang telah memerintahkan kepada kita untuk senantiasa beribadah kepada-Nya dan berbakti kepada kedua orang tua melalui firman-nya yang artinya: “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak.” (an-Nisaa’: 36)

Firman-Nya: wa quluu linnaasi husnan (“dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia”) artinya ucapkanlah perkataan yang baik kepada mereka dan bersikap lemah lembut. Termasuk dalam hal ini adalah amar ma’ruf nahi munkar [menyuruh berbuat baik dan mencegah kemunkaran]. Sebagaimana dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri mengenai firman-Nya ini: “Termasuk ucapan yang baik adalah menyuruh berbuat baik dan mencegah perbuatan munkar, bersabar, suka memberi maaf, serta berkata kepada manusia dengan ucapan yang baik, sebagaimana yang difirmankan Allah tadi, yaitu setiap akhlak baik yang diridlai Allah.”

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzar, dari Nabi saw. beliau bersabda, “Janganlah menyepelekan kebaikan sedikitpun. Jika engkau tidak menemukannya [maka dengan cara] ‘Temuilah saudaramu dengan wajah ceria’.” Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam at-Tirmidzi dan at-Tirmidzi menshahihkan hadits ini.

Setelah Allah memerintahkan Bani Israil untuk berbuat baik kepada manusia dengan tindakan nyata, Dia menyuruh mereka mengucapkan ucapan yang baik kepada manusia. Dengan demikian Dia telah menyatukan antara kebaikan dalam bentuk tindakan nyata dengan kebaikan dalam bentuk ucapan. Setelah itu Dia menegaskan perintah untuk beribadah kepada-Nya dan berbuat baik kepada umat manusia dengan cara tertentu berupa shalat dan zakat. Dia berfirman, wa aqiimush shalaata wa aatuz zakaata (“Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.”)

Dan kemudian Dia memberitahukan bahwa Bani Israil berpaling dari semuanya itu dan meninggalkannya di belakang mereka secara sengaja, setelah mereka mengetahui dan memahaminya. Hanya sedikit sekali dari mereka yang tidak berpaling.
Allah juga telah memerintahkan hal serupa dalam surat an-Nisaa’, Dia berfirman yang artinya: “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, Ibnu Sabil dan hamba sahaya kamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisaa’: 36)

Umat ini pun melakukan semuanya itu, yang belum pernah dikerjakan sama sekali oleh umat-umat lain sebelumnya. Segala puji dan karunia bagi Allah. Menurut Sunnah, kita tidak boleh terlebih dahulu memberi salam kepada mereka (Ahlul Kitab), Wallahu a’lam.

(Ibnu Sabil adalah orang yang kehabisan bekal ketika berada dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.-Pent.)

&

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 54

20 Mar

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat

tulisan arab surat albaqarah ayat 54“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telab menjadikan anak lembu (sesembahanmu), maka bertaubatlah kepada Rabb yang menjadikanmu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalab lebih baik bagimu pada sisi Rabb yang menjadikanmu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang.” (QS. 2:54)

Mengenai firman Allah: “Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, Wahai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sebagai sembahamu),” al-Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, Musa berkata demikian ketika hati mereka telah tersesat dengan menyembah anak lembu, hingga Allah swt. berfirman:
“Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata: ‘Sungguh jika Rabb kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami. “‘ (QS. Al-‘Araaf: 149).

Kata Hasan al-Bashri, hal itu ketika Musa berkata:
“Wahai kaumku, sesungguhnya kamu telah menzhalimi dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sesembahanmu).”

Mengenai firman-Nya, fatuubuu ilaa baari-ikum (“Maka bertaubatlah kepada Rabb yang menjadikanmu,”) Abu al-Aliyah, Sa’id bin Jubair dan Rabi’ bin Anas mengatakan, yaitu kepada penciptamu.

Firman-Nya, ilaa baari-ikum (“Kepada Rabb yang menjadikanmu,”) menurut penulis (Ibnu Katsir) mengandung peringatan akan besarnya kejahatan yang mereka lakukan. Artinya, bertaubatlah kalian kepada Rabb yang telah menciptakan kalian, setelah kalian menyembah yang lain bersama-Nya.

Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam menceritakan, ketika Musa as. kembali kepada kaumnya, di antara mereka ada tujuh puluh orang laki-laki yang beruzlah (mengasingkan diri) bersama Harun dan tidak menyembah anak lembu, maka Musa berkata kepada mereka (kaumnya); “Berangkatlah menuju janji Rabb kalian.” lalu mereka pun berkata: “Hai Musa, apakah kami masih bisa bertaubat?” Musa menjawab: “Masih, faqtuluu anfusakum, khairul lakum ‘inda baari-ikum fataaba ‘alaikum (“Bunuhlah diri kalian. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian di sisi Rabb yang telah menjadikan kalian, sehingga Dia pun akan menerima taubat kalian.”Maka mereka pun melepaskan pedang dari sarungnya, dan mengeluarkan alat-alat potong juga pisau-
pisau. Lalu Allah pun mengirim kabut kepada mereka, lalu mereka saling mencari-cari dengan tangannya masing-masing, lalu saling membunuh. Ada seseorang berhadapan dengan bapaknya atau saudaranya, lalu membunuhnya sedangkan ia dalam keadaan tidak mengetahuinya. Pada saat itu mereka saling berseru, “Semoga Allah memberikan rahmat kepada hamba yang bersabar atas dirinya sampai ia mendapatkan ridha-Nya.” Akhimya mereka yang terbunuh gugur sebagai syuhada’, sedangkan orang-orang yang masih hidup diterima taubatnya.

Kemudian ia membaca firman-Nya, fa taaba ‘alaikum innaHuu Huwat tawwaabur rahiim (“Maka
Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dia Mahamenerima taubat lagi Mahapenyayang.”)

&

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 81-82

20 Mar

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat

tulisan arab surat albaqarah ayat 81-82(Bukan demikian), yang benar, barangsiapa berbuat dosa dan is telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalam-nya. (QS. Al-Baqarah: 81) Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah: 82)

Allah swt mengatakan, “Masalahnya tidak seperti yang kalian angan-angankan dan harapkan. Tetapi barangsiapa mengerjakan kejahatan dan dosa-nya itu telah meliputi dirinya sampai hari kiamat, sedang ia tidak mempunyai kebaikan sedikitpun, dan semua amalannya berupa kejahatan, maka ialah salah satu penghuni neraka.”

Wal ladziina aamanuu wa ‘amilush shaalihaati (“Dan orang-orang yang beriman dan beramal shalih”) maksudnya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengerjakan amal shalih, yaitu amal yang sesuai dengan syariat, maka mereka itulah penghuni surga.

Mengenai firman-Nya: balaa man kataba sayyi-atan (“Bukan demikian, yang benar, barangsiapa berbuat dosa.”) dari Ibnu Abbas, Muhammad bin Ishak mengatakan: “Yaitu suatu perbuatan seperti perbuatan kalian [orang-orang Yahudi] kekufuran seperti kekufuran kalian kepada-Nya, sehingga kekufuran itu meliputi dirinya, sedang ia sama sekali tidak mempunyai kebaikan.”

Dalam suatu riwayat Ibnu Abbas, ia mengatakan: “Yaitu perbuatan syirik.”
Hasan al-Bashri juga as-Suddi mengatakan: “Dosa yang dimaksud, yaitu salah satu perbuatan yang termasuk dosa besar.”

Sedang mengenai firman-Nya: ahaathat biHii khathii-atuHu (“Dan ia telah diliputi oleh dosa-dosanya itu.”) dari Mujahid, Ibnu Juraij mengatakan: “Yaitu yang meliputi hatinya.”
Dari Abu Razin, dari Rabi’ bin Khaitsam, al-A’masy mengatakan: “Yaitu orang yang mati dalam keadaan masih berlumuran dosa yang ia lakukan dan belum bertobat.” Semua pendapat ini masih saling berdekatan maknanya, wallaaHu a’lam.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: “Waspadalah kalian terhadap dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu akan menumpuk pada diri seseorang sehingga membinasakannya.” (HR Ahmad)

Rasulullah saw. memberikan perumpamaan bagi mereka ini seperti kaum yang singgah di suatu tanah yang tandus, lalu satu-persatu dari mereka pergi dan kembali dengan membawa sepotong kayu hingga akhirnya mereka berhasil mengumpulkan setumpuk kayu, lalu membakar apa yang mereka campakkan di dalamnya hingga matang.

&

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 80

20 Mar

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat

tulisan arab surat albaqarah ayat 80“Dan mereka berkata: ‘Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja.’ Katakanlah: ‘Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.’ (QS. 2:80)

Allah berfirman dengan maksud memberitahukan mengenai keadaan orang-orang Yahudi tentang pernyataan dan pengakuan mereka, bahwa neraka Jahanam tidak akan menyentuh mereka kecuali beberapa hari saja, dan setelah itu mereka akan selamat darinya. Maka Allah, dan membantah pengakuan mereka itu melalui firman-Nya: qul attakhadz-tum ‘indallaaHi ‘aHdan (“Katakanlah: ‘Sudahkah kamu menerima janji dari Allah?’”) karena apabila Dia telah berjanji, maka Dia tidak akan pernah mengingkari janjinya. Oleh karena itu, dalam firman-Nya itu Dia menggunakan kata “lam” yang berarti bahkan. Yaitu, bahkan kalian hanya mengatakan kepada Allah apa yang tidak kalian ketahui, berupa kebohongan dan mengada-ada atas nama-Nya.

Mengenai firman-Nya: wa qaaluu lan tamassanan naaru illaa ayyaamam ma’duudatan (“Mereka berkata, kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka kecuali hanya beberapa hari saja.”) dari Ibnu Abbas, al-Aufi mengatakan: “Orang-orang Yahudi itu berujar: `Kami tidak akan disentuh api neraka kecuali 40 hari saja.'” Ada juga yang menambahkan, waktu 40 hari itu adalah masa penyembahan mereka terhadap anak sapi.

Al-Hafidz Abu Bakar bin Mardawaih rahimahullahu menuturkan, Abdur Rahman bin Ja’far memberitahu kami, dari Abu Hurairah ra, ia menceritakan, setelah Khaibar berhasil ditaklukkan, Rasulullah diberi hadiah daging kambing yang ditaburi racun, maka beliau pun langsung bersabda: “Kumpulkan orang-orang Yahudi di sini untuk menghadapku.” Setelah berkumpul, Rasulullah bertanya: “Siapakah orang tua kalian?” “Si fulan,” jawab mereka. Beliau pun berkata: “Kalian berdusta, padahal orang tua kalian adalah si Fulan (lainnya).” Dan mereka berujar: “Engkau memang benar.”

Selanjutnya beliau bertanya kepada mereka: “Apakah kalian menjawab jujur jika kutanya mengenai sesuatu kepada kalian?” “Ya, wahai Abul Qasim. Jika kami bohong, engkau pasti mengetahuinya, sebagai mana engkau mengetahui orang tua kami,” jawab mereka. Lebih lanjut Rasulullah bertanya kepada mereka: “Siapakah penghuni neraka itu?” Maka mereka menjawab: “Kami berada di neraka hanya sebentar saja, kemudian kalian akan menggantikan kami di sana.” Setelah itu Rasulullah bersabda kepada mereka: “Hinalah kalian, kami tidak akan pernah menggantikan kalian di neraka.” Kemudian beliau pun bertanya: “Apakah kalian akan (menjawab) jujur jika aku tanyakan sesuatu kepada kalian?” “Ya, wahai Abul Qasim,” jawab mereka. Maka beliau pun bertanya: “Apakah kalian telah menaburkan racun pada daging kambing ini?” Mereka menjawab: “Ya, kami menaburinya.” Lantas beliau bertanya lagi: “Lalu mengapa kalian melakukan hal itu?” Mereka menjawab: “Jika engkau bohong, kami bisa bebas dari anda, dan jika engkau memang benar-benar Nabi, maka hal itu tidak akan pernah membahayakanmu.” Hadist ini diriwayatkan Imam Ahmad, Imam al-Bukhari, dan an-Nasa’i, dari al-Laits bin Sa’ad seperti itu (riwayatnya).

&

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah ayat 78-79

20 Mar

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Baqarah
Surat Madaniyyah; Surat Ke-2 : 286 ayat

tulisan arab surat albaqarah ayat 78-79“Dan di antara mereka ada yang beta huruf, tidak mengetahui al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga”. (QS. 2:78) Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan Langan mereka sendiri, lalu dikatakannya: `Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan-perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. 2:79)

Allah swt berfirman, wa minHum ummiyyuuna (“Di antara mereka ada yang buta huruf,”) yaitu dari kalangan Ahlul Kitab. Kata Mujahid, al-ummiyyuuna adalah jama’ dari kata al-ummiyyun, yang berarti orang yang tidak dapat membaca dan menulis.” Hal itu dikemukakan pula oleh Abu al-Aliyah, Rabi’ bin Anas, Qatadah, Ibrahim an-Nakha’i, dan ulama lainnya. Hal itu adalah dhahir (hal yang jelas dan tampak) pada firman-Nya, ‘Mereka tidak mengetahui al-Kitab (Taurat).” Maksudnya mereka tidak mengetahui isi kitab tersebut.

Oleh karena itu, di antara sifat yang dimiliki Nabi ummiy, karena beliau tidak bisa menulis, sebagaimana firman-Nya: wa maa kunta tatluu min qabliHii min kitaabi walaa takhuththuHuu biyamiinika idzal lartaabal mubthiluun (“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).” (al-Ankabuut: 48)

Rasulullah saw. pernah bersabda: “Kami adalah umat yang ummiyy, tidak dapat menulis dan berhitung. Satu bulan sekian, sekian, sekian.” (Hadits muttafaq ‘alaiHi) artinya dalam menjalankan dan menentukan waktu ibadah, kami tidak membutuhkan hitungan dan tulisan. Juga firman-Nya tentang hal tersebut: Huwal ladzii ba’atsa fil ummiyyinna rasuulam minHum (“Dialah yang mengutus pada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka.”)(al-Jumu’ah: 2)

Ibnu Jarir menuturkan: “Masyarakat Arab menasabkan seorang laki-laki yang tidak bisa membaca dan menuli kepada ibunya, karena keadaannya yang tidak bisa menulis, bukan kepada bapaknya.”

Sedangkan firman-Nya: illaa amaaniyya (“Kecuali dongengan bohong belaka.”) Ibnu Abi Thalhah dari Ibnu Abbas, mengatakan, “illaa amaaniyya; yaitu obrolan dan pembicaraan yang sia-sia.”
Masih dari Ibnu Abbas, adh-Dahhak mengemukakan, “Mereka berbicara bohong dengan mulutnya.” Sedangkan Abu al-‘Aliyah dan Rabi’ bin Anas menuturkan, “Kecuali angan-angan yang mereka harapkan dari Allah, yaitu apa yang bukan hak mereka.”

Firman-Nya: laa ya’lamuunal kitaaba illaa amaaniyya wa in Hum illaa yadhunnuun (“Mereka tidak mengetahui al-Kitab [Taurat] kecuali dongengan bohong belaka dan mereka menduga-duga.”dari Ibnu Abbas, Muhammad bin Ishak mengatakan, “Artinya mereka tidak mengetahui isi kitab tersebut, dan mereka mengetahui kenabianmu, Muhammad, hanya dengan melalui dugaan belaka.”

Mengenai firman-Nya: wa in Hum illaa yadhunnuun (“dan mereka hanya menduga-duga”) Mujahid mengatakan: “Mereka hanya berdusta berlaka.” Sedangkan Qatadah, Abu al-Aliyah, dan Rabi’ bin Anas menuturkan, “Mereka berprasangka buruk kepada Allah tanpa sedikitpun kebenaran.”

Dan firman-Nya: fa wailul lilladziina yaktubuunal kitaaba bi aidiiHim tsumma yaquuluuna Haadzaa min ‘indillaaHi liyasy-taruu biHii tsamanan qaliilan (“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: `Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan-perbuatan itu.”) mereka ini kelompok lain dari kalangan Yahudi, yaitu para penyeru kesesatan melalui tipu daya dan cerita-cerita bohong atas nama Allah serta mamakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar.

Menurut Ibnu Abbas, al-Wail ini berarti siksaan yang sangat berat. Dan menurut al-Khalil bin Ahmad, al-wail berarti puncak kejahatan.
Menurut Sibawaih, “wailun” itu ditujukan bagi orang yang terjerumus dalam kebinasaan, sedangkan “waihun” dimaksudkan bagi orang yang masih berada di tepi jurang kebinasaan.

Al-Ashma’i mengatakan, al-wail dipergunakan sebagai kecaman. Sedangkan al-waih dipergunakan sebagai ungkapan kasihan. Dan ulama lainnya mengatakan, al-wail berarti kesedihan.

Al-Khalil bin Ahmad mengatakan, yang semakna dengan kata wail yaitu “waihun” waisyun” “waiHun” “waikun” “waibun” ada pula ulama yang membedakan maknanya.

Mengenai firman-Nya: fa wailul lilladziina yaktubuunal kitaaba bi aidiiHim (“maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri,”) dari Ibnu Abbas ra, Ikrimah mengatakan, “Mereka itu adalah para pendeta Yahudi.” Hal senada juga dikemukakan oleh Said, dari Qatadah, ia mengatakan: “Mereka adalah orang-orang Yahudi.”

Mengenai finnan-Nya, fa wailul lilladziina yaktubuunal kitaaba bi aidiiHim (“Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri.”) Dari Sufyan ats-Tsauri, Abdur Rahman bin Alqamah, mengatakan: “Aku pernah menanyakan penggalan ayat tersebut kepada Ibnu Abbas, maka ia pun menjawab: ‘Ayat tersebut turun di kalangan orang-orang musyrik dan Ahlul Kitab.”‘

As-Suddi mengatakan, “Ada beberapa orang Yahudi yang menulis sebuah kitab berdasarkan pemikiran mereka sendiri, lalu mereka menjualnya kepada masyarakat Arab dengan mengatakan bahwa kitab ini berasal dari Allah. Dan mereka pun menjualnya dengan harga yang sangat murah sekali.”

Az-Zuhri menceritakan, Ubaidullah bin Abdillah memberitahuku, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, “Wahai kaum muslimin, bagaimana mungkin kalian menanyakan sesuatu kepada Ahlul Kitab, sedangkan kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya merupakan berita Allah yang paling aktual yang apabila kalian membacanya tidak membosankan. Dan Allah telah memberitahu kalian bahwa Ahlul Kitab telah mengganti kitab Allah dan mengubahnya serta menulis kitab baru dengan tangan mereka sendiri, lalu mereka mengatakan bahwa kitab itu berasal dari Allah dengan maksud agar mereka dapat menjualnya dengan harga yang murah. Bukankah ilmu yang sampai kepada kalian melarang untuk bertanya kepada mereka. Demi Allah, kami tidak pernah melihat seorang pun dari mereka bertanya mengenai apa yang diturunkan kepada kalian.” (Hadits ini diriwayatkan Imam al-Bukhari melalui beberapa jalan dari az-Zuhri).

Hasan bin Abi Hasan al-Bashri mengatakan, ats-stamanul qaliilu; berarti dunia dan segala isinya.

Dan firman Allah: fa wailul lilladziina yaktubuunal kitaaba bi aidiiHim (“Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis al Kitab dengan tangan mereka sendiri.”) Artinya, kecelakaan bagi mereka karena apa yang mereka tulis adalah dusta. Dan kecelakaan pula bagi mereka karena mereka biasa menerima uang sogok (dan lainnya). Sebagaimana dikatakan adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya, fawailul laHum; mereka yang telah menulis kebohongan dan kedustaan itu.

Sedangkan firman-Nya, fa wailul lilladziina yaktubuunal kitaaba bi aidiiHim (“Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis al Kitab dengan tangan mereka sendiri.”) Maksudnya, lanjut adh-Dhahhak, “akibat dari apa yang mereka makan.”

&